Sabtu, 24 April 2010

Maqam Syukur

MAQAM SYUKUR

Pengertian syukur secara terminology berasal dari kata bahasa Arab, yang berarti berterima kasih kepada atau berati pujian atau ucapan terima kasih atau peryataan terima kasih. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia syukur memiliki dua arti yang pertama, syukur berarti rasa berterima kasih kepada Allah dan yang kedua, syukur berarti untunglah atau merasa lega atau senang . Sedangkan salah satu kutipan lain menjelaskan bahwa syukur adalah gambaran dalam benak tetang nikmat dan menampakkannya ke permukaan.

Lain hal dengan sebagaian ulama yang menjelaskan syukur berasal dari kata ‘’syakara’’ yang berarti membuka yang dilawan dengan kata ‘’kufur’’ yang berarti ‘’menutup atau melupakan segala nikmat dan menutup-nutupinya. Hal ini berdasarkan ayat 7 surat Ibrahim sbb : [14:7] Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Serta dalam surat An-Naml ayat 40 yang dilakukan oleh nabi sulaiman as sbb: [27:40] Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan ni’mat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. Jadi hakikat syukur yang sebenarnya adalah ‘’ menampakan nikmat dengan artian bahwa syukur adalah menggunakan pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemeberinya yaitu Allah SWT

Macam / Jenis Nikmat

1. Nikmat Jasmani / Fisik
Nikmat fisik adalah suatu kenikmatan yang dirasakan oleh tubuh kita. Contohnya seperti nikmat sehat, nikmat makanan dan minuman, nikmat bersetubuh, nikmat angin sepoi-sepoi, dan lain-lain.

2. Nikmat Rohani / Mental
Nikmat rohani adalah nikmat yang dirasakan oleh roh atau jiwa kita. Contoh nikmat jiwa yakni nikmat ilmu pengetahuan, nikmat akal pikiran, nikmat perasaan, dan lain sebagainya.


Contoh Perilaku Bersyukur Kepada Tuhan Allah SWT

1. Bersyukur dengan Hati dan Perasaan, yaitu dengan mengakui bahwa hanya Allah Sang Pemberi Nikmat, segala bentuk kenikmatan yang diperoleh dari manusia semata-mata dari-Nya, seperti contoh dengan cara :
- Menghindari perilaku buruk yang dibenci manusia dan Allah SWT seperti kikir, ria, fasik, mungkar, keji, dendam, sombong, takabur, munafik, dan sebagainya.
- Hati selalu ingat (dzikir) kepada Allah SWT dan juga mengingat mati.
- Memiliki perasaan cinta kepada Allah SWT dan Rasulnya melebihi apapun juga.
- Mengejar kenikmatan akhirat untuk masuk surga.

2. Beryukur dengan Mulut / Ucapan, syukur dengan lisan, yaitu mengungkapkan secara lisan, menceritakan nikmat yang didapat, yakni dengan cara :
- Terbiasa Membaca Al-Quran atau tadarus
- Menyebarkan dan mengajarkan ilmu yang dimiliki
- Selalu ingat Allah dengan berzikir di manapun dan kapanpun kita berada seperti tahlil, tahmid, istigfar, hauqalah, takbir, ta'awudz, dan lain sebagainya
- Senantiasa berdoa kepada Allah untuk mendoakan diri sendiri, keluarga, kerabat, musuh, dan lain sebagainya.

