Senin, 26 Maret 2012

METODE CERITA DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAPEN


METODE CERITA DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAPEN

TAMAN KANAK-KANAK
 Oleh Team www.seowaps.com

BAB I

PENDAHULUAN


A.    Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalah pahaman juga untuk memudahkan dan meluruskan pemahaman serta pengertian  pada skripsi ini, berjudul “METODE CERITA DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAPEN” maka penulis merasa perlu memberikan penegasan judul sebagai berikut :
  1. Metode
Metode berasal dari bahasa latin “meta” yang berarti melalui dan “hodes” yang berarti jalan atau cara ke. Dalam bahasa arab disebut dengan “thariqah” artinya jalan, cara atau, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengatur cita-cita.[1] Metode yaitu cara kerja yang bersistem yang memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.[2]
Jadi yang dimaksud dengan metode disini adalah sistem atau cara yang digunakan dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam dalam diri anak dan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam  melalaui cerita.

  1. Cerita
Cerita adalah hiburan yang membentangkan bagaimana terjadinya sesuatu hal (peristiwa, kejadian dan sebagainya)[3] selain itu cerita juga bisa diartikan sebagai suatu ungkapan, tulisan yang berisikan runtutan peristiwa, kejadian yang bisa disebut juga dengan dongeng atau kisah, dengan demikian cerita adalah suatu ungkapan, tulisan yang dituturkan oleh seseorang kepada orang lain, kelompok, umum, baik itu mengenai pengalamannya pribadi maupun pengalaman orang lain yang benar-benar terjadi ataupun hanya merupakan khayalan atau imajinasi saja.
  1. Pendidikan Islam
a.       Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan, cara mendidik.[4] Menurut Marimba pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya manusia yang sempurna.[5]
b.      Sedangkan Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw dan ia adalah agama yang berintikan keimanan dan perbuatan (amal).[6]
Pendidikan Islam adalah proses alih nilai (transfer of value) yang dikembangkan dalam rangka perubahan perilaku, dengan mengarahkan anak didik supaya dapat menjadi masa depan yang ideal sesuai dengan ajaran agama Islam, dengan cara menjadikan anak didik tersebut sebagai manusia yang lebih lengkap dalam dimensi religiusnya.[7]
  1. TK
Taman-Kanak-kanak (TK) adalah sekolah untuk anak-anak yang berumur 5-6 tahun.[8] Taman Kanak-kanak juga sebuah lembaga pendidikan yang mengelolah, membimbing, mengajar anak-anak untuk menjadi anak yang cerdas, kreatif dan berakhlak mulia.
  1. TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen
Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen merupakan lembaga pendidikan  yang dirintis dan didirikan oleh Muhamaddiyah Ranting Sapen Yogyakarta pada tanggal 27 Februari  1967, pendaftaran pertama tercatat sebanyak 40 anak, terdiri dari anak yang berumur 3 s/d 7 tahun.
Salah satu yang menjadi tanggung jawab sekolah yaitu mempersiapkan siswa agar mampu mengembangkan kepribadian yang selaras, seimbang antara kedewasaan jasmani dan rohaninya. Sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya atau yang diharapkan supaya dapat menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat cerdas dan terampil.
Dalam Proses pendidikan, TK Aisyiyah Bustanul Athfal  sebagai institusi pendidikan, didalamnya tentu memuat berbagai macam kegiatan dan pelajaran baik yang dilaksanakan didalam kelas maupun diluar kelas, dan dengan berbagai macam metode, seperti metode bermain, bercerita, bernyanyi dan lain-lain. Mengingat banyaknya metode yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut, maka pada penelitian ini, penulis akan membatasi permasalahan atau memfokuskan diri pada metode cerita dalam pendidikan Islam Dari penjelasan dan penegasan beberapa istilah yang dimaksud dalam judul penelitian disini, yang ingin kami maksudkan adalah: ingin melihat bagaimana penerapan dan pengaruh metode cerita dalam pendidikan Islam yang dilaksanakan dan dikembangkan di TK Aisyiyah Bustanul Athfal dalam rangka membentuk anak-anak yang berkualitas, sehat dan terampil.
Jadi yang dimaksud dari judul metode cerita dalam pendidikan Islam disini ialah menanamkan nilai-nilai ajaran Islam kepada diri anak dengan menggunakan metode cerita yang dilaksanakan/diterapkan di Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal sapen Yogyakarta.  

B.     Latar Belakang Masalah

Anak merupakan amanah dari Allah SWT. dengan demikian semua orang tua berkewajiban untuk mendidik anaknya agar dapat menjadi insan yang shaleh, berilmu, beriman dan bertaqwa. Hal ini merupakan suatu wujud pertangguang jawaban dari setiap orang tua kepada khaliqnya.
Untuk mewujudkan generasi Islami, dibutuhkan pembinaan dan pendidikan anak sejak dini, pendidikan anak merupakan hal yang amat penting dalam ajaran Islam, sebab anak termasuk bagian yang penting dalam ajaran Islam, karena anak merupakan generasi penerus. Sehubungan dengan hal tersebut al-qur’an surat At-Tahrim ayat 6 menjelaskan :
ูŠَุงุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุกَุงู…َู†ُูˆุง ู‚ُูˆุง ุฃَู†ْูُุณَูƒُู…ْ ูˆَุฃَู‡ْู„ِูŠูƒُู…ْ ู†َุงุฑًุง ูˆَู‚ُูˆุฏُู‡َุง ุงู„ู†َّุงุณُ ูˆَุงู„ْุญِุฌَุงุฑَุฉُ ุนَู„َูŠْู‡َุง ู…َู„َุงุฆِูƒَุฉٌ ุบِู„َุงุธٌ ุดِุฏَุงุฏٌ ู„َุง ูŠَุนْุตُูˆู†َ ุงู„ู„َّู‡َ ู…َุง ุฃَู…َุฑَู‡ُู…ْ ูˆَูŠَูْุนَู„ُูˆู†َ ู…َุง ูŠُุคْู…َุฑُูˆู†َ 
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.[9]

