Senin, 26 Maret 2012

PLURALISME AGAMA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM (PERSPEKTIF AL QUR’AN)


PLURALISME AGAMA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF AL QUR’AN )

PLURALISME AGAMA
Oleh Team www.seowaps.com

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Penegasan Istilah Judul

Untuk menghindari kesalahpahaman ataupun kekeliruan dalam memahami maka perlu ditegaskan istilah judul tersebut. Adapun istilah yang perlu penulis tegaskan :
1.      Pluralisme Agama
Pluralisme adalah banyak macam/berbagai macam[1]. Agama yaitu menuntun hidup umat manusia. Seperti halnya di Indonesia terdiri atas banyak macam agama yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Umat pemeluknya hidup dalam kebersamaan bernaung di bumi pertiwi.
2.      Implementasi
Berarti penerapan[2]. Jadi di dalam Al-Qur’an sudah terdapat konsep-konsep tentang pluralisme tinggal penerapannya dengan atau dalam pendidikan Islam. Bagaimanakah penerapannya dalam pendidikan Islam tentang konsep-konsep pluralisme dalam Al-Qur’an tersebut.
3.   Pendidikan Islam
Dari berbagai uraian yakni Drs. Ahmad D. Marimba, Abdur Rahman Nahlawi, Drs. Burhan Shomad, Mustofa Al-Ghulayani, Syeh Muhammad A. Naqaib Al Atos, Prof. Dr. Hasan L., Hasil Seminar Pendidikan Islam Se Indonesia 7-11 Mei 1960 di Cipayung Bogor. Pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim[3].
4.      Perspektif Al-Qur’an
Pandangan Al Qur’an tentang pluralisme agama dan implementasikannya dalam pendidikan Islam adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mu’jizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rosul dengan perantaraan Malaikat Jibril AS ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang banyak), serta mempelajarinya merupakan suatu ibadah, dimulai dengan Surat Al-Fatihah dan ditutup dengan Surat An-Nas[4].
Allah menurunkan Al-Qur’an adalah untuk menjadi undang-undang bagi umat manusia dan petunjuk serta sebagai tanda atas kebenaran Rosul dan penjelasan atas kenabian dan kerosulannya, juga sebagai alasan (hijjah) yang kuat dihari kemudian dimana akan dinyatakan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar diturunkan dari Dzat Yang Maha Bijaksana lagi terpuji. Nyatalah bahwa Al-Qur’an adalah Mu’jizat abadi yang menundukkan semua generasi dan bangsa sepanjang masa.



