Senin, 26 Maret 2012

MASTURBASI DALAM PERSPEKTIF IBN HAZM DAN IMAM ASY-SYAFI’I

MASTURBASI DALAM PERSPEKTIF IBN HAZM DAN IMAM ASY-SYAFI’I

MASTURBASI DALAM ISLAM
BAB  I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masyarakat yang masih sederhana, norma susila atau moral telah memadai untuk menciptakan ketertiban dan mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat, dan menegakkan kesejahteraan dalam masyarakat.[1]
Dalam Islam budaya dan perubahan sosial itu sangat jelas pengaruhnya terhadap pemikiran hukum. Perbedaan budaya dan perubahan sosial yang terjadi di daerah-daerah yang dikuasai oleh umat Islam di awal abad ke-2 H sampai pertengahan abad ke-4 H merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan fuqaha (ulama fiqh) mengenai sesuatu masalah hukum yang akhirnya menyebabkan terbentuknya aliran-aliran hukum dalam Islam.[2]
Pergaulan hidup manusia diatur oleh pelbagai macam kaidah atau norma, yang pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan tenteram. Di dalam pergaulan hidup tersebut, manusia mendapatkan pengalaman-pengalaman tentang bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok yang antara lain mencakup sandang, pangan, papan, keselamatan jiwa dan harta, harga diri, potensi untuk berkembang, dan kasih sayang. Pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai yang positif maupun negatif, sehingga manusia mempunyai konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang baik dan harus dianuti, dan mana yang buruk dan harus dihindari. Sistem nilai-nilai tersebut sangat berpengaruh terhadap pola-pola berpikir manusia, hal mana merupakan suatu pedoman mental baginya.[3] Sehingga kadangkala di kalangan remaja khususnya, dalam pergaulan mereka yang sekarang ini cenderung lebih banyak pengaruh dari budaya luar (Barat) tentunya sedikit banyak akan berpengaruh pula baik dalam pola pikir ataupun dalam tingkah laku mereka. Daya berpikir merekapun terkontaminasi oleh tayangan-tayangan hiburan dari berbagai media yang ternyata lebih banyak bernuansa pornografi.
Akibat maraknya tayangan pornografi, banyak remaja yang tak kuasa menahan nafsunya. Sebagian di antara mereka memilih masturbasi atau onani. Mereka menganggap bahwa onani itu lebih baik daripada zina. Tak heran jika perilaku ini kian menggejala di kalangan remaja.[4] Perbuatan masturbasi tersebut di anggap sebagai  salah satu cara bagi mereka untuk mengatasi/ menghindari dari perbuatan zina secara langsung (berhubungan badan). Sehingga tindak seksual melalui masturbasi ini sering dilakukan secara rutin oleh kebanyakan pemuda tersebut.
Di rubrik konsultasi sebuah majalah remaja, terpampang curahan problematika seorang pemuda. Selama ini, dia rutin melakukan masturbasi. Dia ingin lepas dari masturbasi tersebut tapi tak bisa. Onani dan Masturbasi memang aktivitas yang banyak dicela. Di samping itu, aktivitas seksual swalayan ini ternyata memang banyak dilakukan oleh para remaja.[5] Kebiasaan onani atau masturbasi disebut juga al-istimna'u. Onani adalah mempermainkan anggota badan yang paling vital secara teratur dan terus menerus guna memenuhi tuntutan hasrat seksualnya dan mendapatkan kenikmatan dengan cara mengeluarkan air mani.[6]