Perintah menjaga diri sendiri dan keluarga dari siksa neraka itu apabila ditinjau dari segi pendidikan, ialah tuntutan kepada semua orang beriman untuk mendidik diri dan keluarganya, untuk memiliki kekuatan jiwa yang mampu menahan dari perbuatan-perbuatan yang menjerumuskan manusia kepada kesesatan, perebuatan-perbuatan yang menarik kepada durhaka kepada Allah yang akhirnya akan berakibat pada penderitaan yaitu siksa neraka.
Hadits Nabi SAW mengajarkan :
ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ุฃَู†َّ ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู‚َุงู„َ ุฅِุฐَุง ู…َุงุชَ ุงู„ْุฅِู†ْุณَุงู†ُ ุงู†ْู‚َุทَุนَ ุนَู†ْู‡ُ ุนَู…َู„ُู‡ُ ุฅِู„َّุง ู…ِู†ْ ุซَู„َุงุซَุฉٍ ุตَุฏَู‚َุฉٍ ุฌَุงุฑِูŠَุฉٍ ุฃَูˆْ ุนِู„ْู…ٍ ูŠُู†ْุชَูَุนُ ุจِู‡ِ ุฃَูˆْ ูˆَู„َุฏٍ ุตَุงู„ِุญٍ ูŠَุฏْุนُูˆ ู„َู‡ُ (ุฑูˆุงู‡ ู…ุณู„ู…)
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda: apabila manusia meninggal dunia terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara ; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya”(HR. Muslim)[10]

Hadits nabi tersebut mengajarkan bahwa tujuan pendidikan anak dalam Islam adalah menjadikan anak untuk bertabiat shaleh yang tahu berterima kasih kepada kedua orang tuanya, dan hadits tersebut juga memberikan kabar gembira kepada para orang tua bahwa pendidikan anak yang sukses merupakan amal yang pahalanya terus mengalir walaupun yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Setelah mengetahui pentingnya pendidikan kepada anak, terutama mencetak anak yang Islami tidaklah semudah teori, karena seorang pendidik di tuntut mampu memainkan peranan dan fungsinya dalam menjalankan tugas keguruannya. Hal ini untuk menghindari terjadinya benturan fungsi dan peranannya, sehingga pendidik dapat menempatkan kepentingan sebagai individu, anggota masyarakat, warga negara dan pendidik sendiri antara tugas keguruan dan tugas lainnya harus ditempatkan melalui porosnya.
Seorang pendidik harus mengetahui kondisi perkembangan anak lingkungannya dan kesukaannya, untuk memudahkan dalam menanamkan nilai-nilai Islami dalam diri anak, sebagaimana diketahui dalam perkembengan manusia ketika masih anak-anak sangat suka dengan cerita, kisah, dongeng dan sejenisnya.
Kisah ataupun cerita memang sangat menarik untuk dikaji, karena cerita itu sendiri mampu mengambil hati para pendengar / pembacanya baik itu orang dewasa apalagi anak-anak. Dari hal tersebut diatas saat ini banyak sekali dijumpai buku-buku cerita yang diterbitkan dan diperuntukkan bagi anak-anak maupun orang dewasa. Berbagai macam cerita tersebut tidak semuanya layak dikonsumsi (dibaca) oleh anak-anak. Para orang tua dan pendidik haruslah mampu untuk menyeleksi, memfilter buku-buku cerita yang pantas diberikan kepada anak-anaknya.
Tidak semua orang tua dan pendidik tahu pasti tentang buku-buku yang baik untuk anak mereka, oleh karena itu diperlukan adanya pedoman bagi mereka untuk mengetahui cara memilih  cerita yang baik. Sebab itu pula penulis tertarik untuk membahas hal tersebut, dengan asumsi bahwa pembahasan mengenai teknik memilih cerita yang baik ini dapat juga dijadikan salah satu bahan materi untuk melengkapi kajian ini.
Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap anak didik untuk mengarahkan agar pertumbuhan jasmani dan rohani anak tidak bertentangan, menyimpang dari ajaran Islam, sehingga pendidikan anak diberikan mencakup keseluruhan aspek dan berusaha untuk mengantarkan manusia mencapai keseimbangan pribadi.[11] Adapun tujuan pendidikan Islam, adalah mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui latihan semangat, intelek rasional dan perasaan serta kepekaan tubuh.[12] Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak dalam perwujudan ketundukannya yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas maupun seluruh ummat manusia.[13]
Setiap proses pendidikan, diperlukan adanya metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam pendidikan itu sendiri. Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi sarana yang bermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dan diserap oleh anak didik menjadi pengertian-pengertian yang fungsional terhadap tingkah lakunya.[14]
Pendidikan Islam adalah sebuah upaya membentuk kepribadian yang shaleh sesuai dengan ajaran Islam. Ajaran agama Islam itu sendiri bersifat sempurna, namun permasalahannya dengan cara atau metode bagaimana ajaran yang telah sempurna itu diajarkan dan ditanamkan kepada anak-anak didik. Harus diakui bahwa penggalian aspek metode dan media bagi pendidikan anak masih lemah, sehingga terus-menerus harus ditingkatkan lagi.[15]
Menurut T. Handayu pilihan buku (cerita) yang benar bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan kepribadian anak. Sebuah studi menunjukkan adanya kekuatan cerita, bahwa anak yang dibesarkan dengan kisah-kisah tentang kemampuan tokoh mengatasi berbagai tantangan hidup, akan besar menjadi manusia yang memiliki tekad tinggi dalam memperjuangkan tujuan.[16]
Salah satu dari metode pendidikan Islam adalah metode pelajaran berhikmah dan kisah (cerita). Metode ini telah digunakan sejak diturunkannya wahyu sampai sekarang. Bahkan dalam perkembangannya metode ini telah menjadi bagian dari pelajaran bahasa dan telah ditentukan jam khusus untuk itu, hal ini telah ada dalam sistem pendidikan modern terbukti dengan dimasukkannya cerita dalam kurikulum sekolah.[17]
Munculnya berbagai macam buku-buku cerita sekarang ini perlu disambut dengan baik, karena hal itu berarti juga mendukung melengkapi adanya metode pendidikan dengan bercerita. Namun walau demikian perlunya tetap dilakukan seleksi terhadap buku-buku cerita tersebut (terutama buku-buku yang diperuntukkan bagi anak-anak). Hal ini dipandang perlu dilakukan guna memperoleh cerita yang baik, bagus dan menunjang proses pendidikan bagi anak-anak, sehinga anak-anak akan terhindar dari pengaruh unsur negatif dari ekses bacaan tersbut.
Kesalahan dalam memilih cerita akan berakibat antara lain ; mempengaruhi perilaku dan karakter anak yang cendrung negatif, anak bisa bersikap cengeng, ingin menang sendiri dan meniru sikap serta perilaku figur negatif pada cerita yang didengar/diketahuinya.
Penyeleksian dan pemilihan buku cerita untuk anak sangat perlu dilakukan karena pada akhirnya informasi dan peristiwa yang terkandung dalam cerita-cerita tersebut akan berpengaruh pada pembentukan moral dan akal anak, dalam kepekaan rasa dan bahasa.
 Dengan adanya berbagai macam jenis pilihan buku-buku cerita yang ada saat ini diperlukan pula suatu pedoman, petunjuk untuk dapat memilih cerita (buku) yang mengandung nilai-nilai Islam untuk mewujudkan anak shaleh yang didambakan.