B.  Latar Belakang Masalah
Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi pada akhir-akhir ini di berbagai daerah di Indonesia, seperti kasus Situbondo (1998), dan yang sampai saat ini masih terus berjegolak seperti kasus Ambon, pada dasarnya merupakan akibat dari konflik anatar agama yang berbeda. Masing-masing pihak mengklaim bahwa dirinyalah yang palin benar, sedangkan pihak lain salah. Perpsepsi bahwa perbedaan adalah suatu yang buruk, suatu hal yang menakutkan, sudah begitu rupa mendarah daging dalam jiwa umat-umat beragama.
Akibat dari perseteruan tersebut adalah kesengsaraan semua pihak, yang bertikai maupun yang tidak mengetahui apa-apa. Pada dasarnya akibat dari konflik adalah kerugian yang menyeluruh diberbagai pihak. Rakyat kecil   lagi-lagi menjadi korban dan harus menanggung akibat-akibat yang ditimbulkan oleh konflik tersebut.
Akibat dari adanya perseteruan ataupun kerusuhan di suatu daerah pada akhirnya merambat ke daerah yang lain, yang masih satu wilayah maupun diluar wilayah yang berbeda. Memanasnya kondisi disuatu daerah, seperti adanya konflik antar agama dapat memancing daerah lain dikarenakan adanya ikatan emosional yang begitu kuat, ikatan sebagai saudara seiman. Hal serupa pernah terjadi di daerah Mataram, Lombok (Februari 2000) saat umat Islam melakukan tablig akbar untuk mensikapi kondisi umat Islam di Ambon yang berakhir dengan kerusuhan berupa pengrusakan tempat-tempat ibadah dan sarana pendidikan umat Kristiani. Terlepas dari provokator dan lain sebagainya yang biasa menjadi kambing hitam dalam setiap”chaos”, yang jelas umat beragama belum mempunyai kontrol emosi yang memadai sehingga begitu mudah terpancing untuk melakukan berbagai macam tindakan anarki.
Sentimen keagamaan dan fanatisme membuat paling tidak banyak memberi andil atas terciptanya setiap adegan kerusuhan dan terjadinya konflik. Menurut C. Syamsul Hari, bahwa konflik yang mengatasnamakan agama pada umumnya disebabkan oleh penyimpangan arah proses sosial yang berkolerasi logis dengan bentuk-bentuk menyimpang interaksi sosial antar umat beragama.
Dari fenomena-fenomena tersebut setidaknya dapat dijadikan fonis awal bahwa sampai saat ini, kesadaran pluralitas dalam beragama belum menyentuh sisi kesadaran paing dalam pada diri para pemeluk agama. Artinya, slogan-slogan bahwa agama mengajarkan cinta kasih dan perdamaian, tidak menyukai tindakan kejahatan dalam bentuk apapun hanyalah omong kosong.
Di sinilah paling tidak, perlu diperhatikan kembali tentang peran pendidikan Islam bagi umat Islam itu sendiri. Islam sebagai “rohmatan lil ‘alamin” sudah dapatkah itu diwujudkan, karena posisi umat Islam sebagai mayoritas di satu sisi sangatlah tidak menguntungkan. Dan ironisnya ternyata umat Islam dapat dikatakan hampir banyak ikut serta dalam setiap aksi kerusuhan. Mengapa bisa terjadi demikian ? tentunya ada yang salah, “there is something wrong”. Atau bisa jadi pendidikan Islam belum mampu mendidik umatnya menjadi kaum pluralis ? ini perlu dikaji kembali sebagai upaya perbaikan mutu pendidikan Islam itu sendiri.
Kebanggaan sebagai umat yang terbaik “khoira ummah” jangan hendakanya melenakan umat Islam dari berbuat kebajikan yang nyata. Lagi pula kebanggaan semacam itu hanyalah akan menjadi beban berat yang mesti dipikul dan akan menjadi bahan tertawaan bila tidak dapat merealisasikan dalam setiap aktifitas hidupnya sehari-hari sesuai predikat yang disandang.
Dalam bukunya Membumikan Al-Qur’an M. Quraish Shihab menyatakan : “Agama Islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum muslim seluruh dunia, merupakan “way of life” yang menjamin kebahagian hidup pemeluknya di dunia dan akherat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial ; berfungsi memberi prtunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya”. Petunjuk ke jalan yang baik (sirathal mustaqim) itu terangkum dalam Al-Qur’an sebagai kitab pedoman umat Islam. Umat Islam dituntut untuk mempelajari ajarannya untuk kemudia diamalkan dalam kehidupan sehari-hari[5].
Menanggapi “image-image” yang miring tentang Islam sebagai agama kaum teroris, yang gemar berbuat onar dan kerusuhan, hendaklah merujuk kembali ke Al-Qur’an untuk mendapatkan ketenangan yang lebih otentik. Tentang konsep penghargaan terhadap agama lain di satu sisi misalnya dan konsep berijtihad memerangi kaum beragama lain di sisi yang lain, harus benar-benar di dudukkan sesuai porsinya masing-masing. Ini sangat penting, bukan hanya bagi orang lain di luar Islam, namun bagi orang Islam sendiri agar pemahaman terhadap “ruh” Al-Qur’an benar-benar dapat dibanggakan. Pendidikan Islam dalam hal ini belum dapat merealisasikannya dalam kehidupan nyata. Kalau boleh dikatakan ini merupakan salah atu bentuk kegagalan pendidikan Islam.

