• Maqam dan Keadaan yang harus dilalui Para Sufi.

  • Kisah Hikayat Ulama Sufi.

  • Kisah Hikayat Para Wali Qutub sepanjang Masa

  • Kisah dan Cerita Lucu Sang Abu Nawas.

New Post

Rss

Jumat, 30 April 2010
no image

Takdir dan Usaha

Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits. Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.
Untuk memahami konsep takdir, jadi umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir. Kedua dimensi dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan
Pada masa nubuah,wujud"Lauh"yang dikenal oleh para sahabat adalah sebidang papan atau tulang yang biasa ditulisi.Papan dan tulang itu hanya disebut Lauh jika sudah ditulisi.Sedangkan "Qalam"adalah alat tulis atau pena. Pada masa itu"Qalam"berupa bulu unggas yang dipakai untuk menulis setelah dicelupkan ke tinta terlebih dahuluatau sebatang ranting/ kayu yang diruncingkan untuk mengores "Lauh". Demikianlah penggambaran yang diberikan oleh Ibnu Manzhur dalam kitab "Lisanul Arab".
Mengenai Lauh Mahfuzh (Lauh yang selalu dijaga) dan pena yang telah menulisinya ada sebuah atsar marfu'dari Ibnu 'Abbas .Beliau berkata,"sesungguhnya Allah menciptakan Lauh Mahfuzh dari mutiara putih. Kedua sampulnya dari permata yaqut merah.Qalamnya adalah cahaya,tulisanya adalah cahaya, dan lebarnya sejarak antara langit dan bumi,"
Tulisan pada Lauh Mahfuzh
Takdir Allah untuk setiap dan semua mahluk bresifat azali. Sebelum Allah menciptakan semua mahluk-temasuk Qalam dan Lauh Mahfuzh-Allah sudah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh setiap makhluk. Kemudian pada masa 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi Allah mencitakan Qalam,lalu diperintahkanya Qalam untuk menulis semua takdir. Hal ini dapat kita pahami dari kedua hadist berikut ini:
"Allah menulis takdir pada mahkluk 50.000 tahun sebelum diciptakanya semua langit dan bumi."(H.R.Muslim dari Abdullah bin 'Amru bin 'Ash)
"Benda pertama yang diciptakan oleh Allah adalah pena.Allah berfirman,'Tulislah!'Pena menjawab,'Apa yang aku tulis?'Allah berfirman,'Tulislah takdir yang telah terjadi dan akan terjadi selamanya!'."(H.R.at-Tirmidziy dan dinyatakan shahih oleh al-Albaniy)
Hal ini juga telah Allah terangkan di dalam al-Qur'an. Allah berfirman,
"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kamami menciptakanya.Sesungguhnya Allah mengetahuinya apa saja yang ada dilangit dan dibumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh).Sesungguhya yang demikian itu amat mudah bagi Allah."(Q.S.al-Hajj:70)
Apa yand terjadi diseluruh alam dijadikan oleh Allah dengan iradah dan masyiah-Nya yang berporos pada rahmat dan hikmah-Nya. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki tersesat dengan hikmahNya.semua itu dan semua takdir telah ditulis didalam Lauh Mahfuzh.tidak ada seorang pun yang terlewatkan.Apa yang telah terjadi dan akan terjadi sampai hari kiamat. Dan saat kejadianya,semuanya persis seperti apa yang tertulis disana. Tidak sesuatu pun yang bergeser.Ini adalah bukti kesempurnaan ilmu,kuasa dan hikmah Allah.

Dimensi Ketuhanan

Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang menginformasikan bahwa Allah maha kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir ,Yang Zhahir dan Yang Bathin (Al Hadid / QS. 57:3). Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau akan datang).
Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya) (Al-Furqaan / QS. 25:2)
Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah (Al-Hajj / QS. 22:70)
Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya (Al Maa'idah / QS. 5:17)
Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya (Al-An'am / QS 6:149)
Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat (As-Safat / 37:96)
Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan (Luqman / QS. 31:22). Allah yang menentukan segala akibat (Kausalitas).

Dimensi kemanusiaan

Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang meginformasikan bahwa Allah memperintahkan manusia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup yang dipilihnya.
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Ar Ra'd / QS. 13:11)
(Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Al Mulk / QS. 67:2)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi zaman dahulu, atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh, maka mereka akan menerima ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak juga mereka akan bersedih (Al-Baqarah / QS. 2:62). Iman kepada Allah dan hari kemudian dalam arti juga beriman kepada Rasul, kitab suci, malaikat, dan takdir.
... barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir... (Al Kahfi / QS. 18:29)

Implikasi Iman kepada Takdir

Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manuisa hanya tahu takdirnya setelah terjadi.
Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinialianya gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (Al Hadiid QS. 57:23).
Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan takdirnya) maka diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati.
Memahami Takdir Illahi. Di dalam memahami takdir Illahi, setiap manusia harus merujuk pada apa yang terdapat dalam Rukun Iman yang telah di paparkan dalam Hadis Rasulullah Saw yakni Percaya pada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasul-rasul-Nya, kepada hari akhir dan percaya pada Qada dan Qadar-Nya. Keenam poin yang termaktup dalam Rukun Iman di atas harus kita yakini seyakin-yakinya, guna melahirkan dan menumbuhkan ketabahan dan kesabaran yang penuh di dalam menerima ujian dan cobaan dari Allah Swt, karena tidak ada manusia yang tidak luput dari cobaan dan ujian. Dan mewujudkan kepercayaan yang tinggi bahwa dalam penciptaan manusia, Allah Swt menetapkan apa yang di sebutkan agama dengan langkah, rezeki, pertemuan dan maut. Serta segala sesuatu yang baik ( kenikmatan ) atau segala sesuatu yang buruk (bencana maupun musibah).
Lima poin di atas kebanyakan dari manusia khususnya manusia muslim mungkin sudah bisa merealisasikanya dengan baik dan benar melalui amal ibadah kita sehari-hari. Apakah itu amalan yang di kerjakan secara munfarit (sendiri) atau berjamaah, saling sehat-menasehati dan menaburkan kebaikan yang kesemuanya itu terangkum dalam ber-Amar Makruf dan ber-Nahi Mungkar. Dengan satu pengharapan, keridhoan dan pahala dari Allah Swt. Lalu bagaimana dengan poin ke enam mengimani dan mempercayai adanya takdir dalam bentuk Qada & Qadar yang di voniskan Allah Pada umat manusia?, bagaimana pula kita memahami dan mengimaninya ? sehingga apapun bentuk takdir apakah itu baik atau buruk, rasa syukur dan optimis tetap di terapkan dalam hidup dan kehidupan ini, dengan satu tekad Allah pun pasti memberikan jalan keluarnya.
Mengimani takdir Ilahi atau Qada & Qadar akan memberikan pelajaran pada manusia, bahwa segala sesuatu yang telah dan yang akan terjadi di jagat raya ini sudah sesuai dengan kebijaksanaan yang telah di gariskan oleh zat yang maha tinggi. Sebagai muslim sejati kita dituntut untuk mentaati, menerima dan mematuhi. Seperti yang di firmankan Allah Swt dalam Qs Al Ahzab-36 “ Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak pula bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia berada dalam kesesatan yang nyata “
Setiap manusia memiliki ketentuan/ketetapan yang telah di gariskan Allah dalam hidupnya, seperti yang di tegaskan Allah dalam Qs Ahzab-36 di atas. Namun memahami takdir ( Qada & Qadar ) acap kali melahirkan ketidak cocokan dan kesalahpahaman. Oleh karena itu untuk menyingkapinya kembali suatu keharusan memperhatikan dengan seksama (Al Quran dan Hadis Saw ) yang menjelaskan akan hal tersebut. Agar kita bisa meluruskan segala hal yang terjadi sesuai dengan sikap positif dalam Islam ( Positive Thinking ).
Kalimat Qada & Qadar berasal dari bahasa Arab yang memiliki beberapa makna di antaranya Qada yang berati “Hukum” atau “Keputusan”. Hal ini dapat kita pahami dalam Qs An Nisaa-65 “ Maka demi tuhan mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. Dalam menerima suatu keputusan/ketetapan apalagi yang datangnya dari Allah Swt keikhlasanlah yang akan di tuntut dari seoraqng hamba. Qada, yang berarti juga “Kehendak” atau “Menjadikan” yang di maksud di sini telah di terangkan Allah Qs Ali Imran-47 “ Maryam berkata yaa tuhanku apakah mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah di sentuh oleh seorang laki-laki manapun, Allah berfirman ( dengan perantaraan Jibril ) Demikianlah Allah menciptakan apa yang di kehendakinya. Apabila Allah berkehendak untuk menciptakan sesuatu maka Allah hanya cukup berkata “Jadilah” lalu jadilah dia”. Hal ini juga dapat kita lihat dalam Qs Fushshilat-12, yang mengupas tentang ketentuan Allah terhadap alam semesta dan jagat raya ini.
Begitu juga dengan kalimat Qadar yang bermakna “Ukuran” firman Allah dalam Qs Ar Ra’d-17 yang menjelaskan bagaimana Allah Swt mengumpamakan yang benar itu sebagai air atau logam yang bermanfaat, sedangkan yang buruk/bathil itu sama dengan buih/sisa, tahi logam yang akan lenyap dan tidak ada guna sama sekali bagi manusia. Qadar Allah juga berarti “Kepastian” “Lalu Kami tentukan bentuknya maka Kami sebaik-baik yang mementukan ( Qs Al Mursalat-23 ). Sedangkan dalam bahasa Indonesia Qada & Qadar dalam artian sederhananya biasa kita sebut dengan Takdir Ilahi atau ketentuan Allah Taalla.
Pernah seorang teman mengeluh saat ia mendapat cobaan berkali-kali. “Mengapa ya Tuhan tidak bersikap adil kepada saya? Sampai sekarang saya masih saja menderita. Takdir saya buruk sekali! Mengapa Tuhan tidak kasihan kepada saya?”
Saat itu saya tidak mau menjawab persoalan yang tidak mudah ini. Saya hanya katakan agar ia bersabar terhadap ujian Allah SWT itu. Mudah-mudahan itu akan menjadi kafarat atas berbagai dosa dan jadi tabungan baik di akhirat kelak.
Namun tetap saja ia tidak puas dan masih tetap mengeluh, “Saya sudah lakukan semua perintah Allah. Setiap hari saya berdoa agar saya dilepaskan dari berbagai derita. Namun tetap saja Allah tak mendengar dan tak mau mengabulkan do’a saya.”
Bagaimana Anda menjawab persoalan pelik ini?
Ini memang bukan teka-teki hidup yang mudah kita pahami. Banyak rahasia Allah SWT yang tidak bisa ditembus oleh ketinggian pengetahuan dan teknologi manusia. Apa arti dari semua peristiwa kehidupan ini? Mengapa tiba-tiba turun bencana besar yang menghabiskan segalanya dan menewaskan ribuan manusia? Mengapa Amerika dan Israel yang menguasai dunia? Mengapa orang jahat lebih kaya dan lebih sejahtera hidupnya, sementara orang-orang baik dan suci menderita? Mengapa koruptor besar itu dibebaskan? Mengapa perbuatan baik kita tidak mendapat ganjaran sepadan? Mengapa para Nabi bisa dibunuh? Mengapa mereka tidak menang saja? Apakah Tuhan tidak menolong mereka?
Pasti banyak pertanyaan-pertanyaan besar seperti itu yang susah untuk bisa kita jawab. Sebelum saya melanjutkan diskusi ini, saya ingin mendapat masukan Anda semua, para pembaca.
Silakan berkontribusi ya!
Sambil menunggu pendapat yang lain, saya coba kutip satu masukan menarik tentang apa itu takdir, yang saya peroleh dari buku “Anak, Antara Kekuatan Gen dan Pendidikan”, karangan Prof. Muhammad Taqi Falsafi.
Disitu diambil sebuah ilustrasi tentang seseorang yang mencoba menjatuhkan dirinya dari atas sebuah gedung bertingkat tinggi ke sebuah batu marmer yang keras. Orang tua itu berkata, “Kalau memang sudah ditakdirkan mati, maka saya akan mati. Dan jika ditakdirkan hidup, pasti saya akan tetap hidup.”
Menurut Prof. Falsafi, sungguh orang ini telah keliru besar memahami persoalan takdir. Katanya, Allah SWT telah mempunyai takdir-takdir paksaan dalam masalah ini dan juga punya takdir ikhtiar di sisi yang lain.
Adapun takdir paksaan dalam masalah ini adalah:
1. Qadha dan qadar Allah telah menjadikan marmer sebagai batu keras dan kuat
2. Tengkorak kepala manusia diciptakan (berdasarkan qadha dan qadar Allah) dari tulang yang lembut dan berpotensi untuk pecah.
3. Qadha dan qadar Allah telah menetapkan adanya hukum gravitasi yang akan membuat benda jatuh ke tanah.
4. Qadha dan qadar Allah memutuskan bahwa setiap orang yang melemparkan diri dari ketinggian ke tanah yang keras, niscaya tulangnya akan hancur berantakan dan otaknya berhamburan keluar.
5. Qadha dan qadar Allah juga memutuskan bahwa setiap manusia harus mati ketika otaknya hancur.
6. Qadha dan qadar Allah jua telah memutuskan bahwa manusia mempunyai kehendak dan ikhtiar/pilihan. Ia bisa menjatuhkan dirinya lalu mati, atau menahan diri untuk tidak melakukan bunuh diri itu, lalu turun menuruni tangga dengan selamat.
Lalu beliau mengutip satu riwayat dari Ibnu Nabatah, bahwa Ali bin Abi Thalib kw, pernah pada suatu hari berpindah dari satu tembok ke tembok yang lain. Para sahabat menegur beliau, “Wahai Amirul Mukminin, apakah Anda lari dari qadha Allah?” Imam Ali menjawab, “Saya lari dari qadha Allah menuju qadar Allah Azza wa Jalla.”
Maka, kalau kedua kalimat di atas di konotasikan dengan Allah akan menjadi Qada Allah dan Qadar Allah yang mengambarkan konotasi yang saling mengisi dan melengkapi yang bersifat tetap, istilah agamanya di kenal dengan “Sunatullah” atau segala sesuatu bergerak sesuai dengan ketentuan dan kehendak dari sang maha pencipta dan maha mengetahui. Jelasnya kita sebagai manusia yang di beri akal, pikiran dan hati dapat mementukan pilihan dalam berbagai masalah, sebagai khalifah dalam kebebasan tersebut yang di berikan Allah dalam hal iman atau kafir, baik atau buruk, sorga atau neraka. Namun dalam hal tertentu pula baik di dunia maupun di akherat akan di gariskan pula oleh Allah Swt.
Di dalam memahami Takdir Illahi atau Qada & Qadar Al Quran Nul Karim dan sunah Rasulullah Saw memberikan beberapa tahapan yang harus di kaji lewat pemahaman yang mendalam dari manusia, agar manusia itu tidak terjerembab masuk ke lumpur dosa dan rasa keputus asaan akibat rasa pesimis dalam menerima takdir tersebut. Di antaranya : Al-Iim (pengetahuan) yaitu mengimani dan meyakini bahwa Allah itu maha tahu atas segala sesuatu apa-apa yang ada di langgit dan di bumi. Baik secara umum maupun secara terperinci dan detail, baik perbuatan yang di nampakan maupun yang tersembunyi, baik perbuatan-Nya, perbuatan makhlik-Nya dan tak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya.
Al Kitabah ( Penulisan ) yaitu mengimani bahwa Allah Swt telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam Lauh Mahfuzh yang ada di sisi-Nya. Allah Swt berfirman dalam Qs Al Hajj-70 “ Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langgit dan di bumi, bahwa yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab ( Lauh Mahfuzh ) bagi Allah. Mengenai Ayat ini pernah di pertanyakan pada Rasulullah Saw, mengapa kita mesti berusaha dan tidak pasrah, nrimo saja dengan takdir, garis, nasib yang telah tertulis yaa Rasulullah ?. Beliau Saw memjawab, berusahalah kalian, masing-masing akan di mudahkan menurut takdir yang telah di tentukan baginya. Seperti yang di firmankan Allah Swt dalam Qs Al Lail ayat 5-11 “Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah bertaqwa, membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga). Maka, kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah dan adapun orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup maka kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa (mati). Manusia hanya bisa berusaha semaksimal mungkin, Allah Swt yang menentukan segalanya. Musibah dan bencana dalam bentuk dan rupa apapun merupakan takdir Illahi yang akan di alami setiap orang tidak ada yang bisa mengelak dari hal ini.
Pemahaman yang lain yang harus kita miliki dalam mengimani takdir Ilahi adalah Al Masyi’ah (kehendak) dari Allah Swt lihat Qs At Takwir-28-29 yang menerangkan bahwa kehendak Allah yang berlaku secara mutlak terhadap alam semesta ini. Al Khalq (Penciptaan) yaitu mengimani bahwa Allah Swt pencipta dari segala sesuatu, apa yang ada di langgit dan di bumi penciptanya tiada lain adalah Allah Swt sampai pada kematian dengan sebab apapun di ciptakan Allah Aza Wajalla. (lihat Qs Al Mulk-2.)
Dengan segala keterbatasan dan kekuarangan yang kita punyai sebagai manusia di sela-sela kelebihan yang di miliki Allah, hendaknya selalu menjadi renungan bagi diri untuk selalu mematuhi segala perintah dan larangan-Nya. Semoga takdir dan keadaan yang buruk dan menyusahkan di jauhkan Allah dalam kehidupan kita. Dengan memantapkan Ikhtiar dengan sungguh-sungguh serta suatu keyakinan bahwa apa-apa yang kita inginkan tidak akan datang dengan sendirinya. Namun, untuk meraih itu semua di butuhkan usaha dengan benar dan penuh kesabaran sambil bertawakal dan menyerahkan diri pada Allah Swt yang mengendalikan kebaikan dan keburukan itu.
Kalau hal ini sudah tertanam dalam jiwa, hati dan pikiran serta selalu berlaku sabar, maka pemahaman kita terhadap Takdir Ilahi dalam warna Qada & Qadar Insya Allah akan membwa kita pada jenjang iman dan taqwa di bawah lindungan sang Ilahi Rabbi, menanamkan kesadaran dalanm diri bahwa memang Dialah di atas segala-galanya. Serta senantiasa menyadari dan menerima realita, membangun kesabaran yang mantap yang akan menjadi pemicu dalam berusaha dengan bekal keoptimisan diiringi dengan doa dan tawakal pada-Nya. Diri kita ini seakan tiada berarti, ibarat sebutir debu di tenggah padang pasir yang luas tak bertepi, berhadapan dengan kemaha kuasaan dan kemaha perkasaan Allah Aza Wajalla… Allah Huu A’llam.
no image

Nur Allah

PENGENALAN NUR (CAHAYA)
Nur atau cahaya itu ialah sesuatu yang menyebabkan kita nampak dengan jelas
akan sesuatu. Baik dengan mata kepala (Nazariah) kita atau mata hati
(Basariah). Ia adalah perlu untuk kehidupan manusia terutama dalam
kehidupan yang berhubung dengan agama dan penerimaan petunjuk daripada
Allah s.w.t.