C.    Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan beberapa pokok masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana kriteria memilih cerita yang baik dan dapat dijadikan panduan dalam pendidikan Islam di TK Aisyiatuh Bustanul Athfal Sapen?
  2. Bagaimana penerapan metode cerita dalam pendidikan Islam di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen dan kendala-kendalanya ?

D.    Alasan Pemilihan Judul

      Anak adalah harapan masa depan orang tua, bangsa dan agama maka, senantiasa harus mandapat perhatian dan bimbingan dengan metode yang sesuai dengan perkembangan anak, karena metode dalam pendidikan merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan dan juga sarana dalam mencapai tujuan. Bercerita adalah metode komunikasi universal yang berpengaruh kepada jiwa manusia bahkan al-Quran pun berisi banyak sekali cerita-cerita, tidak heran jika Allah menyebut al-Quran sebagai kumpulan cerita yang paling baik.
      Taman Kanak-kanak merupakan tempat yang sekarang ini dijadikan alternatif utama dalam mendidik anak-anak, melalaui pendidikan Taman Kanak-kanak anak diajari cara belajar, bertingkah laku yang baik, beribadah dan sebagainya. Untuk itu diperlukan metode atau cara yang tepat pula dengan perkembangan mereka.

E.     Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  1. Tujuan Penelitian

1.        Untuk mengetahui cerita yang baik dan dapat dijadikan  panduan untuk pendidikan Islam yang digunakan di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen. 
2.        Untuk mengetahui  penerapan metode cerita dalam proses pendidikan Islam di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen serta faktor pendukung dan penghambatnya.
  1. Kegunaan Penelitian

1.      Tulisan ini semoga dapat memberikan sumbangan ide maupun pemikiran kepada pihak sekolah.
2.      Dapat bermanfaat bagi para pembaca yang concern dalam dunia pendidikan Islam, terutama bagi para guru dan pengelolaan TK Bustanul Athfal.
3.      Bagi penulis pribadi, dapat memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman untuk kehidupan dimasa depan.