C.  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti telah dijelaskan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana sebenarnya pandangan/perspektif Al-Qur’an tentang pluralisme agama ?
2.      Bagaimana urgensi implementasi tentang pandangan/perspektif Al-Qur’an tentang pluralisme agama dalam pendidikan Islam ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
a.       Mengungkap kemudian mendiskripsikan secara jelas perspektif Al-Qur’an tentang pluralisme agama.
b.      Mengungkap urgensi implementasi perspektif Al-Qur’an tentang pluralisme agama dalam pendidikan Islam.
2.      Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Secara akademik, penelitian ini dapat menambah dan memperkaya khasanah pemikiran Islam khususnya yang berkaitan dengan masalah pluralisme agama.
b.      Secara praktis, penelitian ini turut memberikan sumbangan pemikiran yang ilmiah dan obyektif tentang urgensi implementasi konsep Al-Qur’an tentang pluralisme agama dalam pendidikan Islam.

E.  Telaah Pustaka
Telah ada beberapa skripsi yang membahas masalah pluralisme. Ada yang secara langsung menjadikannya topik kajian utama (judul) dan ada yang memasukkannya dalam sub-sub bagian tersebut.
Dalam skripsi pluralisme agama dalam tafsir Al-Qur’an modern (kajian Tafsir Al-Manar dan Fi Zilalil Qur’an) yang membahas tentang pluralisme  agama dan respon terhadap pluralisme tersebut, peta paradigma tafsir Al-Qur’an modern serta pandangan tafsir Al-Manar and Fizilalil Qur’an yang menitiberatkaan pada sikap kehidupan beragama para pemeluk agama yang beragam di Indonesia.[6]
Dalam skripsi dengan berjudul Pluralisme dan Dialog Agama yang membahas tentang pluralisme menjadi faktor penting bagi dialog agama, serta pandangan Nurcholis Madjid mengenai pluralisme dan dialog antar agama.[7]
Dalam skripsi Pandangan Fazlur Rahman terhadap Pluralisme Agama yakni membahas tentang pandangan Fazlur Rahman tentang kebenaran agama Islam serta hubungannya dengan agama-agama lain. Juga posisi Fazlur Rahman di dalam paradigma dialog agama eksklisif, inklusif, pluralis.[8]
Dalam skripsi dengan judul Konflik Antar Umat Beragama Dalam Pluralitas Agama di Indonesia yang membahas tentang pluralisme di Indonesia dengan sebab terjadinya konflik antar umat beragama di Indonesia khususnya Islam dengan Kristen.[9]
Dan dalam skripsi dengan judul Tasamuh Islam di Tengah Pluralitas Agama di Indonesia, membahas tentang tasamuh, keluasan dan batasannya. Konsep Islam tentang tasamuh antar umat beragama dan juga sejauh mana Tasamuh Islam di manifestasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia.[10]
Dari berbagai skripsi tersebut belum ada yang membahas secara spesifik tentang pluralisme agama dari sudut pandang Al Qur’an yang kemudian menjadi suatu hal yang  menarik bagi penulis untuk menulisnya yang dihubungkan dengan pendidikan Islam.

