Senin, 26 Maret 2012

JAM’IYYAH TA’LIM WAL MUJAHADAH KRAPYAK YOGYAKARTA DALAM MENGANTISIPASI KENAKALAN REMAJA

JAM’IYYAH TA’LIM WAL MUJAHADAH 
KRAPYAK YOGYAKARTA DALAM MENGANTISIPASI KENAKALAN REMAJA (Tinjauan Metode Dakwah)
JAM’IYYAH TA’LIM WAL MUJAHADAH
 Oleh Team www.seowaps.com

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Penegasan Judul
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam memahami skripsi yang berjudul “Jam’iyyah Ta’lim Wal Mujahadah Krapyak Yogyakarta Dalam Mengantisipasi Kenakalan Remaja (Tinjauan Metode Dakwah)”, maka dipandang perlu adanya penegasan terhadap istilah-istilah yang ada dalam judul tersebut, yaitu :
2.    Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah Krapyak Yogyakarta
Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah Krapyak Yogyakarta merupakan majelis dzikrullah yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, diasuh oleh KH Chaidar Muhaimin Affandi. Jam’iyyah ini bernama lengkap Jam’iyyah Ta’lim Wal Mujahadah Jum’at Pon (JTMJP)[3] dan sejak bulan Oktober 2003 dilengkapi menjadi Jam’iyyah Ta’lim Wal Mujahadah Jum'at Pon (JTMJP) "Padang Jagad" Krapyak Yogyakarta.[4]
Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah ini merupakan lembaga pendidikan non formal yang bergerak di bidang sosial keagamaan yang anggotanya terdiri dari santri dan masyarakat umum (remaja dan dewasa). Kegiatan dari Jam’iyyah ini berupa pengajian, sholat tasbih dan dzikir bersama. Pengajian dilaksanakan supaya jamaah memiliki tambahan  pengetahuan dan wawasan berkaitan dengan ajaran agamanya dan meningkatkan kualitas taqwa mereka. Sedangkan sholat  tasbih dan dzikir untuk mendekatkan diri kepada  Allah dan  menenangkan jiwa  jamaahnya.
Selain kegiatan tersebut, Jam’iyyah juga mengadakan kegiatan berupa pengelolaan hewan qurban dan terapi, baik terapi jiwa maupun terapi obat-obatan.
3.    Antisipasi
Antisipasi adalah perhitungan tentang hal-hal yang akan (belum) terjadi. Mengantisipasi adalah membuat perhitungan (ramalan, dugaan) tentang hal-hal yang belum (akan) terjadi, upaya pencegahan.[5]
Jadi yang dimaksud mengantisipasi dalam penelitian ini adalah upaya pencegahan yang dilakukan oleh Jam'iyyah dalam menanggulangi kenakalan remaja yang belum terjadi dan berusaha memperbaiki akhlak yang sudah terlanjur rusak.
4.    Kenakalan  Remaja
a.    Kenakalan
Kenakalan adalah tingkah laku secara ringan yang menyalahi norma dan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat.[6] Kenakalan  tersebut antara lain  membolos sekolah,  meninggalkan sholat lima  waktu,  berkelahi atau tawur antar kelompok,  keluyuran, minum minuman  keras, narkoba dan  lain-lain.
b.    Remaja
Remaja adalah seorang yang berusia 13-21 tahun, pada masa ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rokhaniah dan jasmaniah terutama fungsi seksual.[7]
Jadi, kenakalan remaja adalah tingkah laku oleh remaja yang berumur antara 13-21 tahun, yang mana tingkah laku tersebut menyalahi norma dan hukum yang berlaku di masyarakat sehingga dianggap sebagai problem sosial.
Adapun  yang dimaksud kenakalan remaja dalam penelitian  ini adalah tindakan pelanggaran norma yang dilakukan  oleh remaja anggota Jam’iyyah, seperti membolos  sekolah, meninggalkan sholat lima waktu, keluyuran, menipu orang  tua (minta uang untuk membeli minuman keras dan  narkotika tanpa sepengetahuan orang tua), minum  minuman  keras dan narkotika, duduk-duduk di  pinggir jalan  yang bisa meresahkan masyarakat, tawur antar kelompok  dan lain-lain.
5.    Metode Dakwah
a.    Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk Metode
mencapai suatu maksud.[8]
b.    Dakwah
Dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.[9] Menurut Ali Mahfuzh dalam Hidayatul Mursyidin, sebagaimana yang dikutip Masyhur Amin, dakwah adalah:
حثّ النّاس على الخير والهدى والامر بالمعروف والنّهى   عن المنكر ليفوزوا بسعادة العاجل والاجل.
“Mendorong (memotivasi) umat manusia melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah mereka berbuat makruf dan mencegahnya dari perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.”[10]
Jadi, dakwah adalah mengajak manusia agar termotivasi dalam mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Adapun yang dimaksud dengan metode dakwah adalah suatu cara yang dilakukan untuk menyampaikan suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain agar termotivasi dalam mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku sehingga mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam penelitian ini yang dimaksud  dengan metode dakwah adalah suatu cara yang dilakukan  oleh untuk  menyampaikan suatu pesan dari Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah kepada  jamaahnya agar termotivasi untuk  mengikuti  pengajian, sholat tasbih dan  dzikir  sehingga jamaah tidak melakukan pelanggaran norma-norma dalam masyarakatnya dan tidak terpengaruh orang lain yang mengajak melakukan  pelanggaran  tersebut.
Berdasarkan penegasan terhadap istilah-istilah yang sudah dipaparkan di atas maka yang dimaksud dengan judul "Jam'iyyah Ta'lim Wal Mujahadah Krapyak Yogyakarta Dalam Mengantisipasi Kenakalan Remaja (Tinjauan  Metode  Dakwah)" adalah penelitian tentang upaya pencegahan yang dilakukan oleh Jam'iyyah Ta'lim Wa al-Mujahadah Krapyak Yogyakarta dalam mengajak remaja yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma masyarakat untuk ikut dalam kegiatannya, dengan tujuan untuk mengubah tingkah laku yang rusak menjadi tingkah laku yang positif sesuai dengan ajaran Islam.