Perilaku onani pada stadium kronis yaitu dilakukan secara bertahun-tahun dan secara eksesif (di luar batas, banyak sekali), masalahnya akan semakin kompleks. Karena kebiasaan tersebut bukan hanya merupakan pemuasan bagi kebutuhan fisik belaka, tetapi sudah di tambah oleh problem-problem psikologis berupa kebingungan dan rasa was-was terhadap berbagai dosa dan ekses negatif yang akan dideritanya. Sementara ia sendiri tidak mampu lagi mengendalikan diri. Akibatnya, ia menjadi murung, dihantui ketakutan, minder, tak punya pendirian, tak punya keberanian mendekati lawan jenis, cepat tersinggung, dan berbagai problema psikologis lainnya. Gejala psikologis inilah yang mengubah perbuatan onani menjadi gejala fatalogis atau berubah menjadi suatu penyakit yang kompleks baik fisik maupun psikis. Dengan demikian, perilaku onani, apalagi dilakukan secara eksesif (berlebihan), berakibat buruk terhadap pertumbuhan watak seseorang. Terutama hal ini menyebabkan kebiasaan pemuasan seksual yang terlampau murah dan mudah sehingga daya tahan psikisnya menjadi semakin lemah terbukti dengan semakin lemahnya daya tahan pengekangan diri.[7]
Di New York dan Chicago, ketika University of Chicago & New York Times mensurvey 3.432 orang di antara usia 18 – 59 ; menjumpai 60 % pria dan 40 % wanita melakukan masturbasi rutin dalam setahun tersebut. Hal serupa juga dilakukan di Asia pada tahun 1980, di mana terdapat survey terhadap 10.000 orang anak-anak SMP dan SMA hasilnya 89 % pria melakukan masturbasi dan  53 % wanita melakukannya. Sementara itu di Indonesia, sebuah survey yang dilaksanakan di 7 kota besar di Indonesia menunjukkan hasil 93 % pria dan 56 % wanita melakukan masturbasi.[8]
Data-data di atas menunjukkan betapa banyaknya orang yang melakukan masturbasi, di mana kecenderungan tersebut lebih banyak dilakukan oleh kaum muda. Tampaknya hal itu menunjukkan bahwa nafsu manusia pada masa muda merupakan nafsu yang paling besar. "Perilaku seksual remaja" ini semakin lama semakin marak dan mulai merebah ke dunia anak-anak.
Sebagian penelitian mengatakan bahwa besar kemungkinan sebagian anak-anak kecil telah merasakan kenikmatan seksual sebelum mereka mencapai usia balig, diantaranya dengan mempermainkan salah satu anggota tubuh yang paling vital. Data statistik menyebutkan adanya 350 dari 1000 persoalan yang membutuhkan pertolongan di kota Berlin, Jerman, bersumber dari kebiasaan melakukan onani. Kebiasaan seperti itu khususnya terdapat pada anak laki-laki yang berusia sekitar tujuh sampai sembilan tahun. Timbulnya kebiasaan seperti itu lebih banyak terjadi pada anak-anak laki-laki daripada perempuan.[9] Walaupun  demikian masturbasi yang dilakukan oleh kaum perempuan ternyata lebih sering pada usia yang sudah dewasa.
Banyak wanita yang lebih suka melakukan masturbasi hingga mencapai orgasme sebelum penetrasi. Masturbasi bukan hanya suatu yang dilakukan untuk menikmati kepuasan sendiri. Bahkan banyak yang merasakan kenikmatan itu tersendiri bila melihat pasangannya melakukan masturbasi. Masturbasi dapat dimanfaatkan untuk menemukan cara bagaimana pasangan mengalami orgasme. Masturbasi bersama pasangan dapat membuat Anda berdua menjadi lebih dekat bersama pasangan. Pria dan wanita perlu mempelajari bagaiamana memperlakukan organ genital dengan sensitifitas dan kelembutan yang tinggi.[10]