F.   Kerangka Teori
Ada sebuah fenomena menarik di tengah pluralnya masyarakat. Hubungan antar umat beragama saling menghargai dan rukun. Namun kerukunan tersebut menjadi hancur berantakan karena adanya “clash” antar umat beragama yang terjadi di daerah tersebut. Mengakibatkan adanya kerukunan semu tanpa dilandasi kesadaran hidup bermasyarakat secara plural.
Merupakan suatu yang sangat urgen untuk dapat mengetahui dan memahami pluralis (terutama pluralisme agama sebagai salah satu upaya menuju terciptanya masyarakat madani). Dari sudut pandang agama, Al Qur’an yang masih diyakini masih tetap terjaga keotentikannya untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat melalui kajian keagamaan, terutama sekali melalui pendidikan Islam.
Sikap Al Qur’an terhadap pluralitas agama begitu jelas dan merupakan sunnatullah. Pluralisme agama merupakan kenyataan historis yang tidak dapat disangkal oleh siapapun. Pluralitas agama dalam Islam itu diterima sebagai kenyataan sejarah yang sesungguhnya diwarnai oleh adanya pluralitas kehidupan manusia itu sendiri, baik pluralitas dalam berpikir, berperasaan, bertempat tinggal maupun dalam bertindak.
Agama hanya dijadikan pembatas dalam sisi kemanusiaan. Sebagai dampaknya timbul sikap-sikap ekslusifisme para penganut agama, sikap saling mencurigai, intoleransi yang berakhir dengan ketegangan sosial, pengrusakan, pemusnahan jiwa, dan sebagainya.
Al-Qur’an dalam memberikan pendidikan kesadaran terhadap pluralisme agama terhadap umat manusia diantaranya tampak dari sikap-sikapnya sebagai berikut :
  1. Mengakui eksistensi agama lain
ولوشاءالله لجعلكم امة واحدة ولكن يضل من يشاء ويهدى
من يشاء ولتسئلن عماكنتم تعملون (النحل: ٣ ٩ )
Artinya:
“Dan kalau menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang di kehendaki-Nya dan memberi petujuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S. An-Nahl 16 : 93)[11]
Adapun  tafsir An-Nahl ayat 93 menurut Tafsir UII : Allah SWT mengemukakan kekuasaan-Nya bahwa sekiranya Dia berkehendak tentulah Dia kuasa mempersatukan manusia ke dalam satu agama sesuai dengan tabiat manusia itu.
Dan diadakannya kemampuan ikhtiar dan pertimbangan terhadap apa yang dikerjakan. Dengan demikian lalu manusia itu hidup seperti halnya semut/lebah atau hidup seperti malaikat yang diciptakan bagaikan robot yang penuh ketaatan kepada sedikitpun tidak akan menyimpang dari ketentuan yang benar, atau kesasar ke jalan kesesatan. Akan tetapi Allah tidak berkehendak demikian itu dalam menciptakan manusia. Allah menciptakan manusia dengan menganugerahkan kepada mereka kemampuan berikhtiar dan berusaha dengan penuh pertimbangan. Daya pertimbangan itu sejak azali diberikan kepada manusia. Pahala dan siksa berkaitan erat dengan pilihan dan pertimbangan itu masing‑masing mereka diminta pertanggung jawaban terhadap segala perbuatan yang dihasilkan oleh pertimbangan dan pilihan mereka itu.[12]
Muhammad Quraisy Shihab dalam Wawasan al-Qur’an menyatakan bahwa Allah memberikan kepada manusia untuk memilih jalan yang dianggapnya baik, mengemukakan pendapatnya secara jelas dan bertanggungjawab. Di sini dapat ditarik kesimpulan bahwa kebebasan berpendapat, termasuk kebebasan memilih agama adalah hak yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap insan[13].
  1. Memberinya hak untuk hidup berdampingan saling menghormati pemeluk agama lain
ولا تسبوا اللذين يدعون من دون الله فيسبوا الله بغير علم كذلك زينا لكل امة علمهم ثم الى ربهم مرجعكم فينبئهم بماكانوا يعلمون (الانعام: ١٠٨)                       
Artinya:
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan tiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.(Q.S. Al-An’am 6:108)[14]

Adapun tafsir Jalalain S. Al An’am ayat 108 : Dan janganlah kamu memaki-maki sembahan ولا تسبوا الذين يدعون sembahan yang mereka puja (yaitu berhala-berhala, مندون الله selain Allah) yaitu berhala yang mereka sembah, فيسبوا الله عدوا (karena mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas) penuh dengan perasaan permusuhan dan kelaliman
 بغير علم  (tanda-tanda pengetahuan) karena mereka tidak mengerti tentang Allah كذلك (Demikianlah) sebagaimana yang telah kami jadikan sebagai perhiasan pada diri mereka yaitu amal perbuatan mereka زينا لكل امة علمهم (Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka) berupa pekerjaan yang baik dan pekerjaan yang buruk yang biasa mereka lakukan.  ثم الى ربهم مرجعكم(kemudian kepada Tuhanlah mereka kembali) diakhirat kelak  فينئهم بماكانوا يعلمون (lalu Dia memberitahukan kepada mereka apa yang dahulu mereka lakukan) kemudian Dia memberikan balasannya kepada mereka.[15]
Dalam tafsir Al Maraghi S. Al-An’am menyatakan :
Allah melarang kaum mukminin mencela Tuhan-tuhan kaum musyrikin sebab kalau mereka dicemooh mungkin mereka akan marah, lalu memaki-maki Allah dengan perkataan yang tidak layak bagi-Nya.[16]
Dalam Surat Al-Kafirun :
لكم دينكم ولي دين (الكافرون: ٦)     
Artinya:
             Bagimu agamamu dan bagiku agamamu”(Q.S. Al-Kaafiruun 109 : 6)[17]
Tafsir S. Al Kafirun ayat 6 dalam tafsir Jalalain : لكم دينكم (Untuk kalian agama kalian) yaitu agama kemusyrikan ولي دين (Dan untukkulah Agamaku) yaitu agama Islam. Ayat ini diturunkan sebelum Nabi SAW diperintahkan untuk memerangi mereka ya’idhafah yang terdapat pada lafadz itu tidak disebutkan oleh ahli qiroat Sab’ah baik dalam keadaan waqof maupun washol. Akan tetapi Imam Ya’qub menyebutkan dalam kedua kondisi tersebut.[18]