B. Latar Belakang Masalah
Islam adalah rohmatan lil ‘alamin untuk segenap makhluk diseluruh alam raya ini, oleh karena itu harus disebarluaskan dengan cara dakwah. Dakwah merupakan upaya untuk mengajak manusia dari kondisi kegelapan, kekafiran serta amoral untuk dialihkan kepada kondisi yang penuh limpahan cahaya, keimanan serta nuansa akhlaqul karimah. Upaya itu harus dilaksanakan secara maksimal untuk mencapai perubahan ke arah kebaikan.
Dakwah merupakan komunikasi ajaran-ajaran Islam dari seorang da’i kepada umat manusia. Pada pelaksanaan dakwah, di dalamnya terjadi proses komunikasi, sebab unsur-unsur yang ada dalam dakwah telah memenuhi persyaratan untuk dikatakan komunikasi.  Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dalam setiap proses dakwah terdapat komunikasi, akan tetapi tidak semua proses komunikasi terdapat aktivitas dakwah.[11] Adapun yang menjadi titik perbedaan adalah terletak pada isi dan orientasi pada keduanya.  Pada komunikasi, isi pesannya bersifat umum bisa juga berupa ajaran agama, sementara orientasi pesannya adalah pencapaian tujuan dari komunikasi itu sendiri yaitu timbulnya effek berupa perubahan tingkah laku. Sedang pada dakwah, isi pesannya jelas berupa ajaran Islam dan orientasinya adalah pada penggunaan metode yang benar menurut ukuran Islam.
Pada dasarnya manusia sendiri adalah makhluk suci. Fitrah yang dibawa manusia akan berkembang dengan baik manakala dibina dengan baik pula, sehingga dengan adanya pembinaan itu manusia akan menjadi taat beragama dan mendasari semua tindakannya pada aturan Islam. Namun sebaliknya bila benih fitrah yang dibawanya tidak dibina dengan baik, maka akan melahirkan manusia yang jauh dari agama.
Kurangnya pengetahuan agama akan berpengaruh terhadap kesadaran manusia dalam melaksanakan amal ibadah dan beragama. Norma dan aturan yang sudah ada sulit diterapkan dalam hidupnya sebagai disiplin diri, kesemua itu dapat terjadi karena kurangnya penanaman sejak kecil, atau bisa pula karena pengaruh lingkungan sekitarnya yang jauh  dari nilai-nilai agama, sehingga seringkali dalam sikap dan tingkah lakunya ada yang kurang sesuai dengan ajaran agama yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah.[12]
Melihat kondisi yang demikian, maka perlu adanya suatu tindakan atau upaya pembenahan kembali nilai-nilai Islam pada kehidupannya. Nilai dan ajaran Islam tersebut bukan hanya dikenal dan dimengerti akan tetapi harus dilembagakan dan dibudidayakan agar berlaku dalam kehidupan sehari-hari, karena nilai dan ajaran Islam mampu menjadi kendali dan pedoman dalam kehidupan manusia.
Masuknya iman kedalam hati manusia adalah atas petunjuk atau hidayah yang datang dari Allah, dan petunjuk Allah itu tidak akan datang dengan sendirinya tanpa adanya suatu usaha untuk mendapatkannya. Dalam hal inipun dakwah bukanlah merupakan jaminan akan turunnya hidayah atau dapatnya hidayah seseorang dari Allah akan tetapi hanya sebagai sarana untuk mengajak manusia mencari hidayah Allah, di dalam mengajak manusia sudah barang tentu membutuhkan suatu cara yang mengena terhadap obyek dakwah.[13]
adalah masa yang kritis dalam usia pertumbuhan fisik maupun psikis. Remaja menempati posisi yang penting untuk kelangsungan hidup masyarakatnya. Mereka merupakan penerus yang akan melanjutkan proses pembangunan dan upaya Salah satu obyek dakwah yang menarik adalah remaja, karena usia remaja memajukan bangsanya. Pada pundak merekalah tampuk kepemimpinan masyarakat dan bangsa ini akan diestafetkan. Sehingga manakala generasi muda dari suatu bangsa mengalami kebrobokan mental dan lemah keahlian dan ketrampilannya, maka akan bobrok dan lemah pula bangsanya.
Oleh karena itu, maka menjadi kewajiban bagi para generasi tua untuk menyiapkan dan membekali mereka dengan ketrampilan dan keahlian yang bermanfaat bagi kehidupan masa depan mereka, dan yang paling penting lagi adalah membina mereka agar mempunyai akhlaqul karimah. Sehingga pada akhirnya mereka akan mampu memikul amanah atas bangsa ini dengan baik sesuai dengan tuntunan yang diajarkan agama Islam.
Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah merupakan majelis dzikrullah yang dilaksanakan setiap malam Jumat Pon di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta. Pengasuh kegiatan ini adalah KH Chaidar Muhaimin Affandi.
Tujuan berdirinya Jam’iyyah ini tidak lepas dari tujuan amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan bil hikmah wa al-mauidlah al-hasanah dengan dasar rohmatan lil ‘alamin.  Para  jamaah  berasal  dari berbagai macam kalangan baik strata sosial ataupun golongan dan tidak berafiliasi pada salah satu partai politik manapun.[14] Bahkan  ada warga non muslim yang mengikuti kegiatan ini, karena majelis ini mempunyai misi dakwah.
Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah dalam gerak dakwahnya lebih banyak menekankan pada kalangan remaja sebagai suatu usaha menjawab dan memecahkan permasalahan yang dihadapi remaja guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Di antara remaja yang mengikuti Jam’iyyah ini banyak yang dulunya merupakan remaja nakal yang memerlukan sentuhan agama sebagai benteng pertahanan kemerosotan moral yang terjadi akhir-akhir ini.
Untuk menanggulangi semakin merajalelanya perbuatan tak berakhlak di kalangan remaja, harus dilaksanakan upaya yang lebih intensif. Selain itu dukungan dan peran serta keluarga dan masyarakat dengan menciptakan situasi dan kondisi sosial ekonomi serta adat yang mendukung di tempat tinggal mereka sangat dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan apa yang ditulis oleh Zakiah Daradjat bahwa pengaruh lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dengan keadaan sosial ekonomi serta agama dan adatnya sangat menentukan dalam pembinaan remaja yang tumbuh dalam keluarga dan masyarakat tersebut.[15]
Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah sebagai lembaga pendidikan non formal membantu memecahkan tidak hanya menghilangkan, mengendalikan dan mengantisipasi  gejala permasalahan atau penyakit emosional belaka, akan tetapi bertujuan untuk memperbaiki pola  tingkah laku dan meningkatkan perkembangan kepribadian yang positif.
Majelis Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah  sebagai wadah pendidikan non formal keagamaan yang mempunyai tujuan meluruskan kepada para remaja menuju jalan yang diridlai Allah dengan menampilkan berbagai macam amaliyah keagamaan yang tentunya sesuai dengan kaidah ajaran Islam.
Kegiatan amaliyah tersebut dilaksanakan secara kontinyu dan berjamaah setiap tiga puluh lima hari sekali (selapanan). Metode dakwah yang digunakan berupa pengajian, sholat tasbih berjamaah di masjid, dan dzikir bersama. Pengajian dilaksanakan supaya jamaah memiliki tambahan  pengetahuan  dan wawasan berkaitan dengan ajaran agamanya dan meningkatkan kualitas taqwa mereka. Sedangkan sholat  tasbih dan dzikir untuk mendekatkan diri kepada  Allah dan  menenangkan jiwa  jamaahnya.
Metode sangat penting sekali dalam sebuah proses dakwah, karena agama sekalipun apabila tidak didukung dengan metode dan pendekatan yang handal dan tepat dalam penyampaian agama tersebut akan sulit sekali mencapai suatu hasil yang baik. Akan tetapi, bila metode penyampaian tepat serta terorganisir dengan baik, sekalipun ajaran itu salah, maka akan mencapai tujuan yang diharapkan.[16]
Perlu diketahui bahwa penulis merasa tertarik dengan obyek Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah karena keberhasilan pengasuh dalam membina murid-muridnya, sehingga banyak muridnya yang sadar dan kembali ke jalan yang benar. Di samping itu juga semakin hari muridnya semakin bertambah. Hal ini merupakan keberhasilan pengasuhnya dalam berdakwah lewat wadah Jam’iyyah tersebut.
Berangkat dari sinilah, penulis tertarik untuk meneliti metode dakwah yang dilaksanakan oleh Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah dalam upaya mengembangkan dakwah Islamiyah, khususnya dalam mengantisipasi kenakalan remaja.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan metode dakwah oleh Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah Krapyak  Yogyakarta dalam mengantisipasi kenakalan remaja ?