F.     Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan kajian dan studi tentang  metode pendidikan Islam untuk anak dengan cerita belum ada yang mengkajinya, akan tetapi sudah ada pula hasil karya yang hampir senada dengan hal tersebut, hanya objek yang dikaji agak sedikit berbeda. Skripsi tersebut antara lain yang ditulis oleh :
  1. Skripsi saudari Hidayatun Mahmudah Tahun 2002, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Kependidikan Islam  dengan judul “Cerita Sebagai Metode Pendidikan Islam” menjelaskan tentang metode cerita secara umum dan teknik atau cara memilih buku yang baik untuk anak, serta menerangkan betapa pentingnya metode cerita untuk anak dalam pendidikan Islam karena cerita menjadi faktor yang penting dalam perkembangan kepribadian anak. Sebuah studi menunjukkan adanya kekuatan cerita, bahwa anak yang dibesarkan dengan kisah-kisah tentang kemampuan tokoh mengatasi berbagai tantangan hidup, akan besar menjadi manusia yang memiliki tekad tinggi dalam memeperjuangkan tujuan.
2.     Ada juga skripsi yang hampir senada yakni skripsi Sarjiyem, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam  dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan Pada Doraemon” tahun 2001 penekanannya pada aspek pilosofi pendidikan yang tersirat dalam komik kartun Doraemon terhadap pendidikan anak. Skripsi tersebut memberikan berbagai macam gambaran tentang nilai-nilai yang patut diketahui :
a.       Nilai Pendidikan
1)      Pendidikan moral dan etika untuk anak berkaitan dengan sikap patuh, sopan kepada semua orang.
2)      Pendidikan religius yang berkaitan dengan sikap syukur, menepati janji, larangan dan lain-lain.
3)      Pendidikan kepribadian yang berkaitan dengan sikap baik (rajin, bertanggung jawab dan sejenisnya) dan jelek (malas, putus asa dan sebagainya).
b.      Relevansi dengan Pendidikan Islam
Adanya nilai-nilai pendidikan tersebut diatas dapat dijadikan bahan untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan sesuai dengan perkembangan diri anak, baik melalui lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah dan dalam kerangkan yang Islami.
Kemudian buku karangan T. Handayu dengan judul “Memaknai Cerita Mengasah Jiwa”, panduan menanamkan nilai moral pada anak melalui cerita, tahun 2001. dalam buku ini dipaparkan mengenai penanaman nilai-nilai moral melalui cerita, karena melaui cerita/dongeng itu pula kita bisa memahami jiwa anak-anak yang diperuntukkan bagi mereka .
Buku karya Abdul Majid berjudul “Mendidik Anak dengan Cerita” tahun 2002. dalam buku ini terdapat muatan-muatan mendidik melalui cerita dan kisi-kisi agar sebuah cerita dapat diminati anak-anak. Lewat cerita yang bermuatan petuah-petuah agama dan menegaskan bahwa bercerita pada anak sangatlah besar peranannya.

G.    Kerangka Teoritik

            Penelitian ini mengarah kepada bagaimana mengembangkan metode cerita dalam pendidikan Islam di lembaga pendidikan Taman Kanak-kanak yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal dalam rangka penanaman nilai-nilai pendidikan Islam. Akan tetapi fokus penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa salah satu upaya untuk menanamkan pendidikan Islam kepada anak dengan cerita tersebut, terlebih dahulu harus dilakukan melalui faktor pendidik (guru) yang harus mengetahui tentang kriteria cerita yang baik untuk diajarkan kepada anak. Oleh karena itulah dalam penelitian kali ini, peneliti akan membatasi permasalahan pada asfek guru dan pemilihan cerita.
            Penelitian ini juga berangkat dari realitas bahwa antusias anak-anak sekarang ini terhadap berbagai macam buku cerita yang ada, baik buku cerita yang pantas untuk anak-anak maupun cerita yang tidak pantas untuk anak-anak dan itu perlu ada kontrol dari para orang tua dan guru untuk membimbing mereka dalam memilih cerita yang layak untuk anak-anak, supaya anak-anak dapat mengambil nilai-nilai fosifif dari cerita yang ada.
            Terkait dengan persoalan ini, sebagai lembaga pendidikan yang mengatur, membimbing dan mengajar anak-anak TK Aisyiyah Bustanul Athfal bertanggung jawab atas pendidikan para siswanya, diantaranya menyesuaikan metode pendidikan untuk anak dengan perkembangan jiwa anak, salah satunya dengan menggunakan metode cerita dalam pendidikan Islam.

      1.  Metode Cerita

Metode dalam pendidikan merupakan masalah penting dalam pencapaian tujuan, sebab metode merupakan salah satu faktor yang urgen dalam menentukan keberhasilan dan juga sarana dalam mencapai tujuan tersebut.
                  Cerita atau kisah merupakan salah satu cara mendidik anak pada masa lampau da modern, setiap took pendidikan tidak memungkiri pengaruh cerita pada jiwa pendengarnya. Cerita/kisah berkembang seiring dengan lahirnya manusia dan mengikuti perkembangannya, meskipun berbeda masa.
                  Cerita atau kisah termasuk salah satu metode yang sukses, ia berhasil dimana metode-metode yang lain gagal.[18] Dalam Islam metode cerita atau kisah ini telah dipergunakan sejak munculnya Islam itu sendiri. Hal ini terbukti, al-Qur’an dalam usahanya mendidik ummat manusia banyak menggunakan jalan mengungkapkan kisah-kisah yang mengandung suri tauladan yang baik. Dari keseluruhan ayat al-Qur’an yang berjumlah kurang lebih 6.342 ayat ada lebih dari 1600 ayat mengenai kisah-kisah.[19]
                  Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi ceita, dan menyadari pengaruhnya yang besar terhadap perasaan. Oleh karena itu Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu metode atau teknik dalam pendidikan.[20]

      2.  Pendidikan Islam

Pendidikan Islam, yaitu bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain seringkali beliau menyatakan kepribadian utama dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.[21]