Tafsir Al Maraghi S. Al Kaafiruun ayat 6
Kalian mempunyai balasan atas amal kalian dan akupun menerima balasan mereka amalanku. Pengertian ayat ini sama dengan :
لنااعمالنا ولكم اعمالكم
Artinya : Bagi kami amal kami dan bagi kamu amal kamu
Amal kamu yang Tuhan kami limpahkanlah sholawatmu kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi balasan amal hanya dilakukan olehmu. Semoga sholawatmu dilimpahkan kepada keluarga dan para sahabat semuanya.[19]
Dalam tasfir UII S. Al Kaafiruun ayat 6 :
Allah mengancam orang-orang kafir dengan firman-Nya. Bagi kamu balasan atas amal perbuatanmu dan bagiku balasan amal perbuatanku.[20]
Umat Islam oleh Al-Qur’an diharap dapat mengatur langkah hidupnya dengan mengikuti jalan-jalan Tuhan dan hendaknya dapat menghargai dan menghormati pemeluk agama lain. Pada dasarnya pilihan manusia atas jalan hidup yang akan ditempuhnya adalah hak asasi yang harus dihormati. Tetapi bukan hal itu berarti meniadakan kepedulian umat Islam kepada umat beragama lain, apalagi dalam hal-hal yang bersifat kemanusiaan.  


  1. Menghindari kekerasan dan memelihara tempat-tempat beribadah umat beragama lain.

ولولا دفع الله الناس بعضهم ببعض لهدمت صومع وبيع وصلوات ومساجديدكرفيهااسم الله كثيراولينصرن الله من ينصره الله لقوي عزيز

(الحج : ٤ )


Artinya :
“… Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan)sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi, dan masjid-masjid yang didalamnya banyak disebut nama Allah”. (Q.S. Al-Hajj [22] : 40)[21]

Keadaan orang yang diizinkan berperang itu orang musyrik. Mereka telah melakukan tindakan yang tidak berperikemanusiaan terhadap kaum muslimin, mereka disiksa, dianiaya, disakiti dan sebagainya bahkan karena suatu kesalahan atau kejahatan yang telah mereka perbuat tetapi semata-mata karena mereka telah berkeyakinan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Tuhan Yang Maha Kuasa. Mereka tidak mempercayai lagi kepercayaan nenek moyang mereka. Mereka berserah diri kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa dan mereka telah menjadi orang muslim. Juga dialami para Rasul dan umat terdahulu.[22]
Dalam tafsir Al Maraghi Al Hajj :
Ahmad Mustofa Al Marghi menyebutkan Allah menampilkan dua golongan yang berselisih, menentukan objek perselisihannya dan menjelaskan kesudahan masing-masing dari dua golongan tersebut, berupa kehinaan dan kemuliaan, adzab dan kenikmatan.[23]
Ayat tersebut diatas oleh sebagian ulama, seperti Al-Qurthubi    (W. 671 H), dijadikan sebagai argumentasi keharusan umat Islam memelihara tempat-tempat ibadah non muslim. Al-Qur’an tidak akan pernah mentolelir perusakan-perusakan rumah ibadah umat beragama lain, karena tindakan yang demikian dampaknya akan menimpa umat itu sendiri dengan adanya balasan dari pihak lain. Ujung-ujunnya akan menjadi sarana balas dendam yang tidak berkesudahan[24].
  1. Tidak memaksakan kehendak kepada penganut agama lain.
لااكراه فىالدين قد تبين الرشد من الغي (البقرة : ٩ ٢٢)
Artinya :
Tidak ada paksaan untuk memasuki (masuk) agama (Islam) : sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 229)[25]