Wanita yang aktif secara seksual akan mengalami orgasme pada berbagai taraf usia. Kebanyakan wanita mengalami puncak kenikmatan seksual menjelang usia dua puluhan atau sampai tiga puluhan, demikian hasil penelitian yang dilakukan DR Alfred C Kinsey di Amerika. Dalam penelitian Kinsey tersebut juga dibuktikan bahwa masturbasi adalah pendekatan pertama wanita untuk mendapatkan kenikmatan orgasmenya, di mana prosentasinya mencapai 50 % dari seluruh responden. Sedangkan untuk mendapatkan rangsangan birahi, 34 % dari responden melakukan percumbuan untuk mendapatkan kenikmatan rangsangan itu. Jika melihat dari usianya, sebenarnya rangsangan seksual atau birahi itu dimulai sejak masih remaja. Terbukti dari riset yang menyatakan jenis penyaluran birahi berbeda sesuai dengan taraf usia. Masturbasi menempati urutan pertama pada kisaran dilakukan 50 % oleh wanita dalam kisaran umur 13 – 20 tahun. Kemudian dari usia 20 – 35 tahun, 80 % wanita lebih memilih melakukan hubungan seksual sebagai penyaluran rangsangan seksualnya. Akan tetapi  kecenderungan itu berubah pada saat usia sang wanita menjelang 40 tahun, sampai dengan 60 % memilih untuk kembali melakukan masturbasi secara tetap.
Bicara tentang masturbasi, pada prinsipnya adalah sebuah tindakan yang berfungsi sebagai cara merangsang alat kelamin dengan tangan atau benda lainnya untuk mendapat suatu taraf orgasme. Pada umumnya masturbasi menyangkut rangsangan dan pemuasan diri sendiri, walaupun demikian masturbasi lumrah dilakukan oleh dua orang dalam kapasitas hubungan heteroseksual atau homoseksual. Kinsey dalam penelitiannya seperti dikutip dari buku "Woman's Body", mengatakan bahwa minimal 1 dari 6 wanita pernah melakukan masturbasi paling sedikit satu kali sepanjang perjalanan hidupnya. Dan kebanyakan dari para wanita menganggap masturbasi adalah cara yang paling cepat dan langsung untuk mendatangkan kenikmatan orgasme.[11]
Dalam hal ini banyak bermunculan pendapat baik di kalangan ulama, kalangan kedokteran, dan masyarakat pada umumnya. Sehingga sampai sekarangpun masih terjadi pro dan kontra dalam permasalahan aktivitas masturbasi atau onani ini.
Seperti dalam penelitian di Australia yang kesimpulannya bahwa  peneliti Australia soal masturbasi: the more and the earlier, the better. Makin muda dan makin sering Anda melakukan masturbasi, makin besar peluang Anda mencegah kanker prostat di usia tua. Kesimpulan di atas dimuat di majalah “New Scientist” tanggal 17 Juli.  Para peneliti tersebut melakukan riset terhadap 2.338 laki-laki Australia soal kebiasaan seks mereka dibandingkan risikonya terkena kanker prostat.  Diantara jumlah tersebut, sebanyak 1.079 laki-laki sudah didiagnosis terkena kanker prostat. Dalam laporan itu dituliskan: Makin sering Anda mendapatkan ejakulasi pada usia 20-50 tahun, makin kecil kemungkinan Anda terkena kanker prostat. Dengan demikian laki-laki yang melakukan masturbasi --dan mendapatkan ejakulasi-- lebih dari 5 kali seminggu pada usia 20-an, peluangnya terkena kanker prostat berkurang sampai duapertiga, ketimbang laki-laki yang jarang-jarang melakukan onani. Dalam penelitian itu, tidak dijelaskan secara gamblang mengapa masturbasi bisa mengurangi risiko terkena kanker prostat. Hanya digambarkan makin sering