      3.  Cerita yang Baik

                  Cerita sangat erat kaitannya dengan dunia terbiyah, konsekwensinya, setiap pendidik terlebih orang tua untuk senantiasa membiasakan mendidik anak dengan banyak bercerita, sebagaimana Allah memerintahkan kepada Rasulullah. Hal penting yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya adalah upaya untuk membantu mengembangkan pola pikir realistis, yaitu bersikap jujur dan terbuka. Melalui cerita disamping mengembangkan hal tersebut juga emosi anak perlu dilatih menghayati, merenungkan dan merasakan berbagai lakon kehidupan manusia.[22]
                  Sebelum seseorang bercerita, maka harus memahami terlebih dahulu jenis cerita apa yang hendak disampaikan, Karena cerita banyak sekali macamnya. Masing-masing cerita mempunyai karakteristik yang berbeda, oleh karena itu agar dapat bercerita dengan tepat, terlebih dahulu harus menentukan jenis ceritanya. Pemilihan jenis cerita ditentukan oleh tingkat usia pendengar, jumlah pendengar tingkat heterogenitas (keragaman pendengar), tujuan penyampaiaan materi, suasana acara, suasana (situasai dan kondisi) pendengar dan sebagainya.[23]
a.        Jenis- jenis Cerita
                  Jenis-jenis cerita dapat di bedakan dari berbagai sudut pandang yang berbeda dan jenis ceritanya dapat di ketahui dari beberapa hal sebagai berikut :
1)      Berdasarkan pelakunya:
a)      Fabel (cerita tentang dunia tumbuhan dan binatang).
b)      Dunia benda-benda mati.
c)      Campuran atau kombinasi.
d)     Dunia manusia.
2)      Berdasarkan kejadiannya :
a)      Cerita sejarah (tarikh).
b)      Cerita fiksi (rekaan).
c)      Cerita fiksi sejarah (campuran).
3)      Berdasarkan sifat waktu penyajianya :
a)      Cerita bergambar.
b)      Cerita serial.
c)      Cerita lepas.
d)     Cerita sisipan.
e)      Cerita ilustrasi.
4)      Berdasarkan sifat dan jumlah pendengarnya :
a)      Cerita privat :
ร˜  Cerita pengantar tidur.
ร˜  Cerita lingkaran pribadi (individu atau kelompok sangat kecil).
b)      Berdasarkan kelas :
ร˜           Kelas kecil (kira-kira 20 anak).
ร˜           Kelas besar (lebih kurang 20 – 40 anak).
c)      Cerita ketika forum terbuka
5)      Berdasarkan tehnik penyampaiannya :
a)      Cerita langsung atau lepas naskah (direc story).
b)      Membacakan cerita (story reading).
6)      Berdasarkan alat pembantu atau peraga.
a)      Bercerita dengan alat peraga.
b)      Bercerita tanpa alat peraga.[24]
b.      Pemilihan Cerita
Sebagian orang, secara piawai, mampu menceritakan suatu bentuk cerita tertentu dengan baik di bandingkan jenis cerita yang lain. Seperti penguasaan terhadap cerita-cerita humor, binatang, misteri, dan sebagainya. Memang sebaiknya pendongeng hendaknya memilih jenis yang sangat ia kuasai. Tetapi lain halnya untuk seorang guru, tampaknya ia agak sulit jika membatasi diri pada satu bentuk cerita. Sebab cerita yang akan di sampaikannya, khususnya apabila di ambil dari buku ini, memuat berbagai cerita dengan aneka bentuk. Sedangkan jika mengambil bahan dari selain buku ini maka sebaiknya guru memakai satu bentuk cerita saja. Namun, seorang guru tetap di tuntut untuk menguasai penceritaan dari berbagai jenis dongeng, tentunya dengan melakukan latihan yang terus-menerus.
Ada cerita yang bernada sedih dan gembira. Dalam hal ini, guru sebaiknya dapat memilih cerita yang sesuai dengan kondisi jiwanya saat akan bercerita. Antara yang menyedihkan dan yang menyenangkan. Karena keadaan jiwa pendongeng akan berpengaruh pula pada setiap ceritanya.
Ada faktor lain yang dapat membantu dalam pemilihan cerita, yaitu situasi dan kondisi siswa. Misalnya, di awal tahun sangat baik memilih cerita “Sakinah Dan Anaknya”. Karena tokoh-tokoh dalam cerita tersebut sangat dekat dan di kenal anak-anak sebelum masuk sekolah. Kemudian di akhir tahun cukup baik bila memilih kisah “Cerita Tak Berujung”. Sebab cerita ini akan memberi kesan di hati para siswa menjelang kelulusannya diakahir tahun. Dalam cerita ini di gambarkan sesuatu yang berulang-ulang dan terus-menerus berlangsung, yaitu gambaran semut memasuki gudang gandum, mengambil sebuah gandum lalu keluar. Kemudian semut yang lainnya memasuki gudang untuk melakuakan hal yang sama, dan seterusnya.
Adapun di pertengahan tahun, apa yang terjadi di luar dan di dalam kelas bisa membantu dalam pemilihan cerita. Misalnya, ada seorang murid yang datang terlambat tanpa alasan, maka guru dapat memilih cerita “Mahjubah Yang Malas”. Atau ketika seorang murid menemukan seekor tikus memasuki kelas, untuk menanamkan dasar budi pekerti yang baik maka dapat memilih cerita Singa Dan Tikus, dan seterusnya. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan dan membaca seluruh cerita yang hendak di sajikan.
Sebagai catatan bagi guru, harus di ingat bahwa dalam menyampaikan cerita yang lucu dan sedih, ia harus bercerita dengan menggunakan cara yang tepat agar murid tidak salah mengekspresikannya. Misalnya, dalam cerita yang menyedihkan mereka mereka malah tertawa atau sebaliknya.[25]
c.         Kriteria Cerita yang Baik dan Islami
1)      Ciri-ciri cerita yang baik
Sebagai metode dalam pendidikan, kita juga harus mengetahui cerita yang berkualitas sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan jiwa dan watak anak-anak karena itu seorang guru harus memperhatikan beberapa hal dibawah ini :[26]
a)      Cerita itu memikat (absorsing) dan menghibur
b)      Cerita itu mengembangkan imajinasi anak
c)      Cerita itu yang memberikan pengalaman emosional yang mendalam
d)     Cerita itu menimbulkan rasa humor yang menyeluruh
e)      Cerita itu memperluas cakrawala pandangan anak