3. Bersyukur dengan Amal Perbuatan, yakni beramal dengan ketaatan kepada Allah
- Melakukan ibadah sholat lima waktu
- Melaksanakan ibadah puasa wajib dan sunat
- Melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangannya
- Berperang dan berjihad di jalan Allah SWT
- Belajar dan mengajarkan ilmu yang telah didapat
- Tolong-menolong sesama manusia
- Melaksanakan ibadah zakat dan haji jika mampu dan memenuhi syarat

4. Bersyukur dengan Harta Benda, adalah dengan menyalurkan hartanya kepada mereka yang membutuhkan
- Membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan finansial
- Menabung di bank syariah yang jauh dari praktek riba
- Membangun mushala, masjid, sekolah, jembatan, dan sebagainya
- Menyumbang dana untuk membiayai perang jihad
- Membuat rumah sakit umum
- Mendirikan panti asuhan dan panti jompo islam
5. Bentuk shukur orang yang memperoleh kenikmatan berupa jabatan dan kekuasaan adalah dengan memberikan perlindungan, keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran terhadap orang-orang yang ada dalam kekuasaannya.



Manfaat dari shukur adalah menjadikan anugerah kenikmatan yang didapat menjadi langgeng, dan semakin bertambah. Ibn ‘Ata’illah memaparkan bahwa jika seorang salik tidak menshukuri nikmat yang didapat, maka bersiap-siaplah untuk menerima sirnanya kenikmatan tersebut. Dan jika dia menshukurinya, maka rasa shukurnya akan menjadi pengikat kenikmatan tersebut. Allah berfirman: لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ (Jika kalian bershukur [atas nikmat-Ku) niscaya akan kutambah [kenikmatan itu]).1
Jika seorang salik tidak mengetahui sebuah nikmat yang diberikan Allah kepada-Nya, maka dia akan mengetahuinya ketika nikmat tersebut telah hilang. Hal inilah yang telah diperingatkan oleh Ibn ‘Ata’illah.
Lebih lanjut Ibn ‘Ata’illah menambahkan hendaknya seorang salik selalu bershukur kepada Allah sehingga ketika Allah memberinya suatu kenikmatan, maka dia tidak terlena dengan kenikmatan tersebut dan menjadikan-Nya lupa kepada Sang Pemberi Nikmat.
Meskipun pada dasarnya semua kenikmatan pada hakikatnya adalah dari Allah, shukur kepada makhluk juga menjadi kewajiban seorang salik. Dia harus bershukur terhadap apa yang telah diberikan orang lain kepadanya, karena hal ini adalah suatu tuntutan shari‘at, seraya mengakui dan meyakini dalam hati bahwa segala bentuk kenikmatan tersebut adalah dari Allah.
Pengejawantahan shukur tetap harus dilandasi dengan menanggalkan segala bentuk angan-angan dan keinginan. Akal adalah kenikmatan paling agung yang diberikan Allah kepada manusia. Karena akal inilah manusia menjadi berbeda dari sekalian makhluk. Namun, dengan kelebihan akal ini pula manusia memiliki potensi untuk bermaksiat kepada Allah. Dengan akal ini manusia dapat berpikir, berangan-angan, dan berkehendak. Sehingga manusia memiliki potensi untuk mengangan-angankan dan menginginkan suatu bentuk kenikmatan yang akan diberikan oleh Allah. Hal inilah yang harus ditiadakan dalam pengejawantahan shukur.


Allah swt. berfirman:

"Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat pemberian Ku) kepadamu." (Q.s. Ibrahim: 7)