  1. Mengakui tentang banyaknya jalan yang dapat ditempuh manusia dan pemerintah berlomba-lomba dalam kebajikan.
ولكل وجهة هو مولها فاستبقوا الخيرات (البقرة :١٤٨)
Artinya :
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri)yan ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebajikan”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 148)[26]

Demikian terlihat bahwa besarnya penghargaan dan perhatian Al-Qur’an terhadap adanya pluralisme agama. Adapun yang melatarbelakangi semua itu adalah adanya semangat untuk menegakkan perdamaian dan kerukunan hidup umat manusia.
يهدى به الله من اتبع رضوانه سبل السلام ويخرجهم من الظلماة الى النور باذنه ويهديهم الى صراط مستقيم (المائداه : ٦ ١)
Artinya :
“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizing-Nya, and menunjuki mereka ke jalan yang lurus”. (Q.S. Al-Maai’dah [5]: 16)[27]



G.  Metode Penelitian

  1. Metode Pengumpulan Data
Metode penelitan ini merupakan penelitian pustaka (library research)yang difokuskan pada penelusuran dan penelaahan literature serta bahan pustaka lainnya. Ada dua sumber penelitian skripsi ini :
a.   Sumber Data Primer
Sumber data primer maksudnya adalah berupa buku-buku yang secara khusus membahas tentang pluralisme agama dan pendidikan Islam. Sebagai Sumber data utama (primer) yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah al-Qur’an serta tafsir klasik maupun kontemporer berhubung yang akan dibahas adalah mengenai konsep al-Qur’an tentang pluralis agama.
Kajian yang di pakai adalah model penafsiran tematik (tafsir mawdhu’i), yang oleh Abdul Hay Al-Famawy (1997) dalam Al-Bidayag fi Al-Tafsir Al-Mawdhu’i dikemukakan langkah-langkahnya, antara lain:
1).    Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik)
2).    Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
3).    Menyusun urut-urutan ayat terpilih sesuai dengan perincian masalah dan atau masa turunnya, sehingga terpisah antara periode Makky dan Madani
4).    Mempelajari/memahami korelasi (munasabat) masing-masing ayat dengan surah-surah dimana ayat tersebut tercantum (setiap ayat berkaitan dengan tema sentral pada suatu surah)
5).    Melengkapi bahan-bahan dengan hadits-hadits yang berkaitan dengan masalah yang dibahas
6).    Menyusun out line pembahasan dalam kerangka yang sempurna sesuai dengan hasil studi masa lalu, sehingga tidak diikutkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan pokok masalah
7).    Memperlajari semua ayat yang terpilih secara keseluruhan dan atau mengkompromikan antara yang umum dan khusus, yang mutlak dan yang relatif, dan lain-lain sehingga kesemuanya bertemu dalam muara tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam penafsiran
8).    Menyusun kesimpulan penelitian yang dianggap sebagai jawaban Al Qur’an terhadap masalah-masalah yang dibahas
b.   Sumber Data Sekunder
Data sekunder adalah referensi atau buku-buku yang dapat mendukung permasalahan pokok yang dibahas. Buku-buku tersebut antara lain: (1) Masyarakat Religius, Nurchois Madjid,  (2) Islam Agama Kemanusiaan, Nurcholis Madjid,  (3) Studi Agama, M. Amin Abdullah, (4) Humanisme dalam Islam, Marcel A. Boisard,  (5) Pengalaman dan Motivasi Beragama, Nico Syukur Dister Ofm, (6) Semua Manusia Bersaudara, Mahatma Ghandhi,  (7) Akar Kekerasan, Eric Form,  (8) The Tao of Islam, Sachiko Murata,  (9) Membongkar Mitos Masyarakat Madani, Editor: Widodo Usman dkk, (10) Agama dan Masyarakat, Elizabeth K. Nottingham, (11) Pengantar Psikologi Agama, Robert H. Tuless, (12) Islam Arab dan Yahudi Zionisme, Muhammad Alghazali, (13) Islam Kemarin dan Hari Esok, M Arkoun dan Louis Gardet, (14) Pencarian Manusia dan Allah, Internasional dan Bible Students Association Brocklyn, (15) Filsafat Islam Tentang Kebudayaan, Musa Asy’ari, (16) Realitas Sosial, K.J. Veeger, (17) Sejarah Daulat Khulafaurrasyidin, Joesoef Sou’yb, (18) Islam Esoteris, Anand Krishna, (19) Al-Milal wa Al-Nihlal, Muhammad Abdul Karim As-Syahrastani, (20) Farju Al-Islam, Ahmad Amin.