Hakikat Nur

Nur bermaksud cahaya, lawannya gelap. Selain itu nur juga bererti petunjuk
atau hidayah. Allah s.w.t berfirman di dalam Al-Quran.
Di dalam Al-Quran, terdapat 43 perkataan An-Nur yang membawa pelbagai
makna. Antaranya :

1 Petunjuk dan Keimanan

Allah Pelindung bagi orang-orang yang beriman. Dia
mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang
orang yang kafir, pelindung mereka adalah Thagut (syaitan) ,
mengeluarkan mereka daripada Nur petunjuk dan iman kepada
kegelapan iaitu kekufuran.1

2 Waktu Siang

Maha suci Allah yang menjadikan langit dan bumi dan telah menjadikan
kegelapan dan cahaya.2

2 Nabi Muhammad saw

Telah datang kepada kamu nur iaitu Nabi Muhammad dan kitab
yang nyata.3

3 Taurat dan Injil

Dan kami datangkan Injil didalamnya ada petunjuk dan Nur.4
Dan kami datangkan kepadanya taurat di dalamnya ada petunjuk
dan Nur.5

PEMBAHASAN AYAT 35 DARI SURAH AN-NUR

Allah pemberi cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan
cahayaNya adalah seperti sebuah lubang besar yang tidak tembus,
yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu di dalam kaca dan kaca itu
seakan-akan bintang yang begemerlapan yang dinyalakan dari
pohon yang banyak berkahnya, iaitu pohon zaitun yang tidak
tumbuh di sebelah Timur dan tidak pula tumbuh di sebelah Barat.
Yang minyaknya sahaja hampir-hampir menerangi, walaupun
tidak di sentuh api. Cahaya di atas cahaya berlapisan, Allah
membimbing kepada cahayaNya siapa yang dikehendaki dan Allah
membuat perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.6

Terjemahan Ayat Dalam Bahasa Inggeris
Allah is the Light of the heavens and the earth. The parable
of His Light is as (if there were) a niche within it a lamp :
the lamp is in the glass, the glass as it were a brilliant star,
lit from a blessed tree, an olive, neither of the east nor of the
west, whose oil would almost glow forth (of itself) through
no fire touched it. Light upon Light! Allah guides to His
Light whom He wills. And Allah sets forth parables for
mankind, and Allah is Knower of everything.
Pendapat Ulama Tafsir Berkenaan Perumpamaan Pada Ayat 35 Surah An-Nur Kenyataan Pada Ayat

1. Allah, Dialah cahaya langit dan bumi
2. Bandingan nurNya adalah seperti sebuah "Misykaat"
3. Allah memimpin sesiapa yang dikehendakiNya kepada nurNya itu
4. Allah mengemukakan berbagai-bagai perumpamaan untuk umat manusia
5. Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu

Perumpamaan Pada Ayat

1. NurNya adalah seperti sebuah Misykat
2. Misykat yang berisi sebuah lampu (Misbah)
3. Lampu itu di dalam kaca (Zujajah)
4. Kaca itu pula jernih terang laksana bintang yang bersinar cemerlang
(Kaukabun Durriyun)
5. Lampu itu dinyalakan dengan minyak dari pokok yang banyak
manfaatnya (Syajarah Mubarakah)
6. Iaitu pokok zaitun yang bukan sahaja disinari matahari semasa naiknya
dan bukan sahaja semasa turunnya (La Syarqiyyah Wa La Gharbiyyah)

7. Hampir-hampir minyaknya itu dengan sendirinya memancarkan cahaya
walaupun ia tidak disentuh api (Yakaadu zaituha yudhi- u walau lam
tamsashu naar)
8. Cahaya berlapis cahaya (Nur ‘ala Nur)

Tafsiran Ayat

Allah yang empunya cahaya dan dengan cahaya itu penduduk yang ada di
langit dan di bumi ini dipimpinNya dan ditunjukiNya dengan bukti-bukti
wujud alam semesta dan bukti pengajaran yang dibawa oleh para utusanNya .
Maka dengan cahayaNya itulah manusia akan terpimpin ke jalan yang hak dan
terhindar dari kesesatan.
Perumpamaan bukti yang dipancarkan keseluruh alam ini ibarat cahaya dari
sebuah lampu pelita yang terletak di dalam sebuah lubang dinding, atau
pembuluh seperti lampu suluh.
Dan pelita atau lampu itu sifatnya seperti berikut :
Pelita yang bercahaya itu berada di dalam sebuah kaca atau gelas yang terang
dan bersinar.
Kaca yang menutupi pelita itu seolah-olahnya seperti sebuah bintang yang amat
besar daripada jenis bintang-bintang di langit seperti bintang timur (zuhrah)
ataupun bintang musytari.
Pelita itu menyala dengan perantaraan minyak zaitun yang membasahi
sumbunya, dari sebatang pohon yang menghasilkan buah zaitun, dan pohon itu
dinamakan Syajarah Al-Mubarakah (pohon yang berkat) kerana buah zaitun
itu minyaknya mempunyai kegunaan atau faedah yang sangat banyak. Pohon
zaitun itu pula tumbuhnya di lereng-lereng gunung atau di padang-padang
pasir yang luas, terdedah di bawah sinaran matahari, tidak terlindung oleh
sesuatu apa pun selama terbit matahari itu hingga terbenam. Dan minyak zaitun
itu pula sangat jernih.
Lafaz La Syarqiyyah Wala Gharbiyyah (tidak di timur dan di barat)
maksudnya, pohon zaitun itu kebanyakannya tumbuh di negeri-negeri daerah
timur tengah seperti Syam (sekarang Syria) dan dia bukanlah negeri timur atau
negeri barat.
Oleh kerana minyak zaitun itu terlalu jernih, kelihatanlah dari jauh seolah-olah
dia yang menyinarkan cahaya, dan kalau disentuh oleh api, maka akan
bertambah-tambah lagi terang cahayanya. Maka inilah yang dinyatakan oleh
Allah swt dengan firmannya Nur ‘Ala Nur (Cahaya Atas Cahaya).

Dimaksudkan di sini Cahaya Allah itu diumpamakan sebagai petunjuk daripada
Al-Quran, dan ia adalah seperti pelita yang terang benderang menerangi umat
manusia yang hidupnya di dalam gelap gelita, yakni kejahilan. Cahaya Al-Quran
itulah laksana cahaya lampu, dan lampu itu berada di dalam sebuah kaca atau
gelas yang sangat jernih, sedang cahayanya pula seperti cahaya bintang yang
berkilau-kilauan di atas langit. Lampu itu dinyalakan oleh minyak zaitun, yang
tumbuh pohonnya kebanyakan di negeri yang bukan barat dan bukan timur.
Sedang minyaknya sangat jernih pula, sehingga kerana kejernihannya seolaholahnya
bercahaya dengan sendiri maskipun ia tidak disentuh oleh api – ibarat
lampu elektrik zaman ini.
Wujudnya tenaga elektrik itu tidaklah ditentukan datangnya dari barat ataupun
dari timur. Maka dari elektrik, lampu nyala dengan sendirinya tanpa
menggunakan api. Begitulah dibaratkan hati seorang manusia mukmin itu dapat
menerima petunjuk sebelum di didatangi ilmu pengetahuan. Apabila dia
didatangi ilmu pengetahuan, semakain mendapat petunjuk pula dan inilah yang
diakatakan Cahaya Atas Cahaya.
Bahagian-bahagian pelita itu antara satu sama lain mempunyai hubungan yang
erat dapat mengeluarkan cahaya yang kuat seperti lampu suluh yang terdiri
daripada bahagian-bahagiannya iaitu :
1. Lubang (Misykah) tempat dipasangkan lampu
2. Lampu (Misbah) iaitu balbnya yang akan menyala
3. Kaca atau gelas (Zujajah) yang bersinar-sinar menudungi lampu tersebut
4. Minyaknya (Zaitunah) atau kuasa elektrik yang menerbitkan cahaya,
sehingga lampu suluh itu menyala.
Maka keempat-empat bahagian itu kalau sudah bersatu dan menjadi lampu
suluh , kuatlah pancaran lampu tersebut. Sudah tentu lampu itu kalau tidak
dilekatkan di sebuah lubang bahkan diletakkan di tempat yang terbuka, nescaya
lampu itu tidak dapat memberi cahaya yang kuat sebagaimana kalau lampu
yang berada di lubang seperti lampu suluh. Lampu yang berada di dalam
lubang (Misykah) itu ibarat menyuluh filem yang ditayangkan di sebuah layar
dan kelihatanlah di situ cahayanya yang terang dapat disaksikan oleh orang
yang sedang berada dalam kegelapan.
Maka orang yang hidup dalam kegelapan itu dapatlah berubah menjadi terang,
yakni berilmu pengetahuan.
Allah swt memberikan taufik dan petunjukNya kepada orang-orang yang
disukaiNya daripada hamba-hambaNya untuk mendapatkan perkara-perkara
yang hak dengan jalan memperhatikan sesuatu perkara itu dan memikirkannya,

sehingga sampailah kepada matlamat yang ditujunya. Dan barangsiapa yang
tidak mengambil pengajaran atau iktibar, samalah seperti orang yang buta. Dia
tidak akan dapat berjalan dengan betul di tengah terang apatah lagi di malam
yang gelap. Berkata Sayyidina Ali ra : Allah sebagai cahaya yang menerangi
langit dan bumi. Dan di sana disebarkanNya kebenaran dan dipancarkan
sinaran cahayaNya.
Allah swt membawakan banyak perumpamaan dalam Al-Quran, untuk menjadi
pengajaran dan pimpinan kepada manusia, agar mereka terima dengan perasaan
puas dan senang hati.
Allah swt lebih mengetahui untuk mengurniakan petunjukNya kepada sesiapa
yang layak menerimanya disebabkan mempunyai jiwa yang bersih, dan ada
persediaannya untuk mempelajari hukum-hukum agama serta adab-adabnya
yang baik.
Ayat ini mengandungi kegembiraan bagi orang-orang yang mahu mengambil
teladan, dan mengandungi ancaman bagi yang tidak mahu memikir dan
memperhatikannya.
Berkata Ibnu Abbas : Inilah perumpamaan cahaya Allah dan dipertunjukkanNya
dalam hati orang-orang mukmin laksana minyak yang jernih, hampir sahaja dia
memberi penerangan sebelum lagi di disentuh oleh api. Sekiranya sudah
disentuh api, maka akan bertambahlah sinaran cahayanya. Begitulah hati orangorang
yang beriman.

Tafsiran Ayat Dari Tafsir As-Silmi (Haqaiq At-Tafsir)
(Allah pemberi cahaya kepada langit dan bumi)

Berkata Ibn Athaillah : Sesungguhnya Allah swt menerangi langit dengan 12
kukusan bintang iaitu kambing biri-biri, lembu, bintang kembar dua, bintang
ketam, bintang singa, bintang gadis, bintang neraca, bintang kala, bintang panah,
bintang kambing, bintang timba, dan bintang ikan.
Begitu juga Allah swt menghiasi hati orang-orang yang mengetahui (Al-Arifin)
dengan 12 perkara iaitu : minda, perhatian, kelapangan, makrifat, keyakinan,
kefahaman, pandangan, pemberian hati, pengharapan, keaiban dan kecintaan.
Sekiranya sifat-sifat yang tersebut di atas diterapkan dalam jiwa seseorang
muslim dan orang-orang yang mengetahui (Al-Arifin), maka ia akan
memperolehi kemanisan ibadah dan berada di bawah cahaya Allah swt.

Al-Misykah dimaksudkan dengan rongga Nabi Muhammad saw. Az-Zujajah :
hatinya, Al-Misbah : cahaya yang dijadikan Allah swt dalam hatinya. As-
Syajarah : Nabi Ibrahim as. Yakni cahaya yang dijadikan Allah wt dalam hatinya
sebagaimana yang dijadikan kepada Nabi Muhammad saw.
Berkata Ibn Mas’ud: Perumpamaan cahaya seorang mukmin adalah seperti
Misykah. Al-Misykah dimaksudkan dada seorang mukmin. Al-Misbah ialah
cahaya hati seorang mukmin. Az-Zujajah ialah rahsia seorang mukmin.
Al-Wasithi berkata bahawa sesungguhnya menciptakan jiwa yang beriman dan
menamakannya Syajarah Mubarakah (Pokok yang diberkati).
Sahl berpendapat bahawa Nur bermaksud Nur Nabi Muhammad saw. Sufyan
Ath-Thauri berkata Nur itu ialah cahaya Al-Quran. Hassan Al-Basri
berpendapat pula Nur iaitu ialah hati seorang mukmin dan cahaya tauhid. Ini
disebabkan hati para nabi itu lebih bercahaya dari cahaya yang disifatkan ini.
Imam Al-Junied berpendapat ayat (Allah pemberi cahaya kepada langit dan
bumi) bermaksud Allah swt yang menerangi hati para malaikat sehingga mereka
bertasbih dan menyucikanNya. Dan juga menerangi hati-hati para rasul dan juga
orang-orang yang beriman hingga mereka mengenali Allah swt dengan sebenarbenar
pengenalan dan menyembahNya dengan sebenar-benar penyembahan.
Allah swt mengatakan kepada orang-orang yang beriman : Sesungguhnya Aku
menerangi hati-hati kamu dengan petunjuk dan makrifat.
Sebahagian ulama mengatakan sesungguhnya Allah swt menerangi hati dengan
cahaya keimanan. Dan hati itu ibarat Misykat (lubang) dan perkara-perkara
yang mengotori jiwa itu ibarat Zujajah (kaca) yang tidak akan dimasuki
kejahilan dan kesesatan di hati orang-orang yang beriman.
Abu Ali Al-Jurjani pula mengatakan bahawa Allah swt menerangi hati para
mukmin dengan cahaya keterangan. Allah swt adalah pemberi cahaya kepada
langit dan cahaya itu ibarat keyakinan yang bersinar di hati seorang mukmin.
Hati seorang mukmin itu penuh dengan cahaya keimanan, maka cahaya Allah
itu dipancarkan dengan penjelasan yang nyata.
Maka seseorang yang beriman itu akan melihat sekelian alam ini dengan cahaya
tuhanNya. Maka dengan cahaya itu, ia melihat segala keindahan ciptaan
tuhanNya. Ia akan melihat kekuasan Allah swt dan segala kerajaanNya dengan
cahaya makrifat. Lalu, Allah swt pula akan membuka baginya cahaya ilmu yang
berada di langit yang tujuh dan bumi.

Imam Jaafar Bin Muhammad berpendapat bahawa cahaya itu terbahagi kepada
beberapa bahagian. Antara lain cahaya penjagaan hati, cahaya ketakutan, cahaya
pengharapan, cahaya kecintaan, cahaya tafakkur, cahaya keyakinan, cahaya
peringatan, cahaya ilmu, cahaya perasaan malu, cahaya kemanisan iman, cahaya
Islam, cahaya Ihsan, cahaya kenikmatan, cahaya pemberian, cahaya nikmat,
cahaya kemurahan hati, cahaya kelembutan, cahaya ketenangan, cahaya
kemuliaan, cahaya kekuasaan, cahaya keadilan, cahaya kehaibahan, cahaya yang
kekal, cahaya tersendiri, cahaya kesempurnaan dan cahaya azali.
Kesemua cahaya-cahaya ini mempunyai keadaan dan tempatnya masingmasing.
Kesemua cahaya ini juga merupakan cahaya Allah swt yang terdapat
pada ayat (Allah Pemberi cahaya bagi langit dan bumi).
(Allah Cahaya Bagi Langit dan bumi) bererti bagi setiap hamba itu cahaya dari
cahaya-cahaya yang disebut di atas. Nasibnya bertambah baik jika ia
memperolehi dua daripadanya atau tiga. Orang yang mendapat kesemua
cahaya-cahaya ini ialah Nabi Muhammad saw. Sesungguhnya baginda bersama
Allah swt dengan hakikat pengabdian yang sebenarnya.
Sebahagian ulama berpendapat bahawa cahaya langit itu adalah para malaikat,
manakala cahaya bumi pula adalah para wali-wali Allah. Ada juga yang
mengatakan bahawa cahaya di langit adalah menzahirkan haibah dan di bumi
pula adalah menzahirkan kekuatan / kemampuan.
Sebahagian para ulama lain pula berpendapat bahawa perumpamaan cahaya
Allah itu di hati orang beriman yang ikhlas.
Imam Hussain berkata bahawa cahaya wahyu terdapat di atas kepala , cahaya
munajat terdapat di antara dua mata, cahaya keyakinan di telinga, cahaya
keterangan di lidah, cahaya keimanan di hati dan cahaya tasbih di anggotaanggota
yang lain.
Imam Al-Jurjani berkata bahawa sekelian langit dan bumi itu diterangi dengan
cahaya Allah swt dan keterangannya. KeteranganNya itu ialah cahaya keyakinan
yang bersinar dalam hati seorang yang beriman.
Sebahagian ulama pula mengatakan bahawa orang yang beriman memiliki lapan
cahaya iaitu cahaya ruh, cahaya rahsia, cahaya atas cahaya iaitu cahaya petunjuk
cahaya ilmu, cahaya taufiq, cahaya pemeliharaan, cahaya sumpah dan cahaya
kehidupan.
Ayat (Cahaya Allah itu ibarat Misykat) bermaksud cahaya Allah swt di hati
orang yang beriman dan ikhlas seperti Misykat (lubang) iaitu lubuk hatinya.
Dan Misbah (lampu) itu cahaya yang dipancarkan dalam hatinya. Zujajah (kaca)

itu ibarat Taufiq dan Taufiq itu diperolehi dengan makrifat yang sebenarnya.
Kaca itu ibarat bintang yang begemerlapan seperti cahaya. Makrifat itu bersinar
dalam hati orang-orang Arif dengan cahaya Taufiq. Cahaya makrifat itu juga
bersinar di hati orang yang beriman dari sebatang pokok yang diberkati dan
menyinari seseorang yang diberkati pula sehingga jelas nampak cahaya batin
dalam perilakunya yang suci.
Ayat (Hampir-hampir minyaknya itu menerangi walupun tidak disentuh
cahaya) bererti hampir-hampir cahaya itu menerangi dari hati orang yang
beriman kepda lidahnya sekiranya ia berzikir kepada Allah swt.
Imam Jaafar Bin Muhammad As-Saadiq berpendapat sesungguhnya Allah swt
menerangi langit dengan cahaya bintang-bintang, matahari dan bulan. Dan
menerangi bumi dengan cahaya tumbuh-tumbhan yang merah, kuning, putih
dan sebagainya. Dan menerangi hati orang-orang mukmin dengan cahaya
keimanan, keislaman, dan menerangi jalan kepada Allah swt dengan cahaya
Abu Bakar, Umar, Uthman dan Ali. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
“Para sahabatku adalah ibarat bintang-bintang di langit. Maka
apabila kamu mencontohi mereka, maka kamu akan mendapat
petunjuk”
Ibn Athaillah berpendapat bahawa lafaz La Syarqiyyah Wal Gharbiyyah (tidak
di timur dan tidak dibarat) bermaksud tidak dekat dan tidak jauh. Yakni Allah
swt dari dekat dirasakan jauh, dan sebaliknya dari jauh dirasakan dekat. Imam
Jaafar pula berpendapat maksudnya tiada perasaan takut dan tiada pula
perasaan pengharapan. Al-Wasithi pula berkata tiada di dunia dan tiada pula di
akhirat.
Imam Al-Jurjani pada mentafsirkan ayat Nur ‘Ala Nur Nur (cahaya atas cahaya),
beliau mengatakan bahawa Ar-Raja’ (pengharapan) itu ibarat cahaya dan Al-
Khauf (ketakutan) itu juga ibarat cahaya. Mahabbah (cinta) itu juga ibarat
cahaya. Apabila kesemua sifat-sifat ini bersatu dalam hati orang yang beriman,
maka berlaku di sana cahaya atas cahaya. Allah swt akan memberi petunjuk
dengan cahayaNya kepada sesiapa sahaja yang Dia kehendaki dan yang telah
berjaya mencapai cahaya-cahaya ini dari cahaya Allah swt di Azali. Cahayacahaya
ini hanya boleh diperolehi dengan melaksanakan suruhan Allah swt,
meninggalkan segala laranganNya, dengan membuat kebajikan dan ibadaibadah
yang sunnah hingga jadilah seseorang itu dipenuhi cahaya dari sisi Allah
swt.