Anda ejakulasi, memungkinkan saluran pengeluaran tidak tersumbat. Sekaligus membersihkan kelenjar kelamin dari penumpukan zat-zat yang dapat memicu kanker prostat. Sedangkan kanker prostat sendiri adalah kanker paling umum di kalangan laki-laki selewat usia 50 tahun dan menjadi pembunuh terbesar kedua di antara kanker-kanker yang menyerang laki-laki. Penyakit ini, telah menewaskan sekitar 500.000 laki-laki setiap tahun. Akan tetapi kanker prostat jarang menyerang laki-laki di bawah 45 tahun, kecuali bila ada di antara keluarga Anda yang demikian. Penyakit ini biasanya dapat disembuhkan bila terdeteksi dalam tahap dini.[12]
Ada pula yang berkata masturbasi menyebabkan mandul. Setelah diteliti, onani tidak mempengaruhi kualitas sperma dan ovum. Banyak yang berkata juga bahwa masturbasi menyebabkan buta, gagap, dan tuli. Ternyata, semua itu tidak terbukti secara medis.
Namun, jangan berkata bahwa onani tak berefek sedikit pun. Secara tidak langsung, onani bisa menyebabkan impotensi. Kerap terjadi, orang yang sering melakukan onani atau masturbasi hanya bisa merasakan orgasme (kenikmatan seksual) lewat masturbasi. Ketika mereka berhubungan badan dengan isteri/ suami mereka, mereka tak bisa mencapai orgasme. Masturbasi juga bisa menyebabkan pikiran terganggu. Aktivis masturbasi cenderung memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan seks sehingga tidak bisa memusatkan konsentrasi ke hal-hal lain. Masturbasi bisa saja mengakibatkan penyakit kelamin jika dilakukan dengan tangan yang kotor atau alat bantu yang tidak steril. Yang jelas, aktivis rutin onani atau masturbasi akan mengalami kelelahan karena aktivitas seks swalayan ini.[13]
Ulama Islam sebagian besar mengharamkan perbuatan onani ini, seperti Imām asy-Syāfi’i, Maliki, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, dan lain-lain. Perbuatan ini dinilai banyak mendatangkan madarat dan lebih mendekatkan pada perzinaan. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan norma Islam yang memerintahkan agar umat Islam menjaga kehormatannya (kemaluannya) dan meninggalkan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat.  
قد افلح المؤمنون (1) الذين هم في صلوتهم خاشعون  (2) والذين هم عن اللغومعرضون (3) والذين هم للزكوة فاعلون (4) والذين هم لفروجهم حفظون (5) الا على ازواجهم اوماملكت ايمانهم فانهم غيرملومين (6) [14]
Namun dalam stadium rendah, sebagian ulama membolehkannya atau memakruhkannya dengan syarat, jika keadaannya benar-benar madarat atau terpaksa seperti berada di medan perang yang jauh dari isteri atau belum ada kemampuan menikah sementara kebutuhan biologis semakin mendesak.[15]
Imām asy-Syāfi’i sebagai salah satu dari jumhur ulama yang mengharamkan masturbasi dan justeru Ibn Hazm yang seharusnya lebih keras dalam penetapan hukumnya dibandingkan Imām asy-Syāfi’i, ternyata hanya memakruhkan perbuatan masturbasi/ onani tersebut, sehingga hal ini akan menjadikan timbulnya pertanyaan bagi penulis: apa yang melatarbelakangi/ menjadi dasar peng"haram"an dan pe"makruh"an dari perbuatan masturbasi/ onani tersebut. Pertanyaan inilah yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini yang walau bagaimanapun juga memerlukan jawaban melalui kajian yang komprehensip terhadap perbedaan pendapat yang mereka sampaikan.