2.   Tipe Penelitian
Penelitian ini termasuk tipe penelitian analisis kritis yaitu penelitian yang mengkaji gagasan primer mengenai “suatu ruang lingkup permasalahan yang dipercaya oleh gagasan sekunder yang relevan. 
3.  Tehnik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, maka tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menelusuri dan merecover buku-buku atau tulisan lain yang menjadi rujukan utama serta buku-buku dan tulisan lain yang mendukung pendalaman dan ketajaman analisis.
4.  Tehnik dan Model Analisis
Sebagai peneliti kualitatif, pada tahap analisis setidak-tidaknya ada tiga tahap yang dilalui dalam penelitian ini, yaitu: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclusion drawing)[28].
Tiga komponen tersebut berproses secara siklus. Model yang demikian terkenal dengan sebutan model analisis interaktif (Interaktive Model of Analysis). 
Juga menggunakan metode induktif dan deduktif. Metode induktif yaitu berpola pikir kesimpulan dari khusus ke umum. Sedang metode deduktif yaitu berpola pikir dari umum ke khusus.

Sedangkan ayat yang dipergunakan adalah :
1.      S. An Nahl ayat 93 tentang mengakui eksistensi agama lain
2.      S. Al-An’am ayat 108 tentang memberinya hak untuk hidup berdampingan sambil menghormati pemeluk agama lain
3.      S. Al Hajj ayat 4, tentang menghindari kekerasan dan memelihara tempat-tempat beribadah umat beragama lain
4.      S. Al Baqarah ayat 229, tentang tidak memaksakan kehendak kepada penganut agama lain
5.      S. Al Baqarah ayat 148, tentang mengakui banyaknya jalan yang dapat ditempuh manusia dan pemerintah berlomba-lomba dalam kebajikan
6.      S. Huud ayat 18-19, tentang Islam mengakui umat manusia diatas dunia ini tidak mungkin semuanya bersepakat dalam segala hal, termasuk hal-hal yang menyangkut keyakinan agama.
  

H.  Sistematika Pembahasan

Untuk lebih mudahnya dalam pembahasan skripsi ini maka diperlukan adanya penyusunan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I     Pendahuluan

Dalam pendahuluan dikemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II   Tinjauan Historis Obyektif Pluralisme Agama

Dalam bab ini akan dibahas tentang pengertian pluralisme agama, sejarah perkembangan hubungan antar agama, fenomena pluralisme agama dewasa ini.

Bab III   Pluralisme Agama Dalam Perspektif Al Qur’an

Dalam bab ini akan dibahas tentang pandangan Al-Qur’an tentang pluralisme agama, sikap al-Qur’an terhadap pluralisme agama, dan konsep jihad dan relevansinya dengan pluralisme agama.   
Bab IV Urgensi Implementasi Perspektif Al-Qur’an Tentang Pluralisme Agama Dalam Pendidikan Islam
Dalam babini akan dibahas tentang hakikat pendidikan Islam, upaya penanaman kesadaran pluralisme agama dalam pendidikan Islam, pendidikan menuju prospek masa depan pluralisme agama dan peran pemimpin agama bagi terciptanya kesadaran pluralisme agama.

      Bab V    Kesimpulan, Saran dan Penutup

Skripsi ini diakhiri dengan kesimpulan, saran, penutup. Kemudian dilanjutkan dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.             

Selengkapnya Silahkan >>>DOWNLOAD


Tags: PLURALISME AGAMA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF AL QUR’AN
Copyright © Sufi ~ Artikel Ilmu Tasawuf dan Sufisme All Right Reserved
Hosted by Satelit.Net Support Satelit.Net