PEMBAHASAN NUR (CAHAYA) OLEH IMAM HUJJATUL ISLAM
AL-GHAZZALI (SEBAHAGIAN TERJEMAHAN DARI KITAB MISYKATUL ANWAR)

Pembahasan tentang cahaya ini rasanya tidak akan memadai tanpa kita merujuk
kepada apa yang telah diterangkan oleh Imam Al-Ghazzali dalam kitabnya
Misykatul Anwar. Imam Al-Ghazzali adalah seorang pemikir Islam dan juga
pemikir yang banyak memikirkan tentang maslahat umat manusia secara zahir
dan bathin.
Kitab Misykatul Anwar adalah contoh yang menunjukkan perjalanan hidup
Imam Al-Ghazzali dalam mencari hakikat dan tujuan kehidupan yang
sebenarnya.
Antara lain yang dijelaskan dalam kitab beliau ialah :
􀁸Penjelasan tentang rahsia-rahsia cahaya Ilahi ( Bab ini diterangkan setelah
beliau mencapai tahap pemikiran yang tertentu dan ingin
memastikannya)
􀁸Menjelaskan tentang rahsia-rahsia cahaya tersebut dengan kaitan ayat
Nur dan hadis Hijab dan membahagikan pembahasan ini dalam tiga bab
utama.
􀁸Dalam bab pertama, beliau menerangkan makna cahaya, antara lain
menjelaskan hakikat cahaya yang sebenarnya iaitu Allah swt dan cahaya
itu bukanlah cahaya yang ditakrifkan dan difahami oleh manusia dan
dapat diertikan oleh akal pemikiran manusia yang terbatas.
􀁸Dalam bab kedua, beliau menjelaskan pula rahsia-rahsia perumpamaan
ayat7 Allah swt tentang cahayaNya iaitu perhatian kepada pengertian
kalimat Misykat, Misbah, Zujajah, Syajarah, Zait dan Naar. Kemudian
menjelaskan tentang tingkatan ruh-ruh manusia dan penerangannya.
􀁸Dalam bab ketiga, Imam Al-Ghazzali, menjelaskan pula tentang hadis
Hijab dengan tumpuan kepada maksud hijab dan pembahagiannya.

BAHAGIAN PERTAMA

Ayat Tentang Cahaya

"Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahayaNya itu laksana
sebuah Misykaat; di dalamnya ada lampu. Lampu itu di dalam sebuah
kaca. Kaca itu laksana bintang yang gemerlapan. Dipasang dari sebatang
kayu yang beroleh berkat, iaitu (minyak) pohon zaitun, tidak timur, dan
tidak barat. Hampir sahaja minyak itu bernyala-nyala walaupun ia belum
disentuh oleh api. Cahaya Atas Cahaya".8

Ayat Tentang Kegelapan

"Tetapi bagi orang-orang kafir, perbuatan mereka itu adalah ibarat kegelapan yang
bertimbun-timbun di laut yang sangat dalam yang berombak dan dilapisi lagi dengan
ombak di atas awan gelap, Gelap di atas Gelap, sehingga jika seseorang menghulurkan
tangannya, tidaklah kelihatan tangan itu. Sesungguhnya barangsiapa yang Allah tidak
beri cahaya, maka tidaklah ada cahaya baginya". 9

Hadis Tentang Cahaya Allah

"Allah mempunyai tujuh puluh ribu hijab (tabir) cahaya dan
gelap. Sekiranya Ia membuka hijab itu, maka keagunganNya pasti
akan menghancurkan sesiapa yang mengenalinya dengan
pandangan".10

Hakikat Cahaya

Cahaya hakiki yang sebenarnya ialah Allah swt. Penggunaan kalimat cahaya
selain daripada Allah adalah perumpamaan sahaja dan tidak membawa maksud
yang sebenarnya.
Penggunaan kalimat cahaya digunakan pada 3 pengertian :
􀁸Pengertian pada orang awam
􀁸Pengertian pada orang khusus
􀁸Pengertian pada orang yang lebih khusus

Pengertian pada orang awam

Cahaya bererti sesuatu yang zahir dan kelihatan. Yang dimaksudkan di sini ialah
sesuatu itu kelihatan kepada sesuatu yang lain daripadanya, atau tidak kelihatan
(tersembunyi) daripada sesuatu yang lain daripadanya. Maka sesuatu dapat
dilihat ialah kerana wujudnya penglihatan. Sesuatu benda dari segi penglihatan
itu terbahagi kepada tiga :
1. Sesuatu yang dengan sendirinya tidak boleh kelihatan seperti sesuatu
yang gelap.

2. Sesuatu yang dengan sendirinya boleh kelihatan, tetapi tidak boleh
membuat benda lain kelihatan seperti bintang-bintang dan api yang
belum menyala.
3. Sesuatu yang dengan sendirinya boleh kelihatan dan juga boleh membuat
benda lain kelihatan seperti bulan, matahari, lampu dan api yang
menyala.
Kesimpulannya, cahaya pada pengertian umum ialah kalimat yang digunakan
untuk sesuatu yang dengan sendirinya boleh kelihatan dan boleh membuat
benda yang lain kelihatan.

Pengertian pada orang khusus

Hakikat cahaya ialah sesuatu yang kelihatan dan menyebabkan sesuatu yang
lain itu kelihatan.
Cahaya yang zahir ini menyerupai ruh yang disifatkan sebagai satu penglihatan
juga. Ruh itu memainkan peranan penting dalam penglihatan, bahkan ia lebih
penting kerana ruh orang yang melihat itulah yang mengerti sesuatu. Melalui
ruh, seseorang itu dapat memahami dan mengerti sesuatu yang dilihat.
Sebenarnya, perkataan cahaya itu ialah sesuatu yang melihat. Yang melihat itu
adalah mata. Cahayalah yang membolehkan mata itu melihat. Tanpa cahaya,
mata tidak dapat berfungsi dan tidak dapat menghasilkan penglihatan. Oleh
kerana itu, manusia menggunakan istilah cahaya mata.
Sebagai contoh :
􀁸Orang yang kabur matanya, dikatakan cahaya penglihatannya kabur.
􀁸Orang yang lemah penglihatannya, dikatakan cahaya pandangan
matanya lemah.
􀁸Orang yang buta, dikatakan cahayanya gelap.

Pengertian pada orang yang lebih khusus

Cahaya penglihatan biasa itu ada kekurangan dan kecacatannya. Antara lain
kecacatannya :
􀁸Ia dapat melihat benda lain tetapi tidak melihat dirinya sendiri.
􀁸Ia juga tidak dapat melihat sesuatu yang sangat jauh atau yang sangat
dekat.
􀁸Ia tidak dapat melihat sesuatu yang di belakang dinding.
􀁸Ia melihat yang diluar sahaja dan tidak dapat melihat yang di dalam.
􀁸Ia melihat sebahagaian sahaja bukan keseluruhan.

􀁸Ia melihat perkara yang terbatas atau terhad dan tidak melihat perkara
yang tidak terbatas.
􀁸Dalam melihat itu pula, ia banyak membuat kesalahan, kerana apa yang
sebenarnya besar, pada pandangannya kelihatan kecil, apa yang jauh
kelihatan dekat, apa yang diam kelihatan bergerak, apa yang bergerak
kelihatan diam.
Sesungguhnya pada hati manusia itu ada mata yang bebas dari segala
kekurangan yang ada pada mata biasa yang ada pada manusia iaitu Aqal, Ruh
dan Jiwa.
Dari penjelasan di atas berkenaan cahaya, maka disini wajarlah Aqal itu digelar
cahaya dan bukannya mata. Memang benar dikatakan bahawa antara keduanya
itu ada perbezaan yang besar nilainya, sehingga kita boleh mengatakan bahawa
AQAL itulah yang sebenarnya dipanggil CAHAYA.

Kaitan cahaya dengan Allah swt

Maksud ‘Allah itu cahaya langit dan bumi”
Kiasannya, cahaya itu membolehkan kita melihat warna. Contohnya, pada siang
hari apabila kita melihat tumbuh-tumbuhan, maka kita akan mengatakan
bahawa kita tidak melihat sesuatu yang lain kecuali warna hijau. Mungkin di
sini diperbahaskan oleh sebahagian orang bahawa cahaya itu tidak wujud, yang
kelihatan hanya warna hijau sahaja.
Dengan demikian, mereka menafikan wujudnya cahaya meskipun cahaya itulah
yang paling terang dan menyebabkan warna itu kelihatan. Dengan adanya
cahayalah, maka benda-benda itu kelihatan kerana cahaya itu boleh kelihatan
dan membuat benda-benda yang lain kelihatan.
Tetapi apabila datangnya malam, maka barulah mereka sedar bahawa adanya
perbezaan antara bayangan atau gelap dengan cahaya. Maka barulah mereka
meyakini bahawa cahaya itu memang ada disebalik setiap warna dan dilihat
bersama warna.
Maka di sini, boleh dikatakan oleh kerana kesatuan cahaya dengan warna itu,
hinggakan cahaya itu tidak disedari ada di situ, mungkin kerana terlampau
terang sehingga menyebabkan cahaya tidak kelihatan. Ini disebabkan kerana
sesuatu yang melampaui dari sempadan hadnya akan masuk ke wilayah yang
berlawanan dengannya.
Dengan penjelasan ini, dikatakan bahawa kita boleh melihat Allah swt
disamping seuatu benda itu. Umpamanya, ada yang berkata :

‘Tidak saya lihat sesuatu pun melainkan saya lihat Allah swt”11
Al-Quran ada menerangkan :
“Tidakkah cukup bahawa Tuhanmu melihat semuanya”12
Dalam ayat yang lain Allah mengatakan :
“Kami akan tunjukkan kepada mereka tanda-tanda Kami dalam
seluruh alam dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi
mereka bahawa Al-Quran itu adalah benar”13
Dalam bicara melihat Allah ini, harus kita ketahui bahawa ada yang melihat
Allah secara terus menerus iaitu golongan para aulia Allah. Ada pula yang
melihat Allah swt melalui perbuatan-perbuatannya iaitu golongan orang-orang
Arif yang telah yakin dalam ilmunya. Selain dari kedua-dua golongan ini, maka
tidak lain hanya orang-orang yang lalai kerana wujudnya hijab pada diri
mereka.
Sesungguhnya wujudnya cahaya itu membolehkan mata kasar melihat dan
nampak dan Allah swt itu membolehkan mata bathin manusia melihat dan
nampak kerana Allah itu ada bersama segala sesuatu setiap ketika dan Dialah
yang menampakkan segala-galanya. Melihat Allah swt di sini bukan dalam
pengertian berbentuk dan Allah swt itu tidak menyerupai dengan sesuatu. Ini
dijelaskan dalam firmanNya :
“Tidak ada sesuatu yang serupa denganNya dan Dialah yang Maha Mendengar
Lagi Melihat”14


BAHAGIAN KEDUA
PENJELASAN TENTANG PERUMPAMAAN MISYKAT, LAMPU, KACA,
POKOK, MINYAK DAN API PADA AYAT NUR

Dalam penjelasan mengenai perkara ini, harus diketahui dua perkara iaitu :
1. Penerangan tentang rahsia perumpamaan-perumpamaan pada ayat
tersebut dan kaitan ruh dengan perumpamaan tersebut.
2. Peringkat-peringkat ruh.
Rahsia di sebalik perumpamaan
Alam ini terbahagi kepada dua :
1. Alam Ruhani 2. Alam Jasmani
Boleh juga digelar :
1. Alam Kebendaan 2. Alam Aqal
Atau
1. Alam Tinggi 2. Alam Rendah
Alam Ruhani (Alam Tinggi) itu tidak kelihatan oleh kebanyakan orang.
Sebaliknya, Alam Jasmani (Alam Rendah) itu kelihatan oleh semua orang,
kerana ia adalah alam pancaindera atau alam nyata.
Perjalanan menuju ke Alam Ruhani itu akan terhalang jika tidak ada
perhubungan antara kedua alam ini. Jika perjalanan ke alam tersebut itu dapat
dilalui, maka tidak mungkin kita sampai ke Hadirat Ilahi Rabbi.
Alam nyata (Jasmani) ini adalah tempat bertolaknya ke Alam Ruhani (Tinggi).
Firman Allah swt :

“Maka apakah orang yang berjalan tersungkur di atas
mukanya itu lebih banyak mendapat petunjuk ataukah
orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?”15
Yang dimaksudkan perjalanan yang lurus pada ayat ini adalah menuju Alam
Ruhani. Ini boleh juga dikatakan keimanan atau tempat mendapat bimbingan
yang sebenarnya. Jika tiada perhubungan antara kedua-dua alam, maka
tidaklah mungkin seseorang itu naik ke alam yang lebih tinggi. Allah swt
memberikan rahmatNya kepada Alam Jasmani seperti juga diberiNya kepada
Alam Rohani.
Dari itu, tidak ada suatu pun di Alam Jasmani ini yang tidak menjadi simbol
atau perumpamaan kepada perkara-perkara di Alam Ruhani.
Sekiranya alam Ruhani mempunyai cahaya yang digelar Malaikat, dan cahaya
itu pula dipancarkan kepada ruh-ruh, maka oleh kerana itu malaikat-malaikat
itu boleh digelarkan tuan, dan tuan bagi segala tuan-tuan itu ialah Allah swt.
Tuan-tuan ini mempunyai peringkat-peringkat sinaran yang berbeza-beza. Maka
simbol semua itu di Alam Jasmani ialah matahari, bulan dan bintang.
Perhatikan kisah Nabi Ibrahim yang sedang perjalanan menuju Allah swt, naik
ke satu peringkat seumpama sebuah bintang. Sinaran cahaya bintang itu
nampak kepadanya. Maka disedarilah bahawa dunia di bawah sana
mengagungkan pengaruh dan sinaran cahaya bintang itu dan seterusnya………
Firman Allah swt menceritakan kisah ini :
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapanya Aazar
Adakah kamu menjadi berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?
Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan
yang nyata. Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim
tanda-tanda keagungan Kami yang terdapat di langit dan bumi,
dan Kami memperlihatkannya agar Ibrahim itu termasuk orangorang
yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat
sebuah bintang lalu berkata “Inilah Tuhanku”. Tetapi tatkala
bintang itu tenggelam, dia berkata “Saya tidak suka kepada yang
tenggelam”. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata
: “Inilah Tuhanku”. Tetapi bulan itu terbenam, dia berkata :
“Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku,
pastilah aku tergolong dari orang-orang yang sesat”. Kemudian
tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata : “Inilah Tuhanku,
ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia
berkata : “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa
yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan
diriku kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah tergolong
dari orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”.16
Kalimat “Yang” dalam ayat ini dimaksudkan ialah Allah swt. Ini disebabkan
tidak ada perbandingan dan tidak ada persamaan Ini menunjukkan Allah itu
Maha Agung dan tidak termasuk dalam bidang perbandingan dan persamaan.

PENJELASAN MENGENAI MARTABAT RUH MANUSIA

Pertama : Ruh Hissi (Pancaindera)

Ruh Hissi menerima maklumat yang dibawa oleh pancaindera yang lima iaitu
rasa, bau, dengar, lihat dan sentuh. Ini merupakan asal ruh yang dinamakan
Ar-Ruh Al-Hayawani (yakni sesuatu yang mempunyai hayat). Ruh ini juga
wujud pada bayi yang masih kecil.

Kedua : Ruh Khayali

Ruh ini merakamkan segala yang dibawa oleh pancaindera. Maklumat ini
disimpan dan disediakan untuk dipersembahkan kepada jiwa atau Ruh Akal di
peringkat yang tinggi apabila maklumat itu dikehendaki.
Ruh ini tidak wujud pada seorang bayi. Inilah sebabnya apabila seseorang bayi
itu hendak memegang sesuatu yang dilihatnya, ia akan lupa pada benda itu
apabila ianya hilang daripada pandangannya. Tidak akan timbul kehendak
dalam jiwa atau ruhnya kepada sesuatu yang tidak dilihatnya sehinggalah ia
meningkat umur dewasa. Maka di kala itu, ia mula menangis kerana
menghendaki sesuatu benda yang tersimpan dalam khayalannya. Inilah yang
dinamakan Ruh Khayali.

Ketiga : Ruh Akal

Ruh atau jiwa ini mengetahui perkara-perkara yang di luar sempadan
pancaindera dan khayalan. Kebolehan ini hanya khusus wujud pada manusia
dan tidak ada pada binatang dan anak-anak. Perkara-perkara yang diketahui
oleh ruh ini adalah kebenaran yang digunakan dengan menyeluruh.

Keempat : Ruh Yang Memikir dan

Membuat Kesimpulan

Ruh atau jiwa ini mengambil butir-butir yang dibicarakan oleh akal atau
pendapat dan mengumpul dan menyusunkannya sebagai pokok pemikiran dan
dari situlah diambilnya sesuatu maklumat. Kemudian diambil pula antara dua
kesimpulan dan disertakan lagi dan diambil kesimpulan yang baru dan
begitulah seterusnya tanpa had batasan.

Kelima : Ruh Kenabian Yang Suci

Ruh ini wujud pada para nabi dan aulia Allah. Dengan ruh ini, perkara-perkara
di alam ghaib atau alam ruhani dapat mereka lihat bersama dengan beberapa

pengetahuan langit dan bumi serta ilmu ketuhanan yang tidak dapat dicapai
oleh Ruh Akal dan jiwa yang membuat kesimpulan. Inilah yang dimaksudkan
oleh firman Allah swt :
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu Ruh (Al-Quran)
dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui
apakah Al-Kitab dan tidak pula mengetahui apakah iman itu,
tetapi Kami menjadikan Al-Quran itu cahaya, yang Kami
tunjukkan dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara
hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar
memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”17

Kesimpulan
Maka, dari itu, ketahuilah bahawa tiada peringkat atau martabat yang lebih
tinggi dari peringkat akal yang dapat melihat apa yang terlihat di dalam bidang
akal. Sebagaimana juga akal itu lebih tinggi dari pancaindera yang lain dan ianya
dapat melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh pancaindera.