B. Pokok Masalah


Berdasarkan pada pemaparan yang telah penyusun kemukakan di atas, maka bisa di tarik pokok masalah sebagai berikut :
  1. Apa yang menjadi dasar hukum serta faktor-faktor yang melatarbelakangi haramnya masturbasi menurut Imām asy-Syāfi’i dan makruhnya masturbasi menurut Ibn Hazm ?
  2. Bagaimana pengaruh masturbasi dalam pandangan masyarakat dari segi medis dalam kehidupan religinya ?

C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan :
a.       Mendeskripsikan latar belakang pendapat hukum masturbasi kedua tokoh yang akan dibahas dalam kaitannya dengan era sekarang.
b.      Mengetahui pengaruh masturbasi dalam masyarakat dalam kaitannya dari segi medis dan psikis
2. Kegunaan :
a.       Menambah cakrawala ilmiah bagi perkembangan wacana hukum Islam khususnya dalam kasus masturbasi ini.
b.      Memberikan pemahaman dan informasi mengenai masturbasi serta efek yang akan ditimbulkannya dari segi medis dan psikis dalam kehidupannya.

D. Telaah Pustaka

Mungkin sudah banyak kajian-kajian yang membahas tentang perilaku seksual "Masturbasi" ini, baik dalam pandangan hukum Islam yang dapat kita lihat dalam kitab-kitab fiqih, kedokteran maupun dalam pandangan yang lain. Namun setelah penulis mengadakan penelusuran mengenai pembahasan tersebut, ternyata kajian mengenai Masturbasi dalam pandangan kedua tokoh ini, belum ada ditemukan kajiannya secara khusus.
Sepanjang penelusuran penulis mengenai kajian ini, belum ada sebuah karya yang secara khusus membahas mengenai masturbasi dalam pandangan kedua tokoh ini secara bersamaan. Penyusun hanya mengetahui pendapat tentang hukum masturbasi lebih bersifat umum, dalam artian tidak ada yang secara khusus mengakaji pendapat Imām asy-Syāfi’i mengenai hukum masturbasi ataupun Ibn Hazm, yang kemudian terkait dengan ilmu kedokteran/ kesehatan di masa sekarang.
Walaupun bisa dilihat sangat sedikit kedua tokoh ini membahas masturbasi/ onani atau yang istilah fiqihnya " istimna' " dalam kitab-kitab karya kedua tokoh tersebut. Seperti disebutkan dalam kitab "al-Umm" karya Imām asy-Syāfi’i mengenai  istimna'  adalah haram sebagaimana pendapat jumhur Ulama'.
Sedangkan Ibn Hazm dalam kitabnya "al-Muhalla" memberikan pendapatnya mengenai istimna'  seperti halnya pendapat madzhab Hambali yang mengqiyaskan onani/ masturbasi bahwa mengeluarkan mani dari badan, dan mani sendiri merupakan sebagian dari ( isi )  anggota badan, maka tidak ada larangan/ boleh mengenai hal tersebut.
Masih banyak lagi karya-karya lain yang membahas tentang Imām asy-Syāfi’i dan Ibn Hazm baik dalam makalah-makalah, artikel-artikel, Skripsi, Thesis, dan lain-lain. Tetapi kajiannya juga mengenai pembahasan tertentu yang kebanyakan  belum berkaitan langsung pendapat keduanya mengenai masalah masturbasi ini.
Demikian pula disinggung dalam bukunya Abdul Moqsit, Badriyah Fayumi, Marzuki Wahid, dan Syafiq Hasyim  yang berjudul Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan: Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda, yang diterbitkan oleh Rahima Jakarta yang mana buku ini merupakan hasil kerja sama dengan The Ford Foundation dan LKiS Jogjakarta. Dalam buku tersebut juga sedikit disinggung dalam bab awalnya mengenai masturbasi/ onani yang tercantum juga mengenai pendapat kedua tokoh tersebut. Sekali lagi dalam buku ini pun tidak membahas secara khusus mengenai pendapat keduanya. Akan tetapi akan sangat menunjang data-data yang akan di kaji dalam pembahasan penulisan ini.
Abu al-Ghifari dalam bukunya Remaja Korban Mode menukil mengenai masturbasi dari fenomena yang ada sampai dengan efek dari masturbasi yang akan ditimbulkannya dan juga penyebab orang melakukan masturbasi. Beliau juga menuliskan bahwa masturbasi ini merupakan langkah aman untuk menghindari perbuatan zina.
Namun banyak juga pembahasan masturbasi ini berkaitan dengan pandangan dari segi kesehatan ataupun ilmu kedokteran yang bahkan semakin marak pada saat ini.  Berbagai hasil penelitian dari para medis baik dari dalam maupun luar negeri telah menunjukkan sedikit banyak masukan sebagai referensi dalam penulisan karya ilmiah ini. Sebagaimana banyak juga nantinya data-data yang penulis ambil dari berbagai website di jaringan internet.
Misalnya: Masturbasi Itu Sehat dalam http//www.vision.net.id. menyampaikan tentang bagaimana dampak dari perbuatan masturbasi bagi si pelaku, yang antara lain di mana salah satunya adalah bahwa pelaku masturbasi khususnya kaum pria pada masa tuanya akan terhindar dari penyakit kanker prostat. Hal itu sebagaimana hasil penelitian Graham Giles bersama timnya di Australia.
Masturbasi: Makin Muda, Makin Sering, Makin Baik, demikian disebutkan dalam Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media,  Kamis, 24 Juli 2003, 11:29 WIB (zrp/healthDaysNews). Dalam tulisan tersebut tidak jauh beda dengan website  di atas, menerangkan mengenai dampak masturbasi yang justeru akan baik jika sering dilakukan.
Juga masih banyak literatur-literatur lain yang mendukung data tulisan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