Diriwayatkan oleh Yahya bin Ya’la dari Abu Khabab, dari Atha’ yang berkata, "Aku bersama Ubaid bin Umair mengunjungi Aisyah r.a. dan berkata kepadanya, ‘Ceritakanlah kepada kami sesuatu yang paling mengagumkan yang Anda lihat pada Rasulullah. saw.!’ Beliau menangis dan bertanya, ‘Adakah yang beliau lakukan, yang tidak mengagumkan? Suatu malam, beliau datang kepadaku, dan kami tidur di tempat tidur hingga tubuh beliau bersentuhan dengan tubuhku. Setelah beberapa saat, beliau berkata, ‘Wahai putri Abu Bakr, izinkanlah aku bangun untuk beribadat kepada Tuhanku!’ Aku menjawab, "Saya senang berdekatan dengan Anda,’ tapi aku mengizinkannya. Kemudian beliau bangun, pergi ke tempat kantong air dan berwudhu dengan mencucurkan banyak air, lalu shalat. Beliau mulai menangis hingga air matanya membasahi dadanya, kemudian beliau ruku’ dan terus menangis, lalu sujud dan terus menangis, lalu mengangkat kepala dan terus menangis. Terus menerus beliau dalam keadaan demikian sampai Bilal datang dan memanggil beliau untuk shalat subuh. Aku bertanya kepada beliau, ‘Apakah yang menyebabkan Anda menangis wahai Rasulullah, sedangkan Allah telah mengampuni dosa dosa Anda, baik yang dahulu maupun yang akan datang?’ Beliau menjawab, ‘Tidakkah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur? Bagaimana aku tidak akan menangis sedangkan Allah telah menurunkan ayat ini kepadaku:
‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang diturunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah matinya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mau menggunakan akal.’ (Q.s. Al Baqarah: 164)."

Dengan ayat ini, Allah swt. memiliki sifat syakur. Artinya, memberi pahala hamba yang bersyukur, sebagai balasannya adalah diterimanya syukur itu sendiri. Sebagaimana difirmankanNya, "Balasan bagi tindak kejahatan adalah kejahatan yang serupa." (Q.s. Asy Syura: 40).

Dikatakan bahwa bersyukurnya Allah adalah pemberian balasan yang melimpah bagi amal yang sedikit, seperti kata pepatah, "Seekor binatang dikatakan bersyukur, jika ia mencari makanan melebihi jerami yang diberikan kepadanya." Kita mungkin dapat mengatakan bahwa hakikat bersyukur adalah memuji Sang Pemberi kebaikan dengan mengingat ingat anugerah yang telah diberikan Nya. Jadi bersyukurnya seorang hamba kepada Allah swt. adalah pujian kepada Nya dengan mengingat ingat anugerah Nya kepadanya. Sebaliknya, bersyukurnya Allah swt. kepada hamba Nya adalah dengan mengingat kebaikan hamba kepada Nya. Kebaikan si hamba adalah kepatuhan kepada Allah swt, sedangkan kebaikan Allah adalah memberikan rahmat Nya kepada si hamba dengan menjadikan ia mampu menyatakan syukur kepada Nya. Syukur seorang hamba, Pada hakikatnya mencakup syukur secara lisan maupun penegasan dalam hati atas anugerah dan rahmat Allah swt.

Syukur dibagi menjadi: Syukur dengan lisan, yang berupa Pengakuan atas anugerah dalam derajat kepasrahan, dan syukur dengan tubuh, yang berarti mengambil sikap setia dan mengabdi; syukur dengan hati, adalah tentram dalam latar musyahadah dengan terus menerus melaksanakan pemuliaan. Dikatakan bahwa kaum cendekiawan bersyukur dengan lidah mereka, kaum pecinta bersyukur dengan perbuatan mereka, dan kaum ‘arifin bersyukur dengan istiqamah mereka terhadap Nya di dalam semua perilaku mereka.

Abu Bakr al Warraq berkata, "Syukur atas nikmat adalah memberikan musyahadah terhadap, anugerah tersebut dan menjaga penghormatan."
Hamdun al Qashshar menegaskan, "Bersyukur atas anugerah adalah bahwa engkau memandang dirimu sebagai parasit dalam syukur."
Al-junayd berkomentar, "Ada cacat dalam bersyukur, karena manusia yang bersyukur melihat peningkatan bagi dirinya sendiri; jadi ia sadar di sisi Allah swt. lebih dari bagian dirinya sendiri."

