Senin, 03 Mei 2010

Kisah Pintu Sorga

PINTU SORGA

Jaman dahulu adalah seorang lelaki yang baik hatinya. Ia
telah menjalani hidupnya dengan melakukan segala hal yang
memungkinkan orang masuk sorga. Ia memberi harta kepada si
miskin, ia mencintai sesamanya, dan ia mengabdi kepada
mereka. Karena mengingat pentingnya kesabaran, ia senantiasa
bertahan terhadap kesulitan yang besar dan tak diduga-duga,
sering itu semua demi kebahagiaan orang lain. Iapun
mengadakan perjalanan jauh-jauh untuk mendapatkan
pengetahuan. Kerendahhatian dan perilakunya yang pantas
ditiru begitu dikenal sehingga ia dipuji-puji sebagai
seorang yang bijaksana dan warga yang baik; pujian itu
terdengar mulai dari Timur sampai ke Barat, Utara sampai ke
Selatan.

Segala kebaikan itu memang dijalankan --selama ia ingat
melakukannya. Namun ia memiliki kekurangan, yakni kurang
perhatian. Kecenderungan itu memang tidak berat, dan
ditimbang dengan kebaikannya yang lain, hal itu merupakan
cacat kecil saja. Ada beberapa orang miskin yang tak
tertolongnya, sebab selalu saja ia kurang memperhatikan
kebutuhan mereka itu. Kasih sayang dan pengabdian pun
kadang-kadang terlupakan apabila yang dipikirkannya sebagai
kebutuhan pribadi muncul dalam dirinya.

Ia suka sekali tidur. Dan kadang-kadang kalau ia sedang
tidur, kesempatan mendapatkan pengetahuan, atau memahaminya,
atau melaksanakan kerendahhatian, atau menambah jumlah
tindakannya yang terpuji kesempatan semacam itu lenyap
begitu saja, tak akan kembali lagi.

Wataknya yang baik meninggalkan bekas pada dirinya; begitu
juga halnya dengan wataknya yang buruk, yakni kurangnya
perhatian itu.

Dan kemudian ia meninggal. Menyadari dirinya berada di balik
kehidupan ini, dan sedang berjalan menuju pintu-pintu Taman
Berpagar, orang itu istirahat sejenak. Ia mendengarkan
kata-hatinya. Dan ia merasa bahwa kesempatannya memasuki
Gerbang Agung itu cukup besar.

Disaksikannya gerbang itu tertutup; dan kemudian terdengar
suara berkata kepadanya, "Siagalah selalu; sebab gerbang
hanya terbuka sekali dalam seratus tahun." Ia pun duduk
menunggu, gembira membayangkan apa yang akan terjadi. Namun,
jauh dari kemungkinan untuk menunjukkan kebaikan terhadap
manusia, ternyata ia menyadari bahwa kemampuannya untuk
memperhatikan tidak cukup pada dirinya. Setelah siaga terus
selama waktu yang rasanya sudah seabad kepalanya
terkantuk-kantuk. Segera saja pelupuk matanya tertutup. Dan
pada saat yang sekejap itu, gerbangpun terbuka. Sebelum mata
si lelaki itu terbuka sepenuhnya kembali, gerbang itupun
tertutup: dengan suara menggelegar yang cukup dahsyat untuk
membangunkan orang-orang mati.

Catatan

Kisah ini merupakan bahan pelajaran darwis yang disenangi;
kadang-kadang disebut "Parabel Tentang Kurangnya Perhatian,"
Meskipun terkenal sebagai kisah rakyat, asal-usulnya tak
diketahui. Beberapa orang menganggapnya ciptaan Hadrat Ali,
Kalifah Keempat. Yang lain mengatakan bahwa kisah itu begitu
penting, sehingga tentunya diucapkan sendiri oleh Nabi,
secara rahasia. Jelas kisah ini tidak terdapat dalam Hadits
Nabi.

Bentuk sastra yang kita pilih ini berasal dari seorang
darwis tak dikenal dari abad ketujuh belas, Amil Baba, yang
naskah-naskahnya menekankan bahwa "pengarang sejati adalah
orang yang karyanya tak bernama (anonim), sebab dengan cara
itu tak ada yang berdiri antara pelajar dan yang
dipelajarinya."

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Sufi ~ Artikel Ilmu Tasawuf dan Sufisme All Right Reserved
Hosted by Satelit.Net Support Satelit.Net