D.    Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam kajian ini adalah: Untuk mengetahui pelaksanaan metode dakwah Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah dalam mengantisipasi kenakalan remaja.

E.     Kegunaan Penelitian
1.    Kegunaan Akademis
Diharapkan   penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pengembangan disiplin ilmu dakwah dan pengembangan penelitian dibidang  dakwah, khususnya  dalam aktivitas dakwah yang dilaksanakan Jam’iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah Krapyak Yogyakarta dalam mengantisipasi kenakalan remaja.
2.    Kegunaan Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pengurus Jam'iyyah dalam meningkatkan pelaksanaan dakwah Islamiyah khususnya dan kegiatan dakwah pada umumnya.

F.     Kerangka Teori
Tinjauan tentang Kenakalan Remaja
a. Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan Remaja atau Juvenile Delinquency terdiri dari dua kata yaitu Juvenile yang berasal dari bahasa Latin ‘juvenilis’ yang artinya anak-anak,anak muda (yang berusia antara 13-21 tahun), ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat pada periode remaja. Delinquent berasal dari kata Latin ‘delinquere’ yang artinya menjadi jahat, asosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana,dursila, dan lain-lain.[17]
Menurut Simanjuntak, sebagaimana yang dikutip oleh  Sudarsono,         suatu perbuatan disebut delinquency apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup atau suatu perbuatan yang anti sosial dimana didalamnya terkandung unsur-unsur anti normatif.[18]
Jadi, kenakalan remaja adalah perbuatan-perbuatan pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja berusia antara 13-21 tahun, yang bersifat melanggar hukum, anti sosial, anti susila dan menyalahi norma agama.
b. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja
Berbicara masalah kenakalan remaja yang setiap saat berbeda dalam versinya karena pengaruh lingkungan kebudayaan dan sikap mental masyarakat maka untuk menentukan apakah