Abu Utsman berkata, "Syukur berarti mengenal kelemahan dari syukurnya itu sendiri."
Dikatakan, "Bersyukur atas kemampuan untuk bersyukur adalah lebih lengkap daripada bersyukur saja. Dengan cara memandang bahwa rasa bersyukur Anda datang karena Dia telah memberikan taufik Nya. Dan taufiq Nya itu termasuk nikmat yang diperuntukkan bagi diri Anda. Jadi Anda bersyukur atas kesyukuran Anda, dan kemudian Anda bersyukur terhadap kesyukuran atas kesyukuran Anda, sampai tak terhingga."
Dikatakan, "Bersyukur adalah menisbatkan anugerah kepada pemiliknya yang sejati dengan sikap kepasrahan."

Al-junayd mengatakan, "Bersyukur adalah bahwa engkau tidak memandang dirimu layak menerima nikmat."
Ruwaym menegaskan, "Bersyukur adalah engkau menghabiskan seluruh kemampuanmu."
Dikatakan, "Orang yang bersyukur adalah orang yang bersyukur atas apa yang ada, dan orang yang sangat bersyukur adalah yang bersyukur atas apa yang tidak ada."

Dikatakan, "Orang yang bersyukur berterimaksih atas pemberian, tapi orang yang sangat bersyukur (Syakur) berterimakasih karena tidak diberi." Dikatakan juga, "Orang yang bersyukur berterimakasih atas pemberian, dan orang yang sangat bersyukur berterimakasih atas kemelaratan."
Dikatakan, "Orang yang bersyukur berterimakasih manakala anugerah diberikan, dan orang yang sangat bersyukur berterimakasih manakala anugerah ditunda."

Al-junayd menjelaskan, "Suatu waktu, ketika aku masih berumur tujuh tahun, aku sedang bermain main di hadapan as-Sary, dan sekelompok orang yang sedang berkumpul di hadapannya, berbincang tentang syukur. Ia bertanya kepadaku, ‘Wahai anakku, apakah bersyukur itu?’ Aku menjawab, ‘Syukur adalah jika orang tidak menggunakan nikmat Allah untuk bermaksiat kepada Nya.’ Ia mengatakan, ‘Derajatmu di sisi Allah akan segera engkau peroleh melalui lidahmu, nak’!" Al-junayd mengatakan, ‘Aku senantiasa menangis mengingat kata kata as Sary itu."
Asy-Syibly menjelaskan, "Syukur adalah kesadaran akan Sang Pemberi nikmat, bukan memandang nikmat itu sendiri."
Dikatakan, "Syukur adalah kendali yang ada serta jerat bagi apa yang tiada."

Abu Utsman berkata, "Kaum awam bersyukur karena diberi makanan dan pakaian, sedangkan kaum khawash bersyukur atas makna makna yang datang di hati mereka."

Dikatakan bahwa Daud as. bertanya, "Ilahi, bagaimana aku dapat bersyukur kepacla Mu, sedangkan bersyukurku itu sendiri adalah nikmat dari Mu?" Allah mewahyukan kepadanya, "Sekarang, engkau benar benar telah bersyukur kepada Ku."