f)       Cerita itu memberikan kepuasan terhadap kebutuhan ekspresi diri
Dan tentu lebih dari itu semua, kita harus mempertanyakan cerita tersebut bersifat edukatif Islami atau tidak. Dalam hubungan ini penting untuk mengoreksi atau memilih cerita yang mempunyai kwalitas dalam mendukung dunia pendidikan.
Sebuah cerita yang baik disamping kriteria tersebut diatas, meskipun isinya baik harus diperhatikan pula misi yang dikandungnya atau makna yang ada didalamnya, untuk itu perlu menilai cerita yang didalamnya terdapat nilai-nilai yang negatif, berdampak pada aqidah dan akhlak, pemerosotan moral maka harus dihindarkan sifat-sifat cerita yang kurang mendidik :
a)                  Mengandung falsafah yang salah
b)      Tidak Islami (kebohongan, mistis, takhayyul, syirik, bid’ah dan khurafat)
c)                  Menanamkan rasa dendam, permusuhan dan kekerasan
d)                 Membuat anak malas untuk beribadah.[27]     
2)      Ciri-ciri Cerita yang Islami
Cerita yang Islami dikenal dengan sebutan kisah, yaitu sejenis cerita yang penyampaiannya berasal dari al-Qur’an dan kisah teladan lain yang dibaur.[28]
Dewasa ini buku-buku cerita Islami banyak diterbitkan dalam bentuk majalah aku anak shaleh, maupun dalam bentuk lain seperti buku cerita dan komik.
Adapun ciri-ciri cerita yang Islami antara lain :
a)      Menceritakan orang-orang terdahulu yang disebutkan dalam al-Qur’an dan tak pernah basi untuk diceritakan.
b)      Menceritakan kisah kepahlawanan para pahlawan Islami
c)      Mengajarkan sifat mulia para Nabi dan Rasul serta para salafus shaleh
d)     Menceritakan kehidupan sehari-hari dan cerita kehidupan yang mengandung nilai-nilai moral ajaran Islam
e)      Cerita yang dapat digunakan untuk berdakwah kepada anak-anak, yang mengandung kebaikan dan keburukan, sehingga anak dapat membedakannya
f)       Cerita yang didalamnya sarat dengan hikmah-hikmah
g)      Cerita yang diambil dari pengalaman rasulullah saw dan para sahabat-sahabatnya.[29]
Cerita, baik cerita umum maupun Islami dari buku maupun cerita langsung hendaklah menghindari sikap taklid, cerita bagi anak merupakan sarana untuk memperoleh petunjuk-petunjuk termasuk didalamnya budaya, agama dan cara pandang asing. Anak sebagai pribadi yang belum matang dapat mudah mengikuti segala hal yang diceritakan.  
d.      Metode Penyampaian Cerita
Setelah guru selesai mempersiapkan cerita ia bersiap-siap utnuk menyampaikan  saat waktunya tiba. Pada saat itu ia harus mempersiapkan hal-hal berikut :
1)      Tempat bercerita
Bercerita tidak selalu harus dilakukan didalam kelas, tetapi juga boleh juga diluar kelas yang dianggap baik oleh guru agar para siswa bisa duduk dan mendengarkan cerita. Bisa dihalaman sekolah, teras bawah pohon, dan sebagainya.
2)      Posisi duduk
Sebelum guru memulai bercerita sebaiknya ia memposisikan para siswa dengan posisi yang baik untuk mendengarkan cerita. Kemudian guru duduk ditempat yang sesuai dan mulai bercerita. Sebaiknya, guru tidak langsung duduk pada awal bercerita tetapi memulainya dengan berdiri kemudian duduk, bergerak mengubah posisi gerakan dan diusahakan jangan duduk terus.   
3)      Bahasa cerita
Bahasa cerita adalah bahasa yang baik dan mudah dimengerti. Bahasa dalam bercerita hendaknya menggunakan gaya bahasa yang lebih tingi dari gaya bahasa siswa sehari-hari, tetapi lebih ringan dibandingkan dengan bahasa cerita dibuku.
4)      Intonasi guru
Cerita itu mencakup pengantar, rangkaian peristiwa, konflik yang muncul dalam cerita dan klimaks. Pada permulaan cerita guru hendaknya memulai dengan suara tenang. Kemudian mengeraskannya sedikit demi sedikit. Perubahan naik turunnya suara disesuaikan dengan peristiwa dalam cerita.  
5)      Pemunculan tokoh-tokoh
Telah disebutkan bahwa ketika mempersiapkan cerita, seorang guru harus mempelajari terlebih dahulu tokoh-tokohnya agar dapat memunculkan secara hidup didepan para siswa.
6)      Penampakan emosi
Saat bercerita guru harus dapat menampakkan keadaan jiwa dan emosi para tokohnya dengan memberi gambaran kepada para pendengar bahwa seolah-olah hal itu adala emosi si guru sendiri. Jika situasinya menunjukkan rasa kasihan, protes, marah dan mengejek maka intonasi dan kerut wajah harus menunjukkan hal tersebut.
7)      Peniruan suara
Sebagian orang ada yang mampu meniru suara-suara binatang dan benda-benda tertentu, seperti suara singa, kucing, anjing, gemercik air, gelegar petir dan arus sungai yang deras. Sebagai seorang guru jangan malu-malu untuk melakukan itu supaya ceritanya akan lebih menarik untuk di perhatikan.
8)      Penguasaan terhadap siswa yang tidak serius
Perhatian siswa ditengah cerita haruslah dibangkitkan sehingga mereka bisa mendengarkan cerita dengan senang hati dan berkesan. Para siswa biasanya diam mendengarkan cerita, jika penyampaiannya bagus. Apabila guru melihat para siswa mulai bosan, jenuh dan banyak bercanda, maka ia harus mencari penyebabnya, mungkin ia sendiri yang menjadi penyebabnya, karena bercerita dengan gaya yang monoton.
9)      Menghindari ucapan spontan
Guru acapkali mengucapkan ungkapan spontan setiap kali menceritakan sesuatu peristiwa. Kebiasaan ini tidak baik karena bisa memutuskan rangkain peristiwa dalam cerita.
Kesembilan hal tersebut sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan oleh guru ketika bercerita. Memang kita menganggap bahwa bercerita dengan cara yang baik, rata-rata adalah sesuatu yang bersifat alami dari pada dibuat-buat. Namun, kita tidak melupakan menfaat dari latihan dan belajar dalam menguasahakan metode yang tepat untuk itu.[30] 
         