E. Kerangka Teoretik
Pada wilayah empiris, fiqh[16] yang merupakan bagian dari produk pemikiran hukum Islam, semestinya juga tidak resisten terhadap persoalan baru yang ada dalam konstruksi sosio-kultur kemasyarakatan. Sebaliknya paradigma fiqh harus mampu menjadi fasilitator untuk menjawab problematika kemasyarakatan. Di satu sisi, adanya asumsi formalistic terhadap fiqh sering menjadi masalah laten. Fiqh oleh sebagian masyarakat Indonesia, diperlakukan sebagai norma dogmatis yang tidak bisa diganggu-gugat,[17] padahal di sisi lain, fiqh juga dituntut untuk dapat menjawab berbagai persoalan-persoalan yang seringkali muncul di tengah-tengah masyarakat yang semakin berkembang, maju dan sekaligus pluralistik. Sehingga kompleksitas masyarakat dalam segala hal ini sangat mengharapkan fiqh sebagai produk pemikiran hukum Islam dapat bersikap fleksibel dan adaptif terhadap problematika masyarakat tersebut.   
Untuk menjawab persoalan-persoalan yang menuntut satu kepastian hukum yang jelas dan dalam upaya mencari landasan teoritis bagi reaktualisasi hukum Islam masa kini dan masa mendatang, diperlukan usaha-usaha penyesuaian ajaran Islam dengan tuntutan zaman. Dalam kaitan ini adalah seorang pemikir dunia Islam Najmuddin at-Tufi yang menawarkan konsep Maslahah sebagai tinjauan hukum Islam.[18]
Konsep maslahah at-Tufi bertolak dari hadis Rasulullah yang berbunyi
لاضرر ولاضرار[19]
Menurutnya, inti dari seluruh ajaran Islam yang termuat dalam nas  adalah maslahah bagi umat manusia. Karenanya seluruh bentuk kemaslahatan disyari'atkan dan kemaslahatan itu tidak perlu mendapat dukungan dari nas, baik oleh nas tertentu maupun oleh makna yang terkandung dalam sejumlah nas, maslahah merupakan dalil paling kuat yang secara mandiri dapat dijadikan alasan-alasan dalam menentukan hukum syara'.[20] Hukum Islam (fiqhu al-Islam) yang menjadi bagian dari al-Qur'an merupakan hasil dari sebuah reinterpretasi pemahaman para ulama terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang disebut dengan ijtihad. Upaya ijtihad tersebut sangat penting dijaga kesinambungan dan keberlangsungannya karena universalitas Islam mempunyai implikasi terhadap adanya pergulatan yang tidak pernah selesai untuk mencapai  tujuan kemaslahatan manusia.
Adapun tujuan disyari'atkannya hukum Islam adalah merealisasikan dan melindungi kemaslahatan umat manusia. Kemaslahatan yang ingin diwujudkan dalam hukum Islam itu menyangkut seluruh aspek kepentingan manusia, yang menurut hasil penelitian para ulama, sebagaimana dikutip oleh Ibrahim Hosen, dapat diklasifikasikan menjadi tiga aspek, yakni : daruriyyah (primer), hajjiyyah (skunder), tahsiniyyah (pelengkap).[21]
Dalam hal masturbasi ini banyak bermunculan pendapat baik di kalangan ulama, kalangan kedokteran, dan masyarakat pada umumnya. Sehingga sampai sekarangpun masih terjadi pro dan kontra dalam permasalahan aktivitas masturbasi atau onani ini.
Tersebut juga Saleh Tamimi dalam kitabnya Musykilatun fi Tariq Asysyabābi yang diterjemahkan oleh Ahmad Thabrani Mas'udi dalam bukunya "Onani Masalah Anak Muda" menerangkan dalam bab awalnya mengenai hukum onani tersebut yang di dalamnya terdapat pendapat Imām asy-Syāfi’i yang tergabung dalam jumhur Ulama dengan tegas mengharamkan onani dengan berdasarkan firman Allah yaitu :