KEGUNAAN AYAT NUR DAN HADIS HIJAB

Penerangan Tentang Perumpamaan Ayat Nur

Maksud dan pengertian perumpamaan atau simbolik disebalik ayat yang
terdapat pada Surah An-Nur ayat 35.. Penerangannya akan meliputi :
􀁸Pasangan antara lima peringkat ruh dan
􀁸Lima perumpamaan iaitu Misykat (lubang) , Zujajah (kaca) , Misbah
(lampu), Syajarah (pokok) dan Zaitun (minyak).
1 Ruh Hissi
Cahayanya datang melalui bebrapa saluran iaitu mata, telinga, hidung dan lainlain.
Simbol yang paling wajar untuk ini ialah “MISYKAT”(Lubang)
2 Ruh Khayali
Ia mempunyai 3 sifat.
1. Ianya adalah daripada perkara yang terdiri daripada alam rendah yang
kasar ini, kerana sifat-sifatnya mempunyai saiz, bentuk, ukuran yang
tertentu dan terhad. Selanjutnya salah satu sifatnya ialah ia tidak
bercahaya oleh sinaran kepada cahaya akal. Akal akan melampaui arah,
bilangan dan jarak.
2. Jika sesuatu itu terang, jelas dan terkawal, maka ia akan mencapai
persamaan dengan pendapat akal dan akan tertembus oleh cahaya
daripada mereka itu.
3. Khayalan ini pada mulanya sangatlah perlu agar dapat dikawal oleh
pengetahuan akal dan dengan ini pengetahuan tersebut tidaklah
terganggu, terumbang-ambing dan lari dari kawalan.
Banyangan yang dibekalkan oleh khayalan itu menguasai pengetahun yang
dibekal oleh akal. Dalam dunia harian yang nyata ini, kita akan dapati bahawa
benda atau objek yang mempunyai ketiga-tiga sifat ini jika dihubungkan dengan
cahaya biasa ialah “KACA” (Zujajah). Ini disebabkan kaca pada mulanya itu
kotor, tetapi setelah dibersih dan dihalusi hingga menjadi bersinar (tembus oleh
cahaya) maka ia akan tembus kepada cahaya lampu. Kaca ini pula melindungi
lampu itu daripada padam oleh hembusan angin atau goncangan yang kuat.
Maka kaca inilah simbolik yang paling sesuai bagi khayalan.

3 Ruh Aqli

Ini memberi kita kefahaman tentang perkara-perkara ketuhanan. Tentang
perumpamaan ini, telah jelas kepada kita bahawa para nabi itu adalah Misbah
(Lampu yang memberi cahaya).

4 Ruh yang Memikir dan Membuat Kesimpulan

Keadaannya bermula dengan satu pendapat, kemudian bercabang dua, setelah
itu bercabang empat, dan begitulah seterusnya hingga dengan proses
pemecahan secara logik ini, ia menjadi beratus-ratus dan beribu-ribu
banyaknya. Akhirnya membawa kepada satu kesimpulan dan kesimpulankesimpulan
ini pula mengeluarkan lagi banyak kesimpulan, dan begitulah
seterusnya. Oleh yang demikian, ruh ini disimbolkan sebagai

"POKOK" (Syajarah) kerana keadaan ini seumpama pokok di alam nyata ini.
Selanjutnya kita perhatikan bahawa hasil atau buah (jiwa) jenis ini
mengeluarkan banyak ilmu dan menetapkannya. Maka sewajarnyalah ia tidak
disimbolkan dengan pokok epal atau delima atau lain-lain pokok kecuali pokok
zaiton.
Buah zaiton itu ada mengeluarkan minyak yang digunakan untuk minyak
lampu dan minyak ini berbeza dengan lain-lain minyak. Minyak zaiton ini
menambah sinaran lampu. Jika diberi kata sifat adjektif "berkat" kepada pokok
tersebut, maka sudah tentu hasil yang didapati dari pokok itu diberi kata sifat
adjektif berkat juga. Akhirnya jika cabang-cabang atau pendapat akal bersih itu
tidak tertakluk kepada arah dan jarak, maka wajarlah digelar simbol pokok ini
sebagai "tidak timur dan tidak barat". (La Syarqiyyatun Wa La Gharbiyyah)

5 Ruh Kenabian Yang Suci

Ruh atau jiwa yang terang benderang ini ada pada nabi dan wali Allah. Jiwa
fikiran manusia terbahagi kepada dua jenis.
􀁸Satu daripadanya perlu dan wajar dinasihati dan dibekali dari luar untuk
mendapat ilmu terus menerus.
􀁸Yang satu lagi tidak perlu bekalan ilmu dari luar; cukup dari dalam,
seolah-olah bercahaya dengan sendiri.
Kebolehan tabie yang kuat dan terang ini dikatakan sebagai "minyak itu
bernyala-nyala walaupun ia belum disentuh oleh api". (Ya kaadu zaituha
yudhi- u walau lam tamsashu naar)
􀁸Ada wali Allah yang mempunyai cahaya yang sangat terang hingga
"hampir" tidak memerlukan lagi apa yang dibekalkan oleh para nabi.
􀁸Ada pula yang mempunyai cahaya yang "hampir-hampir" tidak
memerlukan lagi apa yang dibekali oleh para malaikat.
Inilah perumpamaan yang sewajarnya bagi perkara ini.
Cahaya ruh manusia itu berperingkat-peringkat.
􀁸Maka peringkat pancaindera itu adalah peringkat awal dan persediaan
untuk khayalan (kerana khayalan boleh dianggap sebagai mengikuti
pancaindera).
􀁸Selepas itu diikuti pula oleh akal.
􀁸Kemudian dituruti pula oleh jiwa yang memikir dan membuat
kesimpulan.
Semua itu menerangkan;
􀁸Kenapa kaca itu dikatakan tempat letak lampu;
􀁸Dan misykat itu tempat letak kaca.
􀁸Ini bererti lampu itu di dalam kaca dan kaca itu dalam misykat (lubang).
􀁸Akhirnya, sebagaimana yang kita lihat adanya cahaya yang berperingkatperingkat
itu mentafsirkan kepada kita ayat yang bermaksud "Cahaya
Atas Cahaya" itu. (Nur ‘ala Nur)
KESIMPULAN AYAT BERKENAAN GELAP
Perumpamaan atas simbolik cahaya hanya untuk hati atau jiwa orang-orang
yang beriman, atau Nabi-nabi dan wali-wali Allah sahaja. Bukan untuk hati
orang-orang ingkar kerana istilah "Cahaya" ini khusus untuk orang-orang yang
dipimpin di jalan yang lurus.
Sebaliknya, bagi orang-orang yang menyeleweng dari jalan yang benar dan
lurus, maka ia adalah palsu dan gelap. Bahkan lebih gelap daripada yang gelap.
Kegelapan itu tidak membimbing seseorang itu ke mana-mana. Fikiran orangorang
INGKAR itu dan seluruh pandangan mereka adalah sesat dan
menyeleweng dan fikiran mereka itu saling sokong menyokong antara satu
dengan lain untuk menipu dan menyesatkan tuan yang empunya. Mereka itu
ibarat orang yang berada
“Di laut yang sangat dalam yang berombak dan dilapisi
lagi dengan ombak. Di atasnya awan gelap; gelap di atas
gelap".18
"Laut yang sangat dalam" (Bahrun Lujjiyun) itu bermaksud dunia-dunia ini
yang penuh dengan mara bahaya, kejahatan, dosa dan noda.
"Ombak" (Mauj) yang pertama itu ialah ombak hawa nafsu yang dirinya jiwa
itu mendapat sifat-sifat kebinatangan, dan dikuasai oleh keseronokan hawa
nafsu, dan memuaskan cita-cita keduniaan sahaja; lalu

"Mereka makan dan berpoya-poya seperti lembu kerbau.
Nerakalah tempat kediaman mereka". 19
Ombak itu diibaratkan sebagai kegelapan. Oleh itu cinta kepada makhluk
menjadikan jiwa itu buta dan pekak.
"Ombak" (Mauj) yang dilapisan kedua itu bermaksud sifat-sifat ganas yang
mendorong jiwa itu bersikap
􀁸Marah,
􀁸Hasad dengki,
􀁸Benci,
􀁸Menentang diri sendiri,
􀁸Sombong,
􀁸Megah dan
􀁸Bangga.
Maka, tepatlah simbolik gelap ini kerana marah itu adalah iblis akal manusia.
Dan sesuai juga simbolik ombak yang di atas itu kerana marah itu kebanyakan
lebih kuat daripada nafsu syahwat; marah yang mendidih menyelewengkan
jiwa dari nafsu angkara dan membuatnya lalai dengan keseronokan. Hawa
nafsu tidak dapat menentang marah yang bersangatan.
"Awan gelap" (Sahaabun Zulumaatun) itu adalah kepercayaan yang bukanbukan,
bid’ah yang menyesatkan dan pemikiran yang rosak yang menjadi
lapisan-lapisan hijab yang mendinding orang-orang kafir daripada mendapat
iman, ilmu yang hakiki dan sinaran dari cahaya Al-Quran dan akal yang bersih.
Telah menjadi lumrah, awan itu melindungi sinaran cahaya matahari. Oleh
kerana semua perkara tersebut adalah menggelapkan, maka sesuai benarlah
ayat ini "Gelap di atas gelap" (Zulumaatun Ba’dhuha Fauqa Ba’dhin) . Ini
adalah kerana perkara-perkara tersebut menutup jiwa daripada mendapat ilmu
tentang perkara-perkara yang dekat; apatah lagi yang jauh. Ianya mendinding
orang-orang kafir daripada mengetahui apa yang dibawa oleh Nabi, meskipun
mereka sangat hampir dan boleh dipandang. Sesuai benarlah dikatakan
"Jika seseorang menghulurkan tangannya, tidaklah
kelihatan tangan itu"20

Kesimpulannya, semua cahaya-cahaya ini berpunca dan berasal dari Yang Maha
Esa, maka sewajarnyalah tiap-tiap orang yang mengakui dan beriman dengan
kalimah tauhid mempercayai bahawa,
"Sesungguhnya barangsiapa yang Allah tidak berikan
cahaya, maka tidaklah ada cahaya baginya".21

BAHAGIAN KETIGA

PENERANGAN TENTANG PERUMPAMAAN HADIS 70,000 HIJAB

"Allah mempunyai tujuh puluh ribu hijab (tabir) cahaya dan
gelap. Sekiranya Ia membuka hijab itu, maka keagunganNya pasti
akan menghancurkan sesiapa yang mengenalinya dengan
pandangan".22
Sesungguhnya Allah itu tidak tidur dan tidak sepatutnya Ia
tidur. Dialah yang meringan dan memberatkan timbangan.

Dia mengangkatkan kepadaNya amalan pada waktu
malam sebelum amalan siang, dan amalan pada waktu
siang sebelum malam. HijabNya itu cahaya dan sekiranya
Ia membuka hijab itu, maka keagunganNya pasti akan
menghancurkan sesiapa yang mengenaliNya dengan
pandangan daripada sekelian ciptaanNya.23
Ada tiga jenis hijab yang ada pada manusia iaitu :
1. Gelap keseluruhannya
2. Campuran gelap dengan cahaya
3. Cahaya keseluruhannya

1 Gelap Keseluruhannya

Bahagian pertama ialah mereka yang terhijab atau terdinding oleh gelap yang
sebenarnya. Mereka ini ialah orang yang tidak percaya dengan Allah dan hari
kemudian. Inilah orang "yang kasih kepada kehidupan dunia ini lebih daripada
kehidupan akhirat" kerana mereka tidak percaya dengan apa yang akan datang
kemudian.
Mereka ini pula terbahagi kepada beberapa pecahan.
1 Mereka yang hendak mencari sebab terhadap kehidupan di dunia ini dan
mereka jadikan alam nyata ini sebagai sebab. Tetapi alam nyata ini ialah satu
sifat yang ada pada benda-benda. Ianya pula adalah gelap kerana ia;
􀁸Tidak ada ilmu pengetahuan,
􀁸Tidak ada pandangan,
􀁸Tidak ada kesedaran terhadap diri sendiri,
􀁸Tidak ada kesedaran terhadap yang lain,
􀁸Tidak ada cahaya pandangan melalui perantaraan mata.
2 Mereka yang dipengaruhi oleh kepentingan diri sendiri dan tidak mahu
mengetahui tujuan hidup ini. Mereka hidup seperti kehidupan binatang. Hijab
ini ialah diri mereka sendiri (self-centered ego) dan hawa nafsu gelap mereka
itu. Tidak ada gelap yang lebih gelap daripada penghambaan kepada dorongan
diri sendiri dan cinta diri sendiri. Firman Allah :

"Tidakkah engkau perhatikan orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya?" 24
Sabda Nabi Muhammmad saw :
"Mempertuhankan hawa nafsu adalah penyembahan yang
paling dibenci oleh Allah". 25
Bahagian yang kedua ini terbahagi lagi kepada beberapa pecahan iaitu :
1 Manusia yang menganggap dan berkeyakinan bahawa matlamat atau
tujuan akhir hidup di dunia ini ialah untuk memuaskan hawa nafsu
kebinatangan mereka sahaja, sama ada berkenaan dengan jantina, atau
makan-minum atau pun pakaian. Inilah hamba nafsu. Hawa nafsu itulah
Tuhan mereka. Mereka percaya bahawa dengan memuaskan nafsu itu,
mereka akan mendapat kebahagiaan. Inilah manusia yang merendahkan
martabat mereka lebih rendah daripada martabat binatang. Adakah sesuatu
yang lebih gelap daripada ini????. Inilah orang yang dihijab sebenarnya.
2 Manusia yang menganggap matlamat akhir hidup ini ialah menakluk dan
menguasai, seperti membunuh dan merampas. Mereka itu ialah orangorang
yang jahil. Hijab pada mereka ialah sifat-sifat ganas dan garang. Sifatsifat
ini menguasai mereka. Mereka berasa senang hati dengan sifat-sifat
mereka itu. Inilah orang-orang yang bersifat binatang. Mereka merendahkan
martabat kemanusian mereka itu lebih rendah lagi daripada binatang.
3 Manusia ialah yang menganggap matlamat akhir hidup ini ialah
kekayaan harta benda kerana kekayaan ini adalah alat untuk memuaskan
tiap-tiap nafsu syahwat mereka. Mereka menghabiskan masa muda dan
tenaga mereka dengan memperbanyakkan dan mengumpul harta kekayaan
,wang ringgit, emas dan perak, tanah dan rumah yang indah, gedunggedung
besar dan lain-lain lagi. Mereka mengumpul dan menyimpan wang

ringgit sebanyak-banyaknya. Mereka bertungkus lumus siang dan malam di
mana sahaja untuk memperbanyakkan harta dengan sepuas-puasnya. Apa
yang ada itu nampak sedikit dan mereka terus mencari lagi tanpa berhenti
dan berpuas hati. Inilah orang-orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah
saw :
"Orang malang, hamba orang!!!, orang malang, hamba
emas!!".
Adakah gelap yang lebih gelap daripada ini?" Mereka telah dibutakan oleh
emas dan perak. Mereka tidak sedar bahawa emas dan perak itu adalah jenis
logam yang tidak berguna jika semata-mata untuknya sahaja. Logam yang
tidak lebih daripada batu-batu atau logam lainnya. Emas dan perak hanya
bernilai jika ia dijadikan alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang berfaedah
dan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang berguna.
4 Manusia yang menganggap bahawa kebahagiaan itu ialah dengan
mencapai kemasyhuran diri, mencari "nama" dan memperluaskan pengaruh
sehingga ramai orang yang menjadi pengikutnya serta menyanjungnya.
Mereka sentiasa berlagak dan melihat bayangan dirinya dalam cermin. Ada
yang mencurahkan wang ringgitnya membeli pakaiannya yang indah-indah
sampai baik dipandang orang dan disaksikan kecantikannya itu, meskipun
ia menderita kekurangan dan dapur tidak berasap di rumahnya.
Allah swt berfirman :
“Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung mereka
ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya
kepada kegelapan”26

2 Campuran Gelap Dengan Cahaya

Mereka ini terbahagi kepada tiga jenis iaitu;
1. Terhijab Oleh Pancaindera
2. Gelapnya Berpunca Dari Khayalan
3. Gelapnya Berpunca Dari Logik Akal Yang Palsu.

1 Terhijab Oleh Pancaindera

Mereka ini ialah orang-orang yang telah melangkah sempadan
mempertuhankan diri sendiri, yang mana itu adalah sifat orang-orang yang
dalam golongan pertama yang telah tersebut dahulu kerana mereka
mempertuhankan kepada sesuatu yang di luar diri mereka, dan ada sedikit
keinginan untuk mengetahui Tuhan.
􀁸Peringkat pertama terdiri daripada mereka yang menyembah berhala.
􀁸Peringkat akhir terdiri daripada mereka yang menduakan Tuhan.
􀁸Antara kedua-kedua peringkat tersebut, ada peringkat-peringkat lain
lagi.

2 Gelapnya Berpunca Dari Khayalan

Mereka ini melangkah dari sempadan pancaindera kerana mereka sedar adanya
sesuatu di sebalik objek-objek pancaindera. Tetapi golongan ini tidak dapat
melangkah lebih dari sempadan khayalan. Oleh itu, mereka sembah sesuatu
yang benar-benar duduk di atas kursi singgahsana.

3 Gelapnya Berpunca Daripada Logik Akal Yang Palsu

Mereka ini menyembah tuhan "yang mendengar, melihat, dan berilmu,
berkuasa, berkehendak dan hidup", dan melampaui semua arah termasuk arah
ke atas. Tetapi konsep mereka tentang sifat-sifat ini diserupakan dengan sifatsifat
mereka sendiri, hingga ada mereka berpendapat bahawa perkataan
(KALAM) Tuhan itu ialah berhuruf dan berbunyi, seperti manusia juga.
Sementara yang lain pula lebih maju lagi ke depan. Kata mereka; "Sebenarnya
seperti kalam fikiran kita, iaitu tidak berbunyi dan tidak berhuruf". Oleh itu,
apabila mereka dicabar untuk menunjukkan bahawa Allah itu benar-benar
"mendengar, melihat, hidup dan lain-lain", maka penjelasan mereka seolaholah
menyifatkan tuhan itu sebagai manusia, meskipun mereka menafikannya.
Ini adalah kerana mereka tidak dapat memahami apakah sebenarnya maksud
pendapat tentang Sifat Allah itu. Mereka berkata bahawa berkenaan dengan
Iradat atau Kehendak Allah itu, adalah ianya bergantung atau berkaitan,
seperti kehendak atau iradat manusia juga, berkehendak kepada sesuatu dan
bertujuan. Semua pendapat-pendapat ini sudah terkenal dan termasyhur dan
kita tidak perlu bicara tentang perkara ini dengan panjang lebar. Mereka ini
terhijab oleh beberapa cahaya Ketuhanan dan bercampur dengan kegelapan
logik akal palsu. Semua yang tersebut itu adalah golongan bagi bahagian kedua
yang terdiri daripada hijab gelap bercampur cahaya.