Dikatakan bahwa Musa as. mengatakan dalam doa munajatnya, "Ya Allah, Engkau telah menciptakan Adam dengan Tangan Mu, dan Engkau telah begini dan begitu. Bagaimana ia bersyukur kepada Mu?" Allah Menjawab, "Ia mengetahui bahwa semua itu berasal dari Ku, dan dengan begitu pengetahuannya tentang semua itu adalah syukurnya kepada Ku."
Diriwayatkan bahwa salah seorang Sufi mempunyai sahabat yang ditahan oleh Sultan. Sufi itu diminta supaya datang, dan sahabatnya itu mengatakan kepadanya, "Bersyukurlah kepada Allah swt.! " Lalu sahabatnya itu didera, dan ia menulis surat kepada si Sufi, "Bersyukurlah kepada Allah swt.! " Kemudian seorang Majusi yang sedang sakit perut didatangkan dan dibelenggu, salah satu borgol rantainya dikenakan pada kaki sahabat, dan borgol lainnya dikenakan pada kaki Majusi. Pada malam hari, si Majusi sering bangun, yang berarti sahabat itu terpaksa ikut bangun sampai si Majusi selesai melepaskan hajatnya. Ia lalu menulis surat kepada sahabatnya, "Bersyukurlah kepada Allah swt.!" Sahabatnya (si Sufi) bertanya, "Berapa lama engkau akan mengatakan kalimat ini: Cobaan apa yang lebih berat dari ini?" Sahabatnya menjawab, "Jika sabuk yang dikenakan orang kafir pada pinggangnya dikenakan pada pinggangmu, sebagaimana belenggu kakinya juga dikenakan pada kakimu, maka apa yang akan engkau perbuat?"
Seseorang mendatangi Sahl bin Abdullah dan mengatakan kepadanya, "Seorang pencuri telah memasuki rumahku dan mencuri barang barangku!" Sahl berkata, "Bersyukurlah kepada Allah swt.! Seandainya sang pencuri itu, yaitu setan, memasuki hatimu dan merusak tauhid, apa yang akan engkau perbuat?".

Dikatakan,
"Syukurnya kedua belah mata adalah bahwa engkau menyembunyikan cacat yang engkau lihat pada sahabatmu, dan syukurnya kedua telinga adalah engkau menyembunyikan cacat yang engkau dengar tentang dirinya."

"Syukur adalah menyibukkan diri dalam memujiNya karena Dia telah memberimu apa yang engkau tidak pantas menerimanya."


Al-Junayd menuturkan, "Manakala as-Sary berkehendak untuk mengajarku, biasanya ia mengajukan sebuah pertanyaan kepadaku. Suatu hari ia bertanya kepadaku, ‘Wahai al-Junayd, apakah syukur itu?’ Aku menjawab, ‘Syukur adalah jika tidak satu bagian pun dari nikmat Allah swt. digunakan untuk bermaksiat kepada Nya.’ Ia bertanya lagi, ‘Bagaimana engkau sampai pada (pengetahuan) ini.’ Aku menjawab, ‘Bersama majelis-majelis Anda’."

Diceritakan bahwa al-Hasan bin Ali pernah bergayut pada sebuah tiang dan bermunajat, "Tuhanku, Engkau telah memberi nikmat aku, namun tidak Engkau dapati aku bersyukur. Engkau telah mengujiku, namun tidak Engkau dapati aku bersabar. Namun Engkau tidak mencerabut nikmat karena aku tidak bersyukur, dan tidak melanggengkan bencana ketika kutinggalkan kesabaran. Tuhanku, tidak ada yang datang dari Yang Maha Pemurah, kecuali kemurahan."

Dikatakan, ‘Jika tangan mu tidak bisa engkau gunakan, maka engkau mesti lebih banyak mengucap syukur dengan lisanmu. "
Dikatakan pula, "Ada empat amal yang tidak berbuah: Mempercayakan rahasia kepada orang yang bisu, memberi nikmat kepada orang yang tidak mau bersyukur, menebar benih di tanah yang tandus, dan menyalakan lampu di bawah cahaya matahari."

Juga dikatakan bahwa ketika Idris as. memperoleh kabar gembira pengampunan, beliau memohon diberi panjang umur. Ketika ditanya tentang permohonannya itu, beliau menjawab, "Agar aku dapat bersyukur kepada Nya, karena sebelum ini aku telah berjuang hanya untuk memperoleh ampunan." Kemudian salah satu malaikat mengembangkan sayapnya dan membawanya ke langit.