H.    Metode Penelitian

               1.   Jenis Penelitian                                 
                     Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitis, yaitu memusatkan diri pada pemecahan-pemecahan masalah yang ada, kemudian data yang sudah terkumpul di susun, di jelaskan dan di analisis.[31] Menurut Sumadi Surya Brata, penelitian deskriptif bertujuan untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh orang-orang dalam menangani masalah masalah atau situasi yang sama, agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa depan.[32]
               2.   Metode Penentuan Subyek
Metode penentuan subyek sering di sebut metode penentuan sumber data, yaitu menetapkan sampel sebagai sumber untuk memperoleh data. Sedangkan yang dimaksud dengan sampel adalah suatu bagian dari polpulasi yang akan diteliti dan dianggap dapat menggambarkan populasinya.[33]
Sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
a.       Para guru, sebagai tenaga pendidik.
b.      Para siswa sebagai peserta didik.
Dari keseluruhan sampel diatas yang di jadikan sebagai sampel utama adalah para tenaga pendidik dan para siswa.
Secara keseluruhan, Jumlah tenaga pendidik yang ada di TK Aisyiyah Buatanul Athfal Sapen berjumlah 19 orang, terdiri dari 8  orang sebagai guru tetap dan 11 orang sebagai guru ekstra, sedangkan jumlah para siswa putra dan putri sekitar 77 orang, di bagi atas 3 kelompok yaitu kelompok A, B1 dan B2.
Untuk para tenaga pendidik (guru) dan siswa disini peneliti akan menggunakan metode sampel (meneliti dengan cara mengambil sebagian dari jumlah guru dengan bantuan Interiew/wawancara dan observasi). yaitu, meneliti sebagian dari jumlah populasi. Secara keseluruhan tenaga pengajar di TK ABA Sapen berjumlah 19 orang, sedangkan peserta didik di TK Aisyiyah Buatanul Athfal Sapen berjumlah 77 orang, akan tetapi mengingat keterbatasan waktu, biaya dan besarnya jumlah tersebut, maka dalam hal ini penulis akan meneliti sebagian saja yaitu 35% dari 19 orang guru (sekitar 6 orang) dan 77 orang siswa (sekitar 30 orang), adapun metode yang dipakai adalah melalui cara yang acak sederhana yaitu mengambil dari sebagian siswa dari kelompok A, B1 dan B2.
Adapun landasan pemikiran penulis didasarkan pada keterangan Prof. Dr. S. Nasution, MA menyatakan bahwa;
Tidak ada aturan yang tegas tentang jumlah sampel yang dipersyaratkan dalam penelitian dari populasi yang tersedia. Juga tidak ada batasan yang jelas apa yang dimaksud dengan sampel yang besar dan yang kecil. Sampel yang kecil lebih sedikit memakan biaya dan lebih mudah diolah.[34]