Golongan yang terakhir yang disebutkan oleh Imam Ghazali di atas banyak
terdapat dalam masyarakat kita akhir-akhir ini. Walaupun mereka bertuhankan
Allah dan mengakui kerasulan Nabi, namun mereka jahil dengan pendapatpendapat
yang berkaitan sifat-sifat Ketuhanan Yang Maha suci lagi Maha
Sempurna. Biasanya golongan yang tersasar ini adalah dari golongan mereka
yang
􀁸Hanya berpandukan kepada Al-Quran dan Hadis semata-mata dengan
menolak mazhab-mazhab atau pendangan ulama-ulama yang
Muktabar,
􀁸Hanya berpandukan kepada Al-Quran semata-mata,
􀁸Menafikan Kefarduan Mempelajari Ilmu Usuluddin atau Ilmu Tauhid,
􀁸Hanya bertaklid kepada warisan keluarga semata-mata.

PEMBAHAGIAN NUR

Menurut pembahagian, nur itu terbagi kepada dua iaitu:

Nur Hissi (Zahir)

Iaitu cahaya yang kita melihat sesuatu dengan mata kepala kita seperti cahaya
sinaran matahari yang memberi kita cahaya terang diwaktu siang.

Nur Ma’nawi (Bathin)

Iaitu cahaya yang kita melihat dengan mata hati terhadap sesuatu yang ghaib
atau memahami sesuatu hakikat atau pengertian.
Nur Batin ini terbagi pula kepada 8 jenis, iaitu:

Nur Al-Iman


Cahaya keimanan iaitu cahaya sejati yang dapat menembusi segala kegelapan
dimana akan ternyata keagungan dan keesaan Allah s.w.t menyinari hati insan.

Nur Al-Qalb


Cahaya hati iaitu cahaya yang wujud dengan sempurna dengan memperoleh
sinaran cahaya daripada nur Al-Iman.

Nur Ar-Ruh

Cahaya Ruh (jiwa) iaitu cahaya yang diperoleh dengan sebab kepatuhan yang
sungguh-sungguh kepada Allah dan menyucikan peribadi dari perlakuan liar
dan adat resam yang merugikan sehingga ruhnya dapat berhubung dengan alam
malaikat.

Nur An-Nafs

Cahaya peribadi yang wujud dengan sempurna berikutan dengan memperoleh
sinaran dari pada Nur Ar-Ruh.

Nur As-Sirr

Cahaya rahsia yang diperoleh dengan mengenal Allah dengan sebenar-benar
pengenalan yang diikuti dengan hubungan kepada Maha Pencipta tanpa
selainNya sehingga dapat menyaksikan keajaiban kebesaran Ilahi di Alam
Malakut dan Alam Mulk dan Syahada.

Nur Al-Aql

Cahaya akal yang wujud dengan sempurna dengan memperoleh sinaran cahaya
daripada Nur As-Sirr.
Nur Al-Qur’an

Cahaya Qur’an yang merupakan Nur Allah s.w.t. yang berhubung rapat dengan
DzatNya Yang Maha Tinggi. Hakikat Nur ini adalah diserahkan kepada Allah.
Hanya diketahui bahwa nur inilah yang menimbulkan Nur As-Sirr dan nur yang
lain.

Nur Al-Kasyaf

Cahaya singkapan iaitu Nur Al-Qur’an yang merupakan nur yang paling tinggi
dan mamberi kesan yang istimewa. Nur ini dapat menggilapkan cermin hati
para insan dengan membaca ayat-ayat suci,dzikrullah
(takbir,tahmid,tasbih,taqdis dan lain-lain); juga dengan memakan makanan yang
halal, berlaku ikhlas, berpuasa meninggalkan sesuatu yang memesongkan,
sentiasa membersihkan diri dan peribadi dengan mengekalkan wudhu’ dan
menjaga segala waktu untuk ketaatan dan berbakti kepada Allah s.w.t.
Firman Allah swt :
Wahai manusia se,sungguhnya telah datang kepadamu bukti
kebenaran dari tuhanmu (nabi Muhammad dan mujizatnya); dan
kami telah menurunkan kepadamu satu cahaya (Al-Qur’an) yang
terang benderang.27􀁇
Menurut golongan Sufi bahwa nur ini memungkinkan mengangkat pandangan
basirah kepada ‘Arasy dan Kursi dan menyaksikan segala nur-nur yang indah
hingga terbuka segala rahsia-rahsia alam dan bermacam-macam rupa alam
ghaib.
Nur inilah yang menyelubungi peribadi Nabi Muhammad s.a.w sehingga beliau
dapat memandang atau mengetahui sesuatu dengan izin Allah. Dikala beliau
pulang dari pengembaraan Isra’ dan Mi’raj, orang-orang kafir mengerumuni
beliau bagi menguji kebenaran pelajarannya. Mereka menanyakan sifat-sifat
masjid Al-Aqsa dengan terang, tetapi pertanyaan itu dapat dijawab oleh nabi
dengan tepat sehingga segolongan manusia merasa hairan dan kagum lalu
mempercayai kebenaran Nabi s.a.w.
Nur inilah yang membukakan pandangan kepada Khalifah Umar b.Al-Khattaab
yang berada di kota Madinah dapat melihat daerah Nahawand dan melihat
panglima dan tentara-tentara Islam yang sedang berjuang menyerang tenteratentera
Parsi dibawah raja Yazdajird III dimana beliau mengeluarkan perintah
menggempur musuh dengan hebat. Suara Umar didengar pula oleh panglima
Hudzaifah Al-Yaman sehingga beliau berjaya menumpaskan mereka.
Pada suatu masa ditanyakan Rasulullah s.a.w. dengan pertanyaan: "Apakah Nur
itu?"

Beliau menjawab: "Apabila nur itu memasuki hati maka lega dan lapanglah hati
itu." Kemudian ditanyakan lagi: "Bagaimanakah tandanya?" Sabdanya: "Hati itu
tidak lupakan perkembaliannya ke Darul Khuld (negeri Akhirat) Dia tidaklah
bermasyghul (berleka-leka) dengan keduniaan kerana dunia ini adalah tempat
perayaan (dan Percubaan).Hati itu selalu mengingati kematian sebelum tibanya
kematian itu."
Abdullah b. Mas’ud pernah berkata:
Ilmu itu diperoleh bukanlah kerana semata-mata banyak riwayat
(sumber biasa), tetapi dia hanya diperoleh dengan nur yang
dicampakkan Allah ke dalam hati seseorang.

MAKRIFATULLAH

Allah berfirman tentang ibadat:
“Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk
mengabdikan diri kepadaKu”.28
Dalam lain perkataan, ‘mereka diciptakan supaya mengenali Daku’. Jika
seseorang tidak mengenaliNya bagaimana dia boleh memujiNya dengan
sebenar-benarnya, meminta pertolonganNya dan berkhidmat kepadaNya?
Makrifat yang diperlukan bagi mengenaliNya boleh dicapai dengan menyingkap
tabir hitam yang menutupi cermin hati seseorang, menyucikannya sehingga
bersih dan menggilapkannya sehingga bercahaya. Kemudian perbendaharaan
keindahan yang tersembunyi akan memancar pada rahsia cermin hati.
Allah Yang Maha Tinggi telah berfirman melalui rasulNya:
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku ingin
dikenali, lalu Aku ciptakan makhluk supaya Aku dikenali”. 29
Tujuan suci diciptakan manusia ialah supaya mereka mengenali Allah,
memperolehi makrifat.
Ada dua peringkat makrifat yang suci. Seseorang itu perlu mengenali sifat-sifat
Allah dan dalil-dalil yang menjadi kenyataan atau penzahiran bagi sifat-sifat
tersebut. Satu lagi ialah mengenali Zat Allah. Di dalam mengenali sifat-sifat
Allah manusia secara zahirnya dapat menikmati kedua-duanya iaitu dunia dan
akhirat. Makrifat yang memimpin kepada Zat Allah tidak diperolehi dengan diri
zahir manusia. Ia terjadi di dalam jiwa atau ruh suci manusia yang berada di
dalam dirinya yang zahir ini.
“Dan Kami telah perkuatkan dia (Isa) dengan ruh kudus”.30
Orang yang mengenali Zat Allah menemui kuasa ini melalui ruh kudus (suci)
yang dikurniakan kepada mereka.
Kedua-dua makrifat tersebut diperolehi dengan hikmah kebijaksanaan yang
mempunyai dua aspek; hikmah kebijaksanaan kerohanian yang di dalam dan
pengetahuan zahir tentang benda-benda nyata. Kedua-duanya diperlukan untuk
mendapatkaan kebaikan. Nabi s.a.w bersabda, “Pengetahuan ada dua bahagian.
Satu pada lidah yang menjadi dalil tentang kewujudan Allah, satu lagi di dalam
hati manusia. Inilah yang diperlukan bagi melaksanakan harapan kita”.
Allah berfirman:
“Barangsiapa berharap menemui Tuhannya, hendaklah dia
mengerjakan amal salih dan janganlah dia mempersekutukan
sesuatu dengan Allah dalam ibadatnya kepada Tuhannya”.31

Apa yang dihuraikan sebagai daerah makrifat itu adalah tahap penghabisan bagi
daerah kejadian yang pertama. Ia adalah permulaan dan merupakan rumah
yang setiap orang kembali ke sana. Di samalah ruh suci dijadikan. Apa yang
dimaksudkan dengan ruh suci adalah ruh insan. Ia dijadikan dalam bentuk yang
paling baik.
Kebenaran atau hakikat tersebut telah ditanam di tengah-tengah hati sebagai
amanah Allah, diamanahkan kepada manusia agar disimpan dengan selamat. Ia
bangkit dan menyata melalui taubat yang sungguh-sungguh dan usaha sebenar
mempelajari agama. Keindahannya akan memancar ke permukaan apabila
seseorang itu mengingati Allah terus menerus, mengulangi kalimah “La Ilaha
Illallah”. Pada mulanya kalimah ini diucapkan dengan lidah. Bila hati sudah
hidup ia diucapkan di dalam, dengan hati.
PERTEMUAN DENGAN ALLAH SWT DI AKHIRAT
Melihat Allah ada dua jenis: Pertama melihat sifat keindahan Allah yang
sempurna secara langsung di akhirat’ dan satu lagi melihat sifat-sifat ketuhanan
yang dipancarkan ke atas cermin yang jernih kepunyaan hati yang tulen di
dalam kehidupan ini. Dalam hal tersebut penyaksian kelihatan sebagai
penzahiran cahaya keluar daripada keindahan Allah yang sempurna dan dilihat
oleh mata hati yang hakiki.
“Hati tidak menafikan apa yang dia lihat”.32
Mengenai melihat kenyataan Allah melalui perantaraan, Nabi s.a.w bersabda,
“Yang beriman adalah cermin kepada yang beriman”. Yang beriman yang pertama,
cermin dalam ayat ini, adalah hati yang beriman yang suci murni, sementara
yang beriman kedua adalah Yang Melihat bayanganNya di dalam cermin itu,
Allah Yang Maha Tinggi. Sesiapa yang sampai kepada makam melihat
kenyataan sifat Allah di dalam dunia ini akan melihat Zat Allah di akhirat, tanpa
rupa tanpa bentuk.
Kenyataan ini disahkan oleh Saidina Umar r.a dengan katanya,
“Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku”.
Saidina Ali r.a berkata,
“Aku tidak menyembah Allah kecuali aku melihatNya”.
Mereka berdua tentu telah melihat sifat-sifat Allah dalam kenyataan. Jika
seseorang melihat cahaya matahari masuk melalui jendela dan dia berkata, “Aku
melihat matahari”, dia bercakap benar.
Allah swt boleh dikenali di dalam dunia ini melalui sifat-sifatNya. Tetapi untuk
melihat dan mengenali ZatNya sendiri hanyalah boleh terjadi di akhirat. Di sana
melihat Allah adalah secara langsung sebagaimana yang Dia kehendaki dan
yang melihatnya adalah mata bagi hati.
“Beberapa muka pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya
mereka melihat”.33
Nabi s.a.w bersabda :
“Aku melihat Tuhanku di dalam rupa jejaka tampan”34
Mungkin ini adalah bayangan bagi hati. Bayangan adalah cermin. Ia menjadi alat
untuk menzahirkan yang ghaib. Hakikat Allah Yang Maha Tinggi tidak
menyerupai sesuatu samada bayangan atau bentuk. Bayangan adalah cermin,
walaupun yang kelihatan bukanlah cermin dan bukan juga orang yang melihat
ke dalam cermin. Fikirkan tentang itu dan cubalah memahaminya kerana ia
adalah hakikat kepada alam rahsia-rahsia.
Tetapi semuanya berlaku pada makam sifat. Pada makam Zat semua kenyataan
hilang, lenyap. Orang yang di dalam makam Zat itu sendiri lenyap tetapi mereka
merasai zat itu dan tiada yang lain.


DOA NUR

Pertama

Rasulullah saw apabila bangun dari tidurnya, maka ia berdoa dengan membaca :
Ya Allah, segala puji bagiMu. Engkaulah cahaya bagi sekelian langit dan bumi
dan segala yang berada di dalamnya. Segala puji bagiMu Engkaulah yang
menerangi langit dan bumi dan segala yang berada di dalamnya. Segala puji
bagiMu engkaulah yang berkuasa bagi langit dan bumi dan segala yang berada
di dalamnya. BagiMu segala puji tiada Tuhan melainkan Engkau. JanjiMu itu
benar, pertemuan denganMu itu benar, syurga itu benar, para nabi utusanMu itu
benar dan Nabi Muhammad saw itu benar.

Kedua

Ya Allah, Engkaulah cahaya. Engkau telah menerangi langit dan bumi dengan
cahaya petunjukMu dengan ghaib pada zat mereka atas ketauhidan kepadaMu
dan pengenalan padaMu. Maka Engkaulah cahaya yang nyata, Yang memberi
petunjuk, Yang Gagah lagi Perkasa. CahayaMu tiada yang dapat menyerupai
pada sekelian alam. Zat kewujudanMu itu tetap dan tiada sesuatu yang dapat
menyerupai dan bersekutu denganMu.

Ketiga

Ya Allah, terangilah diriku dengan cahaya sifatMu yang terang benderang, dan
dengan zatMu yang suci dari segala penyucian, yang terpelihara, yang bebas
dari segala penyerupaan, dan keluasan ilmuMu yang maha meliputi segala
sesuatu dan kewujudan. Zahirkanlah pada hatiku dari cahayaMu yang
melenyapkan dengannya segala mata kegelapan alam ini dan cahaya yang
melenyapkan dariku hijab-hijab kemanusiaan, dan menghilangkan dariku segala
kehendak-kehendak kemanusiaan untuk mefana’kan diriku pada diriMu dan
bagi mendapatkan cahaya petunjukMu. Sesungguhnya Engkaulah Allah Tuhan
yang Bercahaya, terangilah diriku dengan cahayaMu wahai Cahaya.

Keempat

Ya Allah, terangilah daku dengan cahayaMu. Ya Allah, wujudkanlah cahaya
pada hatiku, pada anggotaku, pada darahku, pada tulangku, pada rambutku,
pada jasadku, dan cahaya pada kananku, cahaya pada kiriku, cahaya dari
bawahku, cahaya dari atasku yang meliputi diriku wahai Cahaya dari sekelian
cahaya.
no image

Orientalisme

PROPAGANDA MUSUH ISLAM
DR. ‘Abdul Mun’im Hasanain

MUQADDIMAH
Orientalisme adalah suatu gerakan yang timbul di
zaman modern, pada bentuk lahirnya bersifat
ilmiyah, yang meneliti dan memperdalam masalah
ketimuran. Tetapi di balik penelitian masalah ketimuran itu
mereka berusaha memalingkan masyarakat Timur dari
Kebudayaan Timurnya, berpindah mengikuti keinginan aliran
Kebudayaan Barat yang sesat dan menyesatkan.
Orientalis, adalah kumpulan Sarjana-sarjana Barat, Yahudi,
Kristen, Atheis dan lain-lain, yang mendalami bahasa-bahasa
Timur (bahasa Arab, Persi, Ibrani, Suryani dan lain-lain),
terutama mempelajari bahasa Arab secara mendalam. Studi
ini mereka gunakan untuk memasukkan ide-ide dan fahamfaham
yang bathil ke dalam ajaran Islam, agar aqidah, ajaran
dan Da’wah Islam merosot, berkurang pengaruhnya terhadap
masyarakat, tak berbekas dalam kehidupan, tidak mampu
mengangkat derajat kemanusiaan, tidak berperan lagi untuk
melepaskan manusia dari perhambaan pada makhluk, dan
tujuan Islam tak kunjung tercapai dalam mengeluarkan
manusia dari kegelapan-kegelapan (Zhulumaat: kufur, syirik,
fasik, lemah, bodoh, tertindas, miskin, dijajah, dianiaya, dan
dalam keadaan terbelakang dalam segala bidang) menuju An
Nur (kebalikan dari Zhulumaat, yaitu bertauhid, iman, kuat,
O
pintar, cerdas, adil, aman, makmur, maju dan lain
sebagainya).
Seperti kita ketahui, bahwa segala tipu daya dan kebatilan
yang mereka resapkan sedikit demi sedikit telah masuk ke
dalam kebudayaan Islam dan berakibat mengurangi peranan
Islam dalam penyiaran ilmu pengetahuan yang telah
membawa Eropa dari zaman pertengahan (masa kebodohan
dan kegelapan) ke masa kejayaan masa modern
(renaissance yang sekarang telah menjadi kebanggaan para
Sarjana Barat).
Pihak Orientalisme berusaha keras menyerang Islam, dan
menggerogoti dakwahnya, sebab mereka tidak mampu
melepaskan diri dari pengaruh nafsu hendak memusuhi Islam
yang mereka warisi. Usaha mereka itu tidak saja secara
sembunyi-sembunyi dan menaburkan benih-benih keraguraguan
terhadap sumber Islam, memasukkan kebatilankebatilan
ke dalam ajaran syari’at, menggiring ummat Islam
ke dalam aliran fikiran yang sesat, dan menyerang bahasa
Arab (bahasa al-Qur’an), tapi juga terang-terangan
membantu propaganda gerakan yang berselubung di bawah
nama Islam yang menyesatkan.
Juga para Orientalis memonopoli semua mass media, yang
digunakan untuk membinasakan dan menjauhkan ummat
Islam dari agamanya, bahkan merusakkan putera-puteri
Muslim yang belajar di sekolah-sekolah dan di negeri mereka.
Di bawah ini akan kita uraikan bahaya Orientalisme ini,
tujuannya dalam memerangi Islam dan menggerogoti
Da’wah, alat yang dipergunakannya dalam usaha mereka
baik yang nyata maupun yang tersembunyi, usaha dan
langkah yang perlu kita lakukan untuk melegaskan bahaya,
serta tangkisan kita terhadap tipu daya musuh-musuh Islam
dan lain-lainnya.
1. Timbulnya Orientalisme.
Salahlah orang yang berpendapat bahwa Orientalisme
merupakan gerakan ilmiyah yang tujuannya hanya
memperdalam masalah ketimuran saja (kepercayaan, adat
dan peradabannya). Sebenamya Orientalisme hakekat dan
kenyataannya adalah alat Penjajah; tujuan Orientalisme ini
ialah: memakai dan mempergunakan penelitian masalah
ketimuran sebagai langkah untuk menyerang/memerangi
Islam, menimbulkan rasa keragu-raguan terhadap sumbersumber
Islam agar ummat Islam berpaling dari agamanya,
agar ummat Islam jangan sampai pada kemuliaan dan
kekuatannya, tetapi hanya selalu mengekor kepada Barat,
dan selalu taqlid, masa bodoh dan apatis, melihat segala
macam jenis kejahatan dan kemerosotan di negeri mereka.