Diceritakan bahwa salah seorang Nabi - semoga Allah swt. melimpahkan salam kepadanya - berjalan melewati sebuah batu kecil yang memancarkan air, yang membuatnya kagum. Kemudian Allah menjadikan batu itu berbicara kepadanya, katanya, "Ketika aku mendengar Allah swt. berfirman, ‘Takutlah neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.’ (Q.s. At Tahrim: 6). Aku pun menangis karena takut." Nabi itu kemudian mendoakan, agar Allah swt. melindungi batu itu dari api neraka, dan Allah lalu mewahyukan kepadanya, ‘Aku telah menyelamatkannya dari neraka." Maka Nabi itu lalu meneruskan perjalanannya. Ketika kembali melewati batu itu, ia melihat air menyembur darinya seperti sebelumnya, yang membuatnya heran. Allah swt. menjadikan batu itu bisa berbicara, dan Nabi itu lalu bertanya, "Mengapa engkau masih menangis sedangkan Allah telah mengampunimu?" Batu itu menjawab, "Sebelumnya adalah tangis takut dan sedih, sekarang adalah tangis syukur dan gembira."
Dikatakan, "Orang yang bersyukur selalu meningkat karena ia berada di hadapan nikmat."

Allah swt. berfirman, "Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat Ku) kepadamu." (Q.s. Ibrahim: 7).
Orang yang sabar berada bersama Allah, karena ia berada di hadirat kesaksian kepada Nya yang memberikan cobaan. Allah lalu berfirman, "Sesungguhnya Allah beserta orang orang yang sabar" (Q.s. AI Anfal: 46).

Diceritakan bahwa suatu delegasi datang kepada Umar bin Abdul Aziz r.a. Di antara mereka ada seorang pemuda, yang memulai membuka pembicaraan. Umar berkata kepadanya, "Coba, yang tua-tua dulu berbicara! " Mendengar itu si pemuda berkata, "Wahai Amirul Mukminin, jika urusan diserahkan kepada orang berdasarkan usianya, maka banyak orang di kalangan kaum Muslimin yang lebih layak menjadi khalifah dibanding Anda." Maka Umar berkata, "Bicaralah! Pemuda itu menjelaskan, "Kami bukanlah delegasi yang menyampaikan keinginan, bukan pula delegasi yang menyampaikan rasa takut. Mengenai keinginan, maka kemurahan Anda telah memenuhi kebutuhan kami, dan tentang soal takut, keadilan. Anda pun telah mengamankan kami dari ketakutan." Maka Umar pun bertanya kepadanya, "Lantas, siapa kalian ini?" Ia menjawab, "Kami adalah delegasi yang menyampaikan syukur. Kami datang untuk menyampaikan terimakasih kepada Anda, dan sekarang kami akan pulang." Dan mereka lalu bersenandung:
Alangkah malangnya bahwa syukurku adalah diam.
Atas apa yang telah kau lakukan,
sedangkan kebaikanmu berbicara.
Aku melihat anugerah darimu
dan aku menyembunyikan;
karenanya, di tangan yang pemurah
jadi pencuri.


Diceritakan bahwa Allah swt. menyampaikan wahyu kepada Musa as, ‘Aku melimpahkan rahmat kepada hamba hamba Ku: Mereka yang mendapat cobaan maupun mereka yang terampuni." Musa bertanya, "Mengapa pula terhadap mereka yang terampuni?" Allah swt. menjawab, "Dikarenakan kecilnya syukur mereka atas dihindarkannya mereka dari penderitaan itu."
Dikatakan, "Pujian itu bagi nafas, dan syukur atas nikmat nikmat anggota badan."

Dikatakan pula, "Pujian sebagai permulaan dari Nya, dan syukr sebagai tebusan darimu."
Dalam hadis shahih disebutkan, "Yang pertama dipanggil ke surga adalah mereka yang selalu memuji kepada Allah swt. dalam segala hal."
Dikatakan, "Pujian hanya bagi Allah terhadap apa yang diberikanNya, dan syukur atas apa yang diperbuat oleh Nya."

Wassalam

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Sufi ~ Artikel Ilmu Tasawuf dan Sufisme All Right Reserved
Hosted by Satelit.Net Support Satelit.Net