               3.   Metode Pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang valid dan relevan pada penelitian ini, maka penulis melakukan metode pengumpulan data dengan cara sebagai berikut;
a.       Data primer, yaitu data utama dan penting yang sangat dibutuhkan dalam penelitian. Data ini diperoleh dengan cara:
1)      Metode Interview (wawancara).
      Interview atau wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi.[35] Yaitu, cara menghimpun data dengan jalan bercakap-cakap, berhadapan langsung dengan pihak yang akan dimintai pendapat, pendirian atau keterangan.[36] Metode ini digunakan untuk berwawancara dengan para pengurus, para tenaga pendidik dan siswa TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen.
Adapun maksud dari wawancara dengan pengurus adalah untuk mencari data dan informasi berkenaan dengan sejarah berdirinya Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen, dan lain sebagainya. Sedangkan wawancara dengan tenaga pendidik dilakukan untuk mengetahui bagaimana memilih cerita yang sesuai untuk anak dalam proses pendidikan Islam, dan wawancara dengan siswa untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam metode ini maupun hal-hal yang terkait dengan penelitian ini.
Sebagaimana dikemukakan oleh M. Nazir bahwa yang dimaksud dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya-jawab sambil tatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan mengunakan alat yang dinamakan “interview guide” (panduan wawancara).[37]
2)      Metode Kuesioner (angket).
                              Metode angket adalah: “Metode pengumpulan data dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan yang sudah di persiapkan sebelumnya secara tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan.[38]
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data atau informasi baik itu yang berupa anggapan pendapat atau sikap dari para wali siswa di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen terhadap pelaksanaan pendidikan di TK tersebut.
3)      Metode Observasi.
Metode observasi adalah suatu pengamatan di lakukan secara  langsung  maupun  tidak langsung  mengadakan  pencatatan yang sistematis.[39] Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui keadaan obyektif Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal sapen serta untuk mengecek data atau hal yang diperoleh dari hasil observasi dengan realita yang ada.
4)      Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu, mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.[40] Metode ini dilakukan untuk memperoleh data tentang gambaran umum TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sapen, letak dan keadaan geografis,  tujuan didirikannya, struktur organisasi dan struktur kerja, keadaan guru, siswa dan karyawan, keadaan sarana dan prasarana sekolah, dan lain sebagainya.
b.      Data Sekunder
            Data sekunder yaitu data pelengkap yang diperoleh sebagai penunjang dalam penelitian. Adapun yang penulis jadikan sebagai sumber penunjang disini adalah berupa literatur-literatur yang membahas tentang metode cerita dalam pendidikan Islam.
               4.   Metode Analisa Data
Dalam penelitian ini ada 2 macam data, yaitu ; data yang tidak berupa angka (data kualitatif) dan data yang berupa angka (data kuantitatif), maka untuk menganalisa kedua cara tersebut penulis menggunakan metode analisis yang berupa :
a.                                                                   Metode non statistik
Metode analisa penulis gunakan untuk mengolah data-data yang tidak berwujud angka atau bilangan.  Data-data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitis  yaitu, proses analisis di mana data-data yang telah terkumpul di gambarkan lebih dahulu kemudian di analisis secara kritis dengan mengunakan metode kualitatif.
 Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah :
1)      Menela’ah data yang berhasil dikumpulkan , yaitu data dari hasil penelitian.
2)      Mengadakan reduksi data yaitu mengambil data  yang sekiranya dapat diolah lebih lanjut.
3)      Menyusun data dalam satuan-satuan.
4)      Melakukan kategorisasi sambil melakukan coding.
5)      Mengadakan pemeriksaan keabsahan data.
6)      Menafsirkan data dan kemudian mengambil kesimpulan.[41]
b.                                                                  Metode statistik
Metode statistik adalah suatu cara mengumpulkan, mengelolah, menganalisa dan menyajikan data yang bersifat kuantitatif secara teratur, ringkas dan jelas dengan tujuan dapat memberikan gambaran tentang keadaan data yang dimaksud.
Bentuk analisa yang dipakai adalah statistik deskriptif atau statistik sederhana yaitu, statistik yang mempunyai tugas mengorganisasi dan meganalisa angka agar dapat memperoleh gambaran secara teratur, ringkas dan jelas mengenai suatu gejala peristiwa atau keadaan sehingga dapat ditarik kesimpulan atau makna tertentu.
Adapun dalam penggunaan statistik deskriptif ini adalah dengan menggunakan persentase pada hasil angket dari para wali murid.

I.       Sistematika Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN.
Pada Bab Pendahulauan ini terdiri atas: Sub-sub bab penegasan istilah, latar belakang masalah, rumusan masalah, alasan pemilihan judul, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka toeri metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II GAMBARAN UMUM TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAPEN YOGYAKARTA
Pada bab ini membahas tentang: Letak geografis, sejarah berdirinya, tujuan didirikannya, struktur organisasi dan struktur kerja, keadaan guru, siswa dan karyawan, keadaan sarana dan prasarana sekolah.
BAB III METODE CERITA DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAPEN
7.      Macam- macam metode yang digunakan di TK ABA Sapen
8.      Dasar pemilihan cerita
9.      Penerapan Metode cerita Dalam Pendidikan Islam di TK ABA Sapen
10.  Hasil yang dicapai
11.  Faktor penunjang dan penghambat
12.  Kelebihan dan kekurangan
BAB IV PENUTUP.
Berisi tentang: Kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.


Selengkapnya Silahkan >>> DOWNLOAD

Tags: METODE CERITA DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI TAMAN KANAK-KANAK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAPEN

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Sufi ~ Artikel Ilmu Tasawuf dan Sufisme All Right Reserved
Hosted by Satelit.Net Support Satelit.Net