Orientalisme ini hakekatnya adalah lanjutan dari perang Salib
melawan Islam, sebab sebenarnya perang Salib ini belum
berhenti, tetapi hanya mengambil bentuk dan warna yang
berbeda, di antaranya Orientalis.
Orientalis muncul dengan kedok sebagai para ahli untuk
mengadakan riset dan survey tentang sesuatu bidang ilmu
pengetahuan dengan maksud tertentu untuk memasukkan
berbaga macam fitnah, menebarkan isue-isue; melampiaskan
segala isi hatinya dan kedengkiannya terhadap Islam, dan
menulisi Islam dengan pena yang beracun.
Para Orientalis terang-terangan menolak sistim ilmu Islam
yang asli. Ini berakibat menyimpangnya ummat dari hakekat
kebenaran, dan meninggalkan hukum Islam. Orientalis tidak
mungkin membiarkan Islam terlaksana di tengah-tengah
masyarakat.
Para Orientalis adalah antek-antek penjajah Barat terhadap
Negeri-negeri Timur dan Negeri Islam, karena gerakan
Orientalis ini adalah lanjutan dari Perang Salib dalam bentuk
yang lain.
Gerakan Orientalis berkembang pesat dan sudah sampai
berlanjut selama dua abad, perubahan yang bergerak
sebagai salah satu bentuk penjajahan.

Asal kata Orientalisme bahasa Arabnya al istisyraaq,
mashdar fiil: Istasyraqa. Artinya, mengarah ke Timur dan
memakai pakaian masyarakatnya.
Para Orientalis (al Mustasyriqun) mendalami bahasa-bahasa
Timur sebagai langkah untuk mengarah ke sana. Masingmasingnya
mempelajari satu bahasa atau bermacam-macam
bahasa Timur, seperti bahasa Arab, bahasa Parsi, bahasa
Ibrani, bahasa Urdu, Suryani, Indonesia, Melayu, Cina dan
lain-lain. Sesudah itu mereka mempelajari bermacam-macam
ilmu pengetahuan, kesenian, adab/sastra, kepercayaan
masyarakat yang mempunyai bahasa tersebut di atas dan
lain-lainnya. Bahasa Arablah yang menjadi sasaran utama
dari tujuan para Orientalis ini.
Memang para Orientalis sudah banyak yang mempelajari
bahasa Arab, dan menjadi spesialis dalam ilmu bahasa,
seperti ahli Nahwu, ahli Sharaf, ahli Sastra (Adab) dan ahli
Balaghah. Kemudian mereka mulai menjurus pada ilmu-ilmu
Islamiyah, seperti: Aqidah, Syari’ah dan lain-lain, dan
seterusnya menambah Aqidah dan Syari’ah yang murni itu
dengan kebatilan-kebatilan untuk mengaburkan hakekat
Islam dan memalingkan ummat dari agamanya yang
menunjukinya ke jalan kemajuan dan kemuliaan. Tujuan
tersebut telah terlaksana dan mempengaruhi kebudayaan
negeri-negeri Islam.

Bukti yang paling jelas mengenai hubungan Orientalisme
dengan penjajahan yaitu bahwa pasaran Orientalisme sangat
pesat di Eropa, Amerika dan negara-negara yang ada
kepentingannya dengan negara Timur umumnya dan negaranegara
Islam pada khususnya. Kesempatan yang lebih luas
lagi bagi Orientalisme di negara-negara jajahan digunakan
untuk mengendalikan peperangan di negara-negara Timur
dalam segala bentuknya, yang dikenal di zaman modern,
baik perang bersenjata (militer) maupun perang ekonomi,
politik atau kebudayaan atau perang fikiran. Bahkan hampir
tidak terdapat kedutaan-kedutaan Negara-negara Penjajah di
negeri-negeri Timur dan negara-negara Islam yang tidak ada
di dalamnya. Orientalis yang menduduki posisi/jabatanjabatan
strategis pada kedutaan itu, baik diplomat atau
pegawai biasa.
Sesungguhnya ikatan Orientalisme dengan penjajah dan
antek-anteknya menjadikan Orientalisme selalu
meningkatkan usahanya dalam menyesatkan Islam dan
menggerogoti Da’wah Islamiyah. Mereka menggunakan
semua alat, dalam penyesatan tersebut, sebab agama yang
maha suci inilah satu-satunya penghalang yang tangguh
dalam menghadapi penjajahan dan perhambaan kepada
selain Allah.
Para Orientalis mengetahui betul dalam penelitiannya

terhadap Islam bahwa aqidah Islam menanamkan dasardasar
yang kokoh sesuai dengan fitrah kemanusiaan, umum
dan logis, sesuai dengan akal yang lempang, serta teksnya
(nash-nash) yang tegas, di mana tidak memungkinkan bagi
akal (otak) para ahli fikir dan filsuf untuk membatalkan pokok
yang satu ini dari sumbernya, apabila mereka sudah terbiasa
dengan manhaj ilmu yang benar. Justru karena itu sejak
dahulu, sejak timbulnya, Orientalisme selalu menanamkan
bibit-bibit penyelewengan terhadap Da’wah Islam dengan
memasukkan kebatilan-kebatilan, dengan kedok penelitian
dan pembahasan ilmiyah yang berselubung.
Dengan demikian nyatalah bahwa Orientalisme merupakah
pelindung musuh-musuh Islam, Penjajah, Atheis, Zionis dan
lain-lain. Di balik nama Orientalisme ini bernaung apa yang
dikatakan penganut faham Komunis yang berbahaya dan
merusak itu, dan para penyokong aliran-aliran atheisme di
zaman modern. Mereka menghimpun segala kemarahan dan
kebencian terhadap Islam; lantaran Islam itu berasaskan
Tauhid dan merupakan Risalah Ilahiyah yang bertitik tolak
dan memusatkan segala-galanya kepada Allah. Semua Rasul
Allah selalu memulai Da’wahnya terhadap kaum/ummatnya
dengan perkataan: Sembahlah olehmu Tuhan-mu; tak ada
Tuhan selain Dia.
Agama adalah fitrah yang diberikan Allah kepada manusia,

yang hakekat fitrah manusia pun sesuai dengan agama itu,
dan Tauhid yang sangat sesuai dengan jiwa manusia; hanya
Iblis dan Syaithanlah yang memalingkan dan mempengaruhi
manusia kepada penyembahan thaghut, patung, batu,
syaithan, api, kuasa manusia, dan lain-lain.
Aqidah Islam adalah aqidah yang jelas dan tegas, jauh dari
keraguan dan sangkaan serta khayalan (imaginasi). Dengan
aqidah yang betul, manusia mampu mengendalikan hawa
nafsunya; dan aqidah inilah yang diperkokoh oleh akal
supaya tetap baik dan sampai pada hakekat yang
sebenamya.
Dengan begitu jelaslah bahwa Orientalisme adalah alat yang
dipakai oleh musuh-musuh Islam yang ingin merusak dan
menggerogoti Da’wah dan ajaran Islam yang sangat sesuai
dengan fitrah manusia tersebut.
Para Orientalis berusaha keras memerangi Islam dengan
segala cara, gaya dan dayanya dan dengan berbagai bentuk;
karena tujuan mereka terang-terangan anti dan ingin
menghancurkan Islam itu sendiri. Syukur, Allah selalu
melindungi ummat Islam dan menenangkan ummat Islam,
betapapun benci dan lihainya orang kafir.

2. Usaha Orientalisme Dalam Memerangi Islam Dengan
Bersenjatakan Ilmu.
Para Da i dan Ummat Islam yang antusias terhadap Da’wah
Islamiyah patut sekali mengetahui dan mendalami usahausaha
yang dilakukan oleh para Orientalis dalam memerangi
Islam sebab mereka itu hakekatnya adalah musuh Islam yang
paling keras.
Mereka (Orientalis) menjadikan ilmu sebagai alat untuk
menggerogoti Da’wah Islam dan bersembunyi di balik
topeng-topeng pembahasan dan penelitian ilmiyah.
Sebenarnya mereka itu memasukkan bibit-bibit (benih-benih)
kebatilan terutama sekali ke dalam Syari’ah Islamiyah,
masalah-masalah Fiqih, muamallah dan lain-lain, di mana
dengan sengaja mereka membikin hal-hal yang menyesatkan
terhadap Angkatan Muda Islam, yang belajar kepada mereka,
memantapkan serta memberikan hal-hal yang membuat
orang bungkem dan merasa cukup terhadap fikiran-fikiran
yang merusak dan berbahaya, dan menarik secara halus
agar para mahasiswa yang Belajar dengan Orientalis dan
yang belajar di negara-negara tersebut (Barat) bergabung
dengan mereka (Orientalis) dalam merusak dan mencari-cari
kejelekan Islam, tanpa mereka sadari.
Bahkan ada Universitas Orientalis yang mensyaratkan

adanya kemampuan mahasiswanya untuk menjelaskan
kejelekan Islam bila mereka hendak mendapat degree
kesarjanaan. Adapun tulisan-tulisan para Orientalis yang
berkenaan dengan Risalah Islamiyah, Rasul-rasul lain-lain,
tegas-tegas membongkar rahasia kebenciannya yang
terpendam terhadap Islam.
Salah satu contoh dapat kita kemukakan di sini, yaitu apa
yang ditulis oleh salah seorang Orientalis yang bernama
Goldziher (Buku-buku karangan Goldziher ini di zaman
Belanda dijadikan standard pengetahuan agama di Fakultasfakultas
Hukum). Untuk mengetahui maksud jahat mereka
dan peranannya dalam menindas Islam dan menggerogoti
Da’wah Islamiyah dengan menggunakan ILMU sebagai alat
dalam mencapai tujuannya.
Orientalis tersebut mengatakan dalam buku yang dikarang
oleh Goldziher, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
oleh Dr. M. Yusuf Musa dkk, berjudul AL AQIDAH WAS
SYARI’AH FIL ISLAM, halaman 15, berbunyi:
Maka pemberitaan-pemberitaan kegembiraan oleh Nabi Arab
itu bukanlah suatu yang baru, melainkan hanya merupakan
kutipan-kutipan yang diambilnya dari pengetahuanpengetahuan
dan pokok-pokok fikiran agama-agama yang
diketahuinya atau diperolehnya akibat hubungannya dengan
tokoh-tokoh Yahudi atau Kristen dan lain-lain. Hal itulah yang

berbekas dan berpengaruh pada Muhammad secara
mendalam, yang menurut dia (Muhammad) pantas sekali
untuk membangunkan jiwa dan perasaan keagamaan yang
sejati di kalangan anggota-anggota kaumnya.
Ini adalah perkataan yang berbisa, yang diulang-ulang oleh
para Orientalist yang terang-terang benci/sentimen, seperti:
Da’wah yang pernah dilancarkan oleh kaum Musyrikin sejak
14 abad yang lalu, yang langsung dibalas oleh Allah SWT,
sehingga Allah membongkar rahasia, akal dan perbuatan
jahat mereka, dalam surat Al Furqan ayat 4-6:
Orang-orang Kafir itu berkata, Ini tidak lain dari kata-kata
dongeng yang diadakan oleh Muhammad dan ditolong oleh
kaum lain; dengan perkataannya itu mereka sudah
mengerjakan keaniayaan dan dosa besar. Orang Kafir itu
berkata lagi, Adalah dongeng orang-orang dahulu kala yang
dikutipnya; dan itulah yang didiktekan kepadanya pagi dan
sore (terus-menerus). Katakanlah (hai Muhammad), Ajaran ini
diturunkan oleh Yang Maha Tahu rahasia langit dan bumi,
dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al Furqan
4-6).
Kemudian Allah membantah dan mematahkan alasan-alasan
musyrik tersebut dengan firman-Nya:
Jika kamu ragu pada apa yang Kami turunkan pada hamba-
Ku, maka datangkanlah satu surat yang serupa Qur an itu,
13
panggil saksi-saksimu yang selain Allah, jika kamu benar,
andaikata kamu tidak sanggup membuatnya, dan pasti
kamu tak akan sanggup berbuat itu, maka takutlah kamu
pada api neraka yang sebagai kayu bakarnya ialah manusia
dan batu yang disediakan untuk orang-orang kafir. (al
Baqarah 23).
Goldziher dan konco-konconya di kalangan Orientalis adalah
musuh Islam, melakukan pemurtadan seperti yang dilakukan
oleh orang-orang musyrik Quraisy dahulu kala yang bersikap
menentang dan angkuh. Sedangkan orang musryik Quraisy
masih adil (sopan) dalam pembangkangannya, dan akhirnya
mereka itu masuk ke dalam agama Islam dan ikut berjihad
pada jalan Allah, dan pahlawan-pahlawan perang
menghadapi musuh-musuh Islam.
Adapun Orientalis selalu saja menyerang Islam,
menggerogoti Da’wah dengan membikin keragu-raguan di
dalam pemahaman Al-Qur’an. Menimbulkan waham
(pendangkalan faham) dengan memutarbalikkan fakta,
dengan membuat hadits-hadits palsu atau mengatakan
sendiri bahwa Rasul sendiri pernah melampaui ketentuan
wahyu karena menasakhkan (membatalkan) wahyu yang
pernah turun dengan perintah Allah. Bbegitulah dakwaan
Orientalis tersebut, sebagaimana bisa dilihat pada buku
berjudul Aqidah was Syariah fil Islam karangan Goldziher
halaman 41.

Jelaslah kebencian Orientalis ini, bahkan kebencian itu sudah
mempengaruhi otaknya, karena akalnya yang sehat sudah
dipengaruhi oleh hatinya yang benci, di mana dia mengakui
bahwa Muhammad itu Rasulullah, yang merubah Risalah
Tuhan-nya atas perintah Tuhan karena situasi yang
memaksa. Apakah ini masuk di akal?
Siapakah Rasul yang membawa Risalah yang berani
mendustakan Allah, dan tetap sebagai Rasul? Tidakkah
perkataan Orientalis tersebut suatu kebencian yang merusak
akalnya sendiri dan memutar-balikkan fakta?
Tidakkah pernah orang yang benci itu membaca ayat Allah
yang menangkis tuduhan bohong orang musyrik, yang
mengatakan bahwa Muhammad mengada-adakan kebohonghohongan?
Yaitu surat Al-Haqqah ayat 44-47:
Kalau dia (Muhammad) berkata kepada Kami perkataanperkataan
yang lain, niscaya akan Kami tarik dia dengan
kekuatan dan kemudian akan Kami putuskan hubungan
yang kuat itu dengannya, maka tidak akan ada seorang pun
yang mampu menghalanginya (membelanya).
Permusuhan Orientalis terhadap Islam sudah nyata sekali,
baik melalui perkataan (lisan), tulisan-tulisan yang beracun,
maupun yang tersembunyi di dalam hatinya. Ummat Islam
harus bersikap hati-hati dan berusaha membongkar
kepalsuan, tipudaya kaum Orientalis yang berselubung di

balik semboyan kebijaksanaan atau logika dan ummat Islam
wajib kerja keras melaksanakan Risalah Islamiyah sampai
meresap ke dalam akal fikiran dan perasaan dan dapat
diwujudkan dalam kenyataan hidup. Kita membaca tulisantulisan
Orientalis mengenai Islam, kalau topiknya betul, dia
masukkan kata-kata tuduhan di sana-sini, maka berbuatlah
dia ibarat pembunuh yang menyerang orang yang lengah.
Betapa banyak para ilmuwan Islam yang tertipu oleh
Orientalis ini, dan mentah-mentah mengambil keterangan,
sebagai hukum positif tanpa kritik, bahkan ikut serta
bergabung dengan Orientalis tersebut dalam memerangi
Islam, penggerogotan Da’wah, penyesatan, dan menganggap
itulah teori atau program yang terbaik. Na’udzubillah min
dzalik.
Para Orientalis pada umumnya mempelajari Islam, dengan
niat untuk menghimpun tuduhan terhadap Islam dengan
kedok, selubung ilmiyah, penelitian dan survey tentang
hakekat Islam, akan tetapi kefanatikannya mengalahkannya
dari mengatakan kalimat haq. Maka untuk menghindari
dirinya dari Ta’ashshub (fanatik), kita harus berusaha
menjadikan mereka Sarjana yang murni, yang bersih dan tak
palsu dan tidak zalim.
Kaum Orientalis dan pengikut-pengikutnya memang
berusaha menghimpun sifat-sifat positif dan negatif, tapi

dalam penghimpunan itu mereka tak mungkin lupa
menyisipkan komentar-komentar yang menyesatkan. Dari itu
kita harus membaca karangan-karangan Orientalis dan lantas
kita koreksi dengan berhati-hati sebab mereka tak mungkin
bersih dari pengaruh sentimen nafsu pertentangan yang telah
mereka warisi sejak zaman Perang Salib, dan tak mungkin
lepas dari usaha keras mereka memerangi Islam,
menggerogoti Da’wah kebenaran (membuktikan yang haq
dan melenyapkan kebatilan).
Islam selalu menghadapi musuh-musuh yang senantiasa
menunggu kesempatan di segala pihak, dan kaum Muslimin
pun selalu menghadapi musuh-musuhnya yaitu Orientalis,
pewaris kaum salib yang memaksa ummat Islam agar selalu
sadar dan siaga. Para Da i (juru Da’wah) wajib dilengkapi
dengan segala perlengkapan ilmu yang luas, mendalami
serta mengetahui apa yang ada pada musuh, supaya mereka
dapat membela agama dari tipu daya musuh dan
membatalkan perbuatan jahat musuhnya. Allah selalu
melindunginya.
Berikut ini dikemukakan pembahasan sekitar usaha dan cara
kaum Orientalis dalam memerangi Islam, memerangi ummat
Islam dan memalingkan mereka dari agamanya. Tapi Allah
tetap menangkis tipu daya mereka dan menjaga agama yang
diridhoi-Nya.