والذين هم لفروجهم حفظون (5) الا على ازواجهم اوماملكت ايمانهم فانهم غيرملومين (6) فمن ابتغى وراء ذلك فاولئك هم العدون (7)  [22]
Di sisi lain riwayat dari Atha', yaitu mazhab Ibnu Hazm yang memakruhkan perbuatan onani. Ibnu Hazm berkata :
"Bahwa orang laki-laki dan perempuan yang menyentuh alat vital masing-masing, menurut ijma' para ulama, hukumnya boleh (mubah). Maka perbuatan onani tersebut tidak ada hukum yang mengharamkannya, sebagaimana firman Allah SWT[23] :
.........وقد فصل لكم ماحرم عليكم..........[24]
Berdasarkan wacana yang berkembang mengenai masturbasi ini, terkesan sebagai perbuatan yang tercela dalam pandangan agama. Di sisi lain masturbasi ini merupakan perbuatan yang bisa "memperpanjang usia" jika di lihat dari segi kesehatan/ medis. Sebagaimana banyak disebutkan dalam hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli kedokteran.
Sebagaimana disebutkan dalam latar belakang masalah mengenai penelitian yang dilakukan di Australia yang kesimpulannya peneliti Australia soal masturbasi: the more and the earlier, the better, bahwa makin muda dan makin sering melakukan masturbasi, makin besar peluangnya dalam mencegah kanker prostat di usia tua. Kesimpulan di atas dimuat di majalah “New Scientist” tanggal 17 Juli.  Para peneliti tersebut melakukan riset terhadap 2.338 laki-laki Australia soal kebiasaan seks mereka dibandingkan risikonya terkena kanker prostat.  Diantara jumlah tersebut, sebanyak 1.079 laki-laki sudah didiagnosis terkena kanker prostat. Dalam laporan itu dituliskan: Makin sering Anda mendapatkan ejakulasi pada usia 20-50 tahun, makin kecil kemungkinan Anda terkena kanker prostat. Dengan demikian laki-laki yang melakukan masturbasi --dan mendapatkan ejakulasi-- lebih dari 5 kali seminggu pada usia 20-an, peluangnya terkena kanker prostat berkurang sampai duapertiga, ketimbang laki-laki yang jarang-jarang melakukan onani. Dalam penelitian itu, tidak dijelaskan secara gamblang mengapa masturbasi bisa mengurangi risiko terkena kanker prostat. Hanya digambarkan makin sering Anda ejakulasi, memungkinkan saluran pengeluaran tidak tersumbat. Sekaligus membersihkan kelenjar kelamin dari penumpukan zat-zat yang dapat memicu kanker prostat. Sedangkan kanker prostat sendiri adalah kanker paling umum di kalangan laki-laki selewat usia 50 tahun dan menjadi pembunuh terbesar kedua di antara kanker-kanker yang menyerang laki-laki. Penyakit ini, telah menewaskan sekitar 500.000 laki-laki setiap tahun. Akan tetapi kanker prostat jarang menyerang laki-laki di bawah 45 tahun, kecuali bila ada di antara keluarga Anda yang demikian. Penyakit ini biasanya dapat disembuhkan bila terdeteksi dalam tahap dini.[25]
Kemudian di mana keterkaitannya masturbasi ini dalam hal kesehatan dengan perbedaan penetapan hukum kedua tokoh Ulama ahli fiqh tersebut. Maka perlu adanya suatu pemikiran dalam perkembangan fiqh dalam kejelasan hukum masturbasi dengan melihat dampak yang akan timbul dan pengaruhnya secara riil dalam masyarakat sekarang, penelitian ini kemudian akan dilakukan dalam bahasa dan kerangka hukum Islam (fiqh) dan ilmu kesehatan/ kedokteran. Sehingga dalam penulisan skripsi ini, tiap babnya selalu di singgung dari segi hukum Islam (fiqh) ataupun ilmu kesehatan atau kedokteran mengenai permasalahan yang diuraikan dalam masing-masing bab sebagai kerangka yang mengarah kepada penelitian yang akan di kaji ini.

F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :
         1.            Jenis Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian pustaka (library research) dengan bahan pustaka yang berkaitan pembahasannya dalam penelitian ini, baik bahan primer maupun bahan skunder.
      2.            Sifat Penelitian
Kajian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif-analitis-komparatif, yakni mendeskripsikan atau menguraikan data-data yang berkaitan dengan masturbasi dalam pandangan Imām asy-Syāfi’i dan Ibn Hazm yang telah diperoleh dan data-data dari segi medis untuk kemudian dianalisa guna mendapatkan suatu pandangan ataupun kesimpulan yang relevan pada saat ini. Penelitian ini berusaha untuk menelusuri tentang perumusan hukum masturbasi  dalam fiqh menurut pandangan kedua tokoh tersebut dan pandangan dari segi medis serta relevansinya pada masa sekarang, sehingga dapat diketahui perbedaan dalil yang digunakan beserta alasannya mengenai pendapat tentang masturbasi dalam hukum Islam.
  1. Pendekatan Masalah
Dalam pencapaian hasil yang maksimal, maka secara metodologis penelitian ini menggunakan pendekatan usul fiqh dengan maksud untuk mendapatkan pemahaman tentang tujuan serta esensi dari pendapat dari Imām asy-Syāfi’i dan Ibn Hazm serta para fuqaha yang signifikan, untuk kemudian memperoleh suatu konsep yang lebih relevan.
4.    Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian mengenai Masturbasi menurut Imām asy-Syāfi’i dan Ibn Hazm dari data yang telah diperoleh  adalah dengan metode deduktif – komparatif , yaitu pengumpulan data yang kemudian diklasifikasikan dari berbagai literatur yang bersifat umum, untuk kemudian dianalisis dan diidentifikasi sehingga mendapatkan data yang lebih bersifat khusus. Selanjutnya data-data tersebut dianalisis dengan data lain yang terkait dan diformulasikan menjadi suatu kesimpulan, kemudian membandingkan antara data yang satu dengan yang lain tersebut untuk mengetahui persamaan dan perbedaannya, sehingga akan sampai pada suatu kesimpulan.

G. Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika pembahasan skripsi ini meliputi lima bab, antara lain secara globalnya sebagai berikut :
Bab pertama adalah bab pendahuluan yang di dalamnya memuat sub-sub bab, antara lain: latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Pada bab pendahuluan ini merupakan pemaparan mengenai hal-hal yang menjadi dasar munculnya permasalahan yang akan diteliti, untuk kemudian dengan  tujuan dan kegunaan penelitian sebagai pangkal menuju arah permasalahan, sehingga membawa kepada kejelasan dari permasalahan tersebut yang tentunya sedikit banyak akan memberikan kontribusi terhadap khasanah keilmuan terutama dalam hukum Islam.
Sementara itu telaah pustaka, akan memberikan suatu deskripsi permasalahan yang diteliti dalam tingkat keilmuan memiliki esensi yang signifikan dan original dalam suatu karya ilmiah. Sedangkan kerangka teoritik merupakan suatu alat analisa yang digunakan untuk pengolahan data atau menganalisa data yang akan diteliti dalam suatu deskripsi global mengenai pandangan terhadap permasalahan. Metode penelitian sendiri adalah suatu penjelasan tentang cara dan langkah-langkah dalam pengumpulan data serta pengolahannya untuk mendapatkan data secara sistematis untuk kemudian di analisa. Kemudian sistematika pembahasan, yaitu urutan yang ditetapkan dalam pembahasan pokok masalah yang diteliti dan juga sebagai pegangan dalam pengklasifikasian data.
Bab kedua mendeskripsikan riwayat hidup serta latar belakang pemikiran-pemikiran Imām asy-Syāfi’i dan Ibn Hazm. Di sini akan mengungkap secara teoritis berbagai pandangan kedua tokoh ini, yang kemudian dilacak melalui ide-ide serta pendapat mereka pada masyarakat yang mereka hadapi serta zaman mereka masing-masing yang kemudian memunculkan kontroversi pendapat di kalangan ulama. Kemudian di sini juga ditelusuri pemikiran dan pendapat tentang masturbasi menurut Ibn Hazm dan Imām asy-Syāfi’i melalui karya-karya keduanya.
Bab tiga memuat tentang tinjauan medis mengenai masturbasi itu sendiri yang menggambarkan tentang definisi masturbasi, fenomena masturbasi dalam masyarakat dan akibat/ dampak yang ditimbulkanya. Diuraikan juga permasalahan masturbasi dalam pandangan kedokteran dengan berbagai data yang ada, pandangan hukum Islam sendiri baik dari Ulama klasik maupun Ulama kontemporer mengenai masturbasi atau onani ini.
Pada bab empat ini merupakan tinjauan dan analisis tentang pelacakan mengenai hukum masturbasi yang disampaikan Ibn Hazm dan Imam asy-Syafi'i secara keseluruhan. Kemudian hukum masturbasi tersebut dihubungkan dengan kajian secara medis. Setelah adanya tinjauan dan analisis tersebut, maka pada akhir pembahasan bab ini akan menguraikan mengenai masturbasi/ onani ini dalam konsep sekarang dengan melihat efek/ dampak yang akan timbul dan pengaruhnya dalam masyarakat dengan adanya perbuatan tersebut.
Kemudian pada akhir pembahasan ada di bab lima yaitu penutup, yang didalamnya dikemukakan kesimpulan dari permasalahan dalam pembahasan skripsi ini, dan kemudian disampaikan saran-saran.

Selengkapnya Silahkan >>> DOWNLOAD

Tags:  MASTURBASI DALAM PERSPEKTIF  IBN HAZM DAN IMAM ASY-SYAFI’I

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Sufi ~ Artikel Ilmu Tasawuf dan Sufisme All Right Reserved
Hosted by Satelit.Net Support Satelit.Net