CARA ORIENTALISME MENGGEROGOTI
DA’WAH ISLAM
1. Kristenisasi
Tak diragukan lagi oleh ummat Islam, bahwa Perang Salib
belum berakhir, sejak Eropa keluar dari keterbelakangannya
di zaman pertengahan mereka menuju ke timur dan
menjadikannya daerah-daerah jajahan.
Penjajah bermaksud menguasai negeri dan rakyatnya,
kemudian menghancurkan Aqidah yang sudah bersemi di
hati ummat Islam.
Melalui Orientalisme, penjajah menanamkan perasaan
bahwa Islam berbahaya bagi programnya. Program yang
digariskannya dengan tujuan hendak mematikan nilai
kemanusiaan di negeri jajahan, supaya lenyap perasaan
kemanusiaan di sana, sehingga tidak akan timbul bibit-bibit
perlawanan menghadapi penjajah yang sudah memonopoli
negeri itu, dan program yang bertujuan mematahkan hal-hal
yang peka pada jiwa ummat Islam yaitu faham Wahdaniyah
yang tidak mau tunduk pada selain Allah.
Justru karena itulah penjajah menebarkan hal-hal yang
menyerang Islam secara rahasia melalui Orientalis, terbukti

dengan mobilisasi tentara di bawah pimpinan Orientalis,
mendrop para propagandis ke negeri-negeri Islam dan
melindunginya dengan tentara-tentara penjajah, mengatur
posisinya dan propagandanya di kota-kota dan kampungkampung,
membantu mereka dengan uang, atau mendirikan
rumah sakit, rumah jompo dan sekolah-sekolah; sebagai alat
jaringan penyesatan. Mereka bersembunyi di balik kedok
demi melepaskan masyarakat dari kemiskinan dan
kebodohan, dengan kedok yang.bernama Al Masih.
Di samping sasarannya yang lain, ialah membasmi bahasa
Arab dan mencabutnya dari ummat Islam, bahasa Al-Qur’an
konstitusi Agama. Dalam mencapai tujuannya, penjajah
membujuk orang-orang yang ahli bahasa Barat, lantas diberi
jabatan dan posisi penting, untuk mendorong semangat
ummat Islam berlomba-lomba mempelajari bahasa penjajah,
yang sekaligus orang-orang yang sudah asyik dengan
bahasa asing (penjajah) itu terlengah, atau segan-segan
mempelajari bahasa Arab, dengan pengertian bahwa
mempelajari bahasa Barat (Inggris, Perancis, Jerman,
Belanda, Rusia dan lain-lain) tidak mempengaruhi aqidah
agamanya. Karena itulah hampir semua negeri-negeri Islam
yang berbahasa Arab pun menggunakan bahasa asing,
mereka hanya tahu bahasa Arab di waktu Shalat. Seperti
umumnya di negeri-negeri Afrika Utara. Syukurlah
sepeninggal penjajah, negeri-negeri ini bekerja keras

mengembalikan bahasa Arab, sesudah berpengaruhnya
Westernisasi di sana.
Para propagandis Kristen di negara-negara Islam sukses
sekali, apalagi setelah merosotnya bahasa Arab, sebagai
bahasa yang menjadi pendorong keinginan beragama di
kalangan ummat. Pemerintahnya melepaskan pegangan
ummat dari agama, adab dan akhlaq Islam.
Sebenarnya Orientalis dan penjajah lupa pada rahasia
kegagalannya untuk membawa orang Islam melepaskan
agamanya, yaitu bahwa perbuatan tersebut bertentangan
dengan naluri dan fitrah manusia sendiri, betapapun besar
biaya dan usaha mereka namun hal demikian tidaklah bisa
menjadikan mereka berjaya karena Islam itu agama Fitrah
yang sangat seuai dengan kejadian manusia.
Ini pulalah rahasia masuknya Islam ke negara-negara lain
dan langsung bersemi di hati dan akal penduduknya. Islam
tersebar tanpa penyerbuan tentara dan pengiriman
propagandis-propagandis yang banyak, tapi sebenarnya
Islam tersebar di seluruh dunia hanya dengan inti ajarannya
yang tersebar melalui pedagang yang bukan tujuannya
berda’wah, tetapi meluas melalui gerakan menyeluruh.
Penyiaran Islam di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika dimasuki
Islam tak pernah dilakukan dengan kekuatan senjata ataupun
propaganda besar-besaran, tetapi hanya dengan cara

menyadarkan dan menghayati fitrah.
Taktik musuh Islam
Cara-cara propagandis (sesudah perang Salib) menguasai
negara Islam, dan setelah gagal mencapai maksudnya, maka
mereka merubah taktiknya dengan menggerogoti Da’wah
dengan memasukkan khurafat, bid ah, tahayul, cerita-cerita
dongeng Israiliyah/Kebatilan ke dalam ajajan Islam
khususnya, menebarkan faham atheisme di Eropa, Amerika.
Dengan terbongkarnya rahasia Kristen bahwa agama ini tak
dapat diterima akal dan tidak sesuai dengan ilmu
pengetahuan, yaitu Trinitasnya, Kristen khawatir kalau Islam
menjalar ke Eropa dan Amerika, justru karena itulah mereka
melakukan offensif, merongrong Da’wah dan melemahkan
kekuatan agama Islam dari jiwa ummat Islam, dan
melemahkan semangat yang mendorong kaum Muslimin
dalam menghadapi penjajah, yang akhirnya terbuktilah
peranan Orientalisme sebagai alat dari salibiyah dan
penjajah. Tapi Allah selalu melindungi Agama-Nya.

2. Membenamkan ummat Islam ke dalam aliran-atiran
fikiran yang menyesatkan
Di antara cara menggerogoti Da’wah Islam ialah
membenamkan ummat Islam ke dalam aliran-aliran yang
menyesatkan; terutama Generasi Mudanya dengan
memalingkan mereka dari agama.
a. Materialisme
Zaman modern telah diracuni dengan meniupkan faham
kebendaan ke dalam otak dan pribadi masyarakat, dengan
faham yang mengingkari nilai kemanusiaan, rasa kasih
sayang penyantun terhadap keluarga, kerabat dan
masyarakat semuanya.
Yang paling berbahaya di dalam aliran materialisme ialah
besarnya nafsu manusia, nafsu masuk selalu di bagianbagian
yang lemah, sehingga manusia itu selalu cenderung
pada hal-hal yang cepat untuk mendapatkan kecintaan dan
kesuksesannya, seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam
surat al Qiyamah ayat 20-21 dan surat Al Insan ayat 27, yang
artinya:
Ingat! bahkan kamu suka yang segera dan kamu tinggalkan
akhirat. (al Qiyamah ayat 20-21).
Sesungguhnya mereka itu mencintai yang segera, dan
meninggalkan di belakangnya hari yang berat

pertanggungan jawabnya (siksanya). (al Insan ayat 27).
Kecenderungan nafsu ini dimanfaatkan oleh musuh Islam,
untuk memojokkan pemuda dan pemudi melakukan
penggerogotan Da’wah Islam dengan mengutip sebagian
kata-kata akhli tasauf yang mengatakan dirinya Islam, di
mana kaum tasauf yang ingin memencilkan dirinya dari
kesenangan dunia, yang menurut anggapan mereka adalah
bukti dari mengikut agama yang sebenarnya. Semua ini
adalah propaganda batil. Tapi Orientalis mengambil manfaat
dari hal tersebut, untuk merusak Generasi Muda Islam
dengan faham materialis, agar mereka bingung dan ragu.
Materialisme, mengingkari agama yang menyeru kepada
iman, iman pada metafisika (ghaib) yaitu iman pada Allah,
malaikat, akhirat, hisab, surga, neraka dan semua yang
terjadi di dalam rasa menjadi pegangan ratio bagi aliran
kebendaan di dalam mehghukum sesuatu, untuk menerima
atau menolak, artinya aliran kebendaan menyarankan ummat
manusia ke dalam hawa nafsu dan mencintai dunia serta
meninggalkan agama yang benar.
Karena itu para juru Da’wah/ummat Islam harus menangkis
propaganda yang menyesatkan ini dan menjelaskan kepada
Angkatan Muda khususnya bahwa Islam bukan saja menyeru
kepada kebahagiaan di akhirat, dan tidak pernah
mengharamkan segala yang baik waktu hidup di dunia,

bahkan Islam menghendaki supaya mereka harus kuat dan
sehat agar beramal di semua lapangan kehidupan, dan
memanfaatkan segala sesuatu yang baik dari hasil usaha
mereka itu. (Lihat surat Al-Baqarah ayat 172, Al-Maidah ayat
87, Al-A raf ayat 32, dan An-Nahl ayat 97).
Artinya: Wahai orang-orang beriman! Makanlah olehmu
rezki-rezki yang baik yang telah kami berikan kepada kamu
dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya mengabdi
kepada-Nya semata! (Al-Baqarah ayat 172).
Artinya: Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu
haramkan segala yang baik yang telah dihalalkan oleh Allah
untuk kamu, dan janganlah kamu melewati batas,
sesungguhnya Allah tidak suka pada orang-orang yang
melewati batas. (Al-Maidah ayat 87).
Artinya: Katakanlah! Siapa yang berani haramkan perhiasan
yang telah didatangkan Allah untuk hamba-hamba-Nya, dan
jangan mengharamkan yang baik-baik dari rezki; katakanlah
semua itu adalah untuk orang-orang beriman guna
kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat yang murni,
begitulah Allah (Kami) menjelaskan ayat-ayat kepada orangorang
yang mengerti. (Al-A raf ayat 32).
Artinya: Siapa-siapa yang beramal saleh, baik laki-laki
maupun wanita dan dia beriman, maka akan Kami berikan
padanya kehidupan yang layak, dan akan kami cukupkan
pahalanya dengan yang lebih baik dan yang sudah ia

kerjakan. (An-Nahl ayat 97).
Yang menegaskan: Agar orang-orang yang beriman
menikmati yang halal dan yang baik, dan jangan mencobacoba
mengharamkan yang dihalalkan Allah, dan jangan
melanggar batas ketentuan (Syari at).
Semuanya itu untuk menjamin keselamatan manusia sendiri
serta untuk melindunginya dari bahaya kehancuran atau
menurun ke derajat alam binatang (yaitu apabila ia sudah
melanggar batas-batas tersebut). Kehancuran dan turun ke
derajat hewan inilah yang diinginkan dan dituju oleh aliran
materialisme.
b. Wujudiyah = Eksistensialisme
Yaitu aliran kebebasan yang melepaskan dirinya dari semua
ikatan kemasyarakatan, hukum, peraturan serta adat-istiadat,
dan mengakui semua agama, tak punya tempat, tidak
mempunyai isteri dan atau tanah air. Sebenarnya aliran ini
adalah lanjutan dari aliran fikiran yang ditimbulkan oleh
materialisme modern, yaitu memisahkan manusia dari aliran
rohaninya dan menjadikannya menurun ke alam hewan
semata, yang tak berperikemanusiaan dan tidak
berperasaan.
PAUL SARTRE, tokoh aliran Wujudiyah (Existentialism) ini
menyatakan: Yang pantas dilaksanakan dalam kehidupan

kebebasan ialah menjadikan orang-orang pengecut menjadi
berani, menerima ajakan kebinatangan, melakukan keinginan
nafsu, membuang semua tradisi ajaran-ajaran
kemasyarakatan dan menghancurkan segala ikatan yang
dibuat oleh agama-agama. (Dari buku karya William James
yang diterjemahkan oleh Dr Mahmud Hasbullah dengan judul
Iradah al I tiqad halaman 21).
Aliran Wujudiyah merusak tabiat manusia, akal, hati dan jiwa
serta menjerumuskan kepada hewan yang tidak berotak,
tidak berhati dan tidak berjiwa (tak berperasaan).
Aliran ini sudah tersebar luas di berbagai tempat di Eropa
dan Amerika sebagai akibat dari kemerosotan Kristen di
negeri-negeri tersebut. Kemudian Yahudi menggunakan
kesempatan ini untuk memperluas kegagalan dan
kemerosotan masyarakat Eropa dan Amerika, yang kemudian
diekspor (diluaskan) ke negeri-negeri Islam, melalui Pemudapemuda
Islam yang belajar di Barat.
Faham ini ditanamkan pada pemuda-pemuda Islam, itu
sebagai pengertian yang bermaksud untuk pendangkalan,
yang dianggap sebagai gerakan kebebasan. Demikianlah
peranan besar yang dilakukan oleh Orientalisme, untuk
menyesatkan Pemuda-pemuda Islam dengan semboyan
Gerakan pembebasan yaitu bebas dari Agama, akal dan
perikemanusiaan supaya mereka menjadi hewan yang lebih

sesat, tidak khawatir lagi pada bahaya-bahaya kolonialis, dan
Orientalis untuk memerangi Islam dan penggerogotan
da'wahnya.
Karena itu kita ummat Islam harus waspada terhadap
propaganda yang berbahaya ini, supaya tidak terpengaruh
oleh musuh-musuh tersebut.
c. Sekularisme
Di antara cara Orientalis untuk merusak Da’wah Islam, ialah
dengan penyebaran faham-fahamnya, kepada para ilmuwan
Islam, agar mereka memisahkan antara ilmu dengan agama
(yang disebut Sekularisme), yaitu propaganda palsu dan
sesat yang bertopengkan intelektualisme.
Sebenarnya, Sekularisme adalah apa yang dipropagandakan
oleh Orientalisme untuk merusak Da’wah Islam. Mereka
membiayai dan memperlengkapi dengan segala fasilitas agar
ilmu dapat terpisah dari agama. Gerakan ini mulai bangkit di
Eropa setelah terjadinya persaingan antara Ilmuwan dengan
pemuka-pemuka Gereja yang berkuasa di zaman
Pertengahan dan menguasai otak orang-orang Eropa, yang
tidak menerima fikiran atau pendapat di luar yang bersumber
pada Gereja / Kristen. Di waktu itu kekuasaan Gereja
mempunyai hak pengampunan terhadap orang-orang yang
bersalah dan berdosa besar, begitu juga punya hak
mengutuk dan mengusir sebagai mewakili Tuhan dan lain

sebagainya.
Persengketaan ini berakhir dengan berpisahnya antara ilmu
pengetahuan dengan Gereja dan masing-masing punya
tokoh utama. Para ahli pengetahuan boleh berkata
sesukanya tanpa protes dari pihak Gereja dan sebaliknya
pihak Gereja punya hak mengatakan apa yang mereka sukai
dalam urusan agamanya.
Ketika terjadi persaingan antara ilmu dan agama Kristen
akibat dari perbuatan pihak Gereja yang menjalankan apaapa
yang diprotes oleh aliran ilmu maka Agama (Kristen)
harus memisahkan diri dari urusan dunia, dan urusannya
diganti/diambilalih oleh aliran ilmu tanpa agama. Berbeda
dengan Islam, Islam selamanya tidak memisahkan dan tidak
mempertentangkan ilmu dengan agama sebab ilmu adalah
alat untuk memperkuat agama, dan agama itu sendiri pun
adalah ilmu, dan ilmu adalah pembimbing kepada Agama. Di
dalam Al-Qur an, kata-kata ilmu dan yang berhubungan
dengan ilmu punya hubungan/peranan penting sekali, yang
lebih dari 820 kali disebutkan.
Pengembangan ilmu adalah sebagian dari risalah Islam,
dengan ilmu manusia bisa mengenal Tuhannya,
mengamalkan Syari at Islam, dan Islam mewajibkan
menuntut ilmu, lihat surat Az-Zumar ayat 9, Al-Mujadalah ayat
11, dan Thaha ayat 114.

Katakanlah (ya Muhammad)! Apakah sama orang berilmu
dengan yang tidak berilmu? Hanya yang bisa menganalisa
ialah ahli-ahli fikir. (Az-Zumar ayat 9).
Allah meninggikan derajat orang-orang berilmu dan yang
diberi ilmu. (Al-Mujaadalah ayat 11).
Katakanlah, ya Muhammad: O, Tuhan! Tambahlah aku
dengan ilmu. (Thaha ayat 114).
Adapun sekularisme yang dilahirkan oleh Orientalis,
membawa pada pemisahan ilmu dengan agama, hal ini tidak
ada dalam Islam dan tidak pantas ada dalam masyarakat
Islam, karena Islam menghimpun ilmu dan pengetahuan.
Siapa yang menerima sekularisme berarti tidak akan tahu
hakekat Islam dan tidaklah sempurna Islam seseorang tanpa
ilmu!
Kita harus membendung pemuda-pemuda terpelajar dari
taktik buta sekularisme yang menyesatkan, siapa yang
tenggelam dalam aliran pemikiran yang dibawa Orientalis,
berarti akan mengkaramkan ummat Islam sendiri, sebab hal
demikian akan merusak aqidah dan menjauhkan mereka dari
agama yang membawa kesentausaan mereka (Islam). Allahlah
yang punya kemuliaan, kekuasaan yang menentukan,
begitu Rasul-Nya dan orang beriman.

3. Menghancurkan/Membasmi Bahasa Arab
Di antara cara Orientalisme menghancurkan Islam ialah
dengan membasmi bahasa Arab, bahasa Al-Qur’an. Ini
dilakukan oleh Orientalis setelah mereka gagal merusak Al-
Qur’an secara langsung.
Orientalis menanamkan faham kepada pelajar-pelajar,
mahasiswa-mahasiswa Islam di Barat dengan menyatakan
bahwa Bahasa Arab tidak perlu untuk perkembangan dan
pembahasan. Maksudnya ialah untuk melemahkan bahasa
Arab itu sendiri agar Ummat meniriggalkan bahasa Arab dan
terputuslah hubungan sesama ummat Islam dan antara
Muslim dengan Allah dan Sunnah Nabi.
Orientalis menuduh bahwa bahasa Arab mempunyai
kekurangan-kekurangan, kelemahan-kelemahan, tidak
mampu menanggulangi ilmu-ilmu modern. Keterbelakangan
ummat Islam tersebab kekurangan-kekurangan yang ada
dalam bahasa Arab. Bahasa Arab tak mampu menampung
buah fikiran atau teori-teori Barat. Karena itu para pemakai
bahasa Arab harus memakai atau mengalihkan perhatian
kepada bahasa asing, dan mendalami bahasa asing yang
digunakan di zaman modern ini.
Tuduhan ini adalah palsu, dan bathil, sebab bahasa Arab
adalah bahasa yang sangat luas dan bisa melahirkan
bahasa/kata-kata baru. Buktinya, sesudah Islam meluas ke

tetangga Arab, bahasa Arab bisa menerima bahasa Rumawi
dan bahasa Parsi, yang dijadikan bahasa Arab, baik untuk
mufradaat maupun Tarkib (susunan kata) sesudah itu meluas
ke peradaban Yunani, dan Rumawi kuno. Dengan bahasa
Arab bisa diterjemahkan fikiran-fikiran dan falsafat
failasufnya, dari hasil usaha (ilmu) dan bahasa Arab inilah
Eropa mulai dikeluarkan dari kegelapannya di zaman
Pertengahan dan masuk ke abad modern yang mereka
banggakan. Tidak logis, kalau bahasa Arab lemah seperti
dituduhkan oleh para Orientalis di atas.
Orientalis menanamkan perasaan pada pelajarpelajar/
mahasiswa-mahasiswa Islam, agar mereka menulis
atau mengarang harus dengan huruf/bahasa Latin/asing dari
Arab, sebab bahasa Arab sulit menulis dengan mesin, sulit
mencetaknya dan lambat dan bermagam-macam bentuknya.
Sedangkan menulis huruf dengan Latin lebih praktis dan tidak
sulit.
Inilah propaganda keji, yang memutuskan antara Generasi
sekarang dengan generasi sebelumnya, dan kalau dibiarkan
begitu, maka bahasa Arab akan ditulis dengan bahasa Latin,
padahal dalam bahasa Latin tak ada huruf:
yang tidak mudah mengucapkannya dengan huruf Latin.
Berarti bahwa propaganda untuk menulis bahasa Arab
dengan huruf Latin adalah untuk melemahkan bahasa Arab,

bahasa Al-Qur’an dan untuk menghancurkan Islam.
Di samping itu, Orientalisme membesar-besarkan
propaganda untuk menggunakan bahasa Arab Ammi
(bahasa pasar/harian) sebagai ganti dari bahasa fushhah
(bahasa resmi) yang tidak dipakai dalam masyarakat awam,
ini akan memisahkan (gap) antara orang awam (biasa)
dengan orang terpelajar.
Padahal bahasa fushhah, adalah bahasa Qur an dan Hadits,
untuk memberikan pemahaman pada semua kalangan, tetapi
kalau dipojokkan untuk kalangan pelajar dan cendekiawan
Arab saja akan tertinggallah orang-orang awam dari
memahami Islam, mereka tak akan mampu melaksanakan,
mengamalkan perintah atau meninggalkan larangan, dan
tidak tahu alasan-alasannya, tidak mengerti kisah-kisah dari
Al-Qur’an atau pelajaran-pelajaran Islam secara umum.
Sebaliknya bahasa Ammi hanya difahami oleh kalangan
terbatas, dan tiap-tiap negara Islam (Arab) berbeda-beda
pula bahasa Ammi-nya. Taklah asing, kalau bahasa Ammi di
satu tempat (antara Mesir dengan Libya, atau Saudi dengan
Marokko dan lain sebagainya), berbeda dan bertentangan
satu sama lain, yang tidak dapat difahami satu sama lain,
sebagaimana perbedaan bahasa Inggris awam di Amerika
dan Inggris dan lain sebagainya. Ini tidak lain adalah cara
Orientalis memecah belah orang Islam dan menghancurkan

Islam.
Begitu pula, Orientalis mendorong/menyuruh para pelajar
Arab/Islam yang belajar kepada mereka agar meninggalkan
bahasa Arab, dan hanya dibolehkan menggunakan bahasa
Eropa (Barat) saja dengan alasannya yaitu mudah
mempelajarinya, aman serta terhindar dari kesalahan. Ini
sudah diperingatkan Allah dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat
21:
Artinya: Allah menurunkan Malaikat membawa Al-Qur an
dalam bahasa Arab yang tegas, agar kamu memahaminya.
(Yusuf ayat 21).

USAHA PROPAGANDA
ntuk mencapai maksudnya yaitu memalingkan kaum
Muslimin dari agamanya, dan melemahkannya
hingga mereka tak mampu melawan serangan
musuh dan penggerogotan Da’wah, kaum Orientalis
menggunakan berbagai cara lain dengan memperalat segala
kemungkinan yang dipakai oleh ummat Islam sendiri.
1. Propaganda penyesatan dengan memakai nama Islam
Orientalis menggunakan aliran-aliran Tasauf dan aliran
Kepercayaan/Kebatinan Bahaiy dan Qodyaniyah.
a. Aliran Tasauf
Kepercayaan ini mendawahkan bahwa mereka ingin
menempuh jalan untuk sampai pada Allah, tapi tidak dengan
menempuh jalan yang diatur oleh Allah dalam Al-Qur an dan
oleh Nabi dalam Sunnah; mereka membuat cara sendiri,
yang tidak diizinkan Allah, dan membuat ketentuan/undangundang
Suluk, yang melakukan zuhud (memencilkan diri dari
keduniaan), latihan jiwa mengharamkan yang halal, dan
membunuh nafsu. Mereka mengambil ajaran-ajaran agama,
atau aliran-aliran lain, yang mereka rasakan dan kira-kira
U

belum terdapat dalam agama Islam dan tentu Syaitan
menggiringnya pada khayalan-khayalan yang tak ada
hakekatnya, sehingga mereka membenamkan diri ke dalam
ikatan-ikatan Wihdatul Wujud, serta tidak mengakui Syari at,
menyama-ratakan antara Iman dan Kafir serta menyamakan
antara ta at dan durhaka dan da waan penyaksiannya pada
Tuhan bagi segala yang ada.
Lihat kitab karangan Ibnu Araby, salah seorang aktivis yang
aktif mengupas. tentang kaum tasauf (Wihdatul Wujud) yang
sesat.
b. Bahaiy
Bahaiy lahir di Iran pada abad ke-19, yang mengambil
inspirasi dari ajaran Syiah, disebarkan dan dikembangkan
oleh Syirazy (keturunan Yahudi yang mengaku beragama
Islam) yang bergelar BABA, tak berapa lama sesudah Imam
ke-12 Muhammad bin Hasan al Ashary yang kelahirannya
dinanti-nantikan oleh sekte Syiah Imam 12 .
Kemudian kebohongan ini terbukti dengan kehobongan Al
Baba (Syirazy) di kalangan Syi ah, yang menyatakan bahwa
imam yang sudah hilang, akan muncul di Tebriz (Iran)
(Adzarbijan.)
Kaum Syi ah meyakini, bahwa imam ini akan timbul/bangkit di
Timur Iran, di suatu gunung yang bemama Kouh Khada ,

artinya Gunung Allah . Kemudian Al Baba ditangkap dan
dihukum mati, dan sebelum dihukum mati diumumkan, bahwa
Imam yang dimaksudnya ialah muridnya Hasan Sabah Azal
yang bergelar Baha ullah dan dinamakanlah alirannya Al-
Baha iy karena dihubungkan dengan Baha ullah ini, yang lari
dari Iran. Baha ullah menda wakan dirinya Nabi, yang diutus
membawa agama baru, pembaharu Islam, dan kepadanya
diturunkan kitab. Selama hidupnya ia giat menyiarkan ajaran
Bahaiy ini. Dia dikuburkan di Palestina yang diduduki Israel.
Propaganda Aliran Bahaiy serupa dengan Komunisme, yaitu
melepaskan diri dari ikatan dan ajaran agama, dengan kedok
kedamaian dan anti perang , memberikan kebebasan pada
wanita sesuka hatinya, menjadikan tahunan jadi 19 bulan.
Jadi hakekat ajaran ini benar-benar menyeleweng dari Islam
dan merusak agama Islam.
Propaganda Bahaiy ini disokong oleh Kolonialis dan
Orientalis, demi untuk merusak dan memalsukan Islam. (Lihat
Al-Qodyani dan Al-Qodyaniyah, karangan Abu Hasan An
Nadawy, halaman 19 dan seterusnya).
c. Al-Qadyaaniyah
Yaitu propaganda penyesatan yang timbul di India, pada
akhir abad ke-19, yang berkedok (memakai) nama Islam,
didirikan oleh MIRZA GHULAM AHMAD dan pusat
kegiatannya di India, penganutnya ialah rakyat India juga,
36
kemudian meluas ke luar negeri dan bermunculan di negaranegara
Asia, Afrika. Inipun disokong oleh Kolonialis dan
Orientails.
Gerakan Qodyaniyah ini timbul di masa udara pemikiran dan
politik India sesudah revolusi menentang penjajahan Inggris
pada tahun 1875, yaitu Revolusi yang menghancurkan
ummat Islam. Maka Qodyani mengikuti langkah politik
kolonial. Dengan langkah kebudayaan ini, mereka mendapat
bantuan dari Inggris. Tujuannya adalah menggoncangkan
aqidah Islam, karena Islam-lah sumber yang membangkitkan
roh jihad membela agama, tanah air, harta benda dan jiwa.
(Lihat Al-Qodyani karangan Abu Hasan An Nadawy).
Di samping itu Kolonialis memperalat aliran-aliran Tasauf dan
kebatinan yang telah menyeleweng untuk menyebar luaskan
perbuatan-perbuatan bid ah, khurafat. Dalam keadaan orang
Islam India putus asa dan grogi, dan menyerah pada tekanan
situasi yang berbahaya, banyak di antara mereka yang
digiring masuk ke dalam aliran Qodyani yang bathil, yang
dipelopori oleh Mirza Ghulam Ahmad di Punjab.
Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang yang diagungkan oleh
Inggris, yang di masa mudanya terkenal dengan penganut
aliran Tasauf, dan menyendiri. Kemudian dia jadi tokoh di
kalangan ummat Islam dan mengutip ayat-ayat Al-Qur’an dan
sebagiannya yang diselewengkan, yang bagi orang awamdan

tidak hafal-Qur’an, sama saja antara Qur an dengan
bahasaArab. Ini adalah usahanya merusak Qur an.
Bukan sekedar itu saja, bahkan dia menda wakan dirinya
sebagai Nabi yang menerima wahyu, dan dia aktif
menyiarkan ajarannya ini untuk maksud politik yang
digariskan oleh Kolonial. Dia menghapuskan Jihad, sebagai
kewajiban umat Islam dia mengancam revolusi Islam
menentang penjajah Inggris di India.
Dalam bukunya TERYAQ QULUB, Mirza Ghulara Ahmad
mengatakan: Saya menggunakan sebagian besar umurku
untuk menyokong pemerintah Inggris, dan mencegah jihad,
wajib taat pada Ulil Amri (Inggris). Ini ditulis dalam buku-buku
selebaran-selebaran, brosur-brosur yang kalau mungkin
dikumpulkan semuanya telah memenuhi 50 gudang. Bukubuku
ini tersebar di negeri-negeri Arab, Mesir, Syiria, Turki
serta Indonesia dan lain-lain, yang tujuannya agar ummat
Islam toleransi dan mengakui kekuasaan penjajah; dia
memuaskan hatinya dengan kisah Al Mahdi dan Al Masih
yang ditunggu datangnya kembali ke bumi, dan
menghapuskan perasaan Jihad dan lain-Iain.
Ini membuktikan, bahwa Mirza Ghulam Ahmad menggunakan
Qodyaniyah sebagai alat untuk mematahkan cita-cita ummat
Islam India, supaya mereka tidak melakukan perlawanan
terhadap Inggris dan menerima kehinaan serta perbudakan.

Artinya, Qodyaniyah adalah produk Kolonial. Inilah rahasia
yang menjadikan Qodyan masih berkembang sesudah
matinya Mirza Ghulam Ahmad tahun 1908, dan pengikutpengikut
Mirza ini aktif menyiarkan aliran-aliran ini di
kalangan ummat Islam dengan giat atas bantuan biaya dan
moril dari musuh-musuh Islam. Qodyan membuka cabangcabangnya
di Eropa, Asia dan Afrika yang menggunakan
nama sebagai Da’wah Islam. Penganut Qodyaniyah
bekerjasama menyebarkan faham kolonialisme bersama
Orientalis dan Zionis.
Bahkan mereka sengaja menyerang Islam dengan
menggunakan musuh-musuh Islam sebagai anggota
Da’wahnya, yang tentu mereka mengarah saja ke
penggerogotan Islam, namun begitu Allah tetap melindungi
Islam.
2. Menggunakan Mass Media
Orientalis selalu bersama Kolonialis dalam menyerang
(memerangi Islam). Di negeri-negeri Islam sendiri, seluruh
mass media modem selalu bekerjasama dengan Orientalis
dalam memerangi Islam dan menggerogoti Da’wahnya. Maka
ummat Islam menghadapi perang pena, mass media yang
membawa kebinasaan yang disampaikan mereka dalam
surat-surat kabar, majalah-majalah, radio, televisi, film atau

theater dan lain-lain.
Bahaya perang Mass Media (perang pena) ini besar sekali,
sebab ia langsung meresap ke dalam otak dan hati tanpa
koreksi, dan tanpa disaring oleh kebanyakan manusia dan
ummat Islam. Fikiran-fikiran berbisa yang dilontarkan dan
meresap ke dalam otak ummat Islam, fikiran-fikiran yang
merusak dan berbisa ini sengaja ditiupkan dan dihembuskan
oleh para orientalis antek kolonialis sebagai taktiknya
menyerang Islam.
Mass media dipergunakan oleh musuh-musuh Islam itu untuk
menghancurkan umat Islam, melalui tulisan-tulisan, gambargambar,
film-film, fikiran, buku-buku, sandiwara, pidatopidato,
dan uraian yang berkedok ilmiah. Ini lebih berbahaya
dari serangan fisik langsung oleh militer lengkap dengan
persenjataannya sebab tentara itu mudah dilihat dan
diketahui gerakan dan penyerangannya.
Yang sangat disayangkan sekali ialah bahwa ummat Islam di
semua tempat tidak menyadari bahaya mass media yang
disalah-gunakan ini, dan banyak pula para Juru Da’wah,
Muballigh, menerima saja apa yang disiarkan oleh Mass
Media.
Di zaman kita sekarang ini, umumnya Mass Media sering
menyiarkan bermacam kefasadan, kemungkaran,
kebebasan, atheis. Semuanya disajikan sesuai dengan apa

yang berlaku di Eropah dan Amerika, di mana kebanyakan
masyarakatnya sudah merosot sekali moralnya karena sudah
dangkalnya paham dan pengertian agama mereka dan akibat
terbongkarnya rahasia Kristen yang di dalam ajarannya
sekarang banyak sekali kontradiksi (pertentanganpertentangan)
begitu pula ajaran Yahudi sendiri, semuanya
tak sesuai lagi dengan akal yang sehat dan ilmu
pengetahuan.
Sebaliknya, Islam dan ajarannya selamat dari kontradiksi itu.
Islam menyeru kepada Tauhid, persatuan dan persaudaraan,
keadilan, kemajuan dan sesuai dengan akal dan
pengetahuan. Islam menyeru ummat manusia agar berjuang
untuk mempertahankan agama Islam, mempertahankan
tanah air, hak, diri, keluarga, dan lain-lain. Justru karena
itulah Kolonialis dan antek-anteknya MENGUASAI MASS
MEDIA untuk MENGELABUI dan MEMUTAR-BALIKKAN
FAKTA.
3. Membesar-besarkan Tradisi Kuno
Membesar-besarkan adat dan tradisi serta perbuatanperbuatan
masyarakat di masa Jahiliyah, perbuatanperbuatan
bangsa primitif, yang dida wakan dan
dihembuskan bahwa hal yang seperti itu seolah-olah adalah
ajaran Islam; ini dilakukan pula oleh para Ilmuwan Islam

(munafiq) yang bekerjasama dengan Orientalis. Akhirnya
mereka menuduhkan bahwa orang-orang Islam itu sama
dengan Badui, Kubu, Ortodok, seperti suku terasing dan
primitif, liar, fanatik, dan lain-lain. Syari at Islam itu (menurut
Orientalis ) hanya sesuai dengan orang-orang primitif dan
orang ortodok, tak sesuai dan tak cocok dengan zaman
modern, dan lain sebagainya.
Di samping itu, Orientalis dan anteknya selalu meniupkan halhal
dan bibit perpecahan antara bangsa, pemisahan antara
bangsa, pemisahan antara adat Arab, dan adat suatu bangsa
dengan Islam.

USAHA UMMAT ISLAM MENANGKIS SERANGAN
ORIENTALISME
ekalipun kaum penjajah sudah angkat kaki, tapi
ajaran-ajaran dan sistemnya terus dijalankan oleh
mereka yang telah keracunan oleh ajaran-ajarannya
itu dan diteruskan oleh pengikut-pengikut yang mereka
tinggalkan.
1. Defensif
Agar Ulama-ulama, Juru Da’wah, Muballigh serta pemimpinpemimpin
Islam aktif menangkis tuduhan-tuduhan,
pemalsuan dan propaganda berbisa yang sengaja
dilontarkan oleh Orientalis, supaya ummat Islam sadar, insaf
dan lebih aktif membahas dan mempelajari ajaran agama
Islam dan mengamalkannya.
Usaha ini memerlukan alat-alat dan mass media pula,
memerlukan Juru Da’wah yang khusus dan berilmu tinggi,
berakhlak mulia, berjiwa jihad dan beramal karena Allah,
dalam ilmunya mengenai Islam, juga memahami taktik dan
strategi serta tulisan dan karangan musuh-musuh Islam, dan
mengerti bahasa-bahasa asing: Inggris, Perancis, Jerman,
S

Rusia dan terutama sekali bahasa Arab.
Di samping ilmu dan kesungguhannya itu PERLU ADANYA
IKATAN (ORGANISASI) Juru-juru Da’wah dan Organisasi
Da’wah untuk menghimpun dan.mengatur kerjasama dan
mengatur taktik dan strategi Islam.
2. Tabligh
Agar ummat Islam aktif menyiarkan dan menyebar luaskan
ajaran Islam ke seluruh negeri yang belum beragama dan ke
negeri-negeri yang belum sampai padanya ajaran Islam. Ini
pun memerlukan adanya juru Da’wah yang militan dan ulet,
berilmu dan mengerti betul tentang Islam, cerdas, dan
tergabung dalam kelompok mubaligh guna menghadapi
lawan-lawan Islam dalam segala bentuk, nama dan tindakan
serta serangannya seperti dijelaskan di atas.
Ingatlah firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104, yang
artinya: Hendaklah di antara kamu ada ummat yang
menyeru kepada kebaikan, melakukan yang ma ruf dan
mencegah yang munkar mereka itulah orang yang menang.
Surat As-Shaf ayat 14, yang artinya: Wahai orang-orang
beriman! Hendaklah kamu menjadi Pembela agama Allah,
seperti yang dikatakan oleh Isa bin Maryam kepada
pengikutnya: Siapa yang akan menolongku untuk

menegakkan agama Allah? Dijawab oleh pengikutnya
spontan (langsung): Kami ansharullah (Pembela Agama
Allah).
Karena itu, wajib bagi semua ummat Islam berjuang dan aktif
berda’wah menyiarkan dan membela Islam dengan semua
kemampuan, harta, tenaga, ilmu dan semua yang dimiliki,
baik kedudukan, jabatan, kekuasaan, ilmu dan segalanya,
agar dimanfaatkan untuk mengeluarkan ummat manusia dari
Zhulumat (musyrik, kafir, munafiq, fasiq, bodoh, melarat,
miskin, lemah, dianiaya, pecah-belah, dan lain-lain), kepada
an NUUR (bertauhid, beriman, istiqamah, beramal shaleh,
pintar, makmur, kuat, adil, bersatu, dan lain-lain) sesuai
dengan ketentuan Syari at Islam yang meliputi Tauhid,
Hukum sanksi, warisan, akhlak, jihad, dan semua mu malat,
politik, ekonomi, dan lain-lain, tanpa menambah atau
mengurangi.
Copyright © Sufi ~ Artikel Ilmu Tasawuf dan Sufisme All Right Reserved
Hosted by Satelit.Net Support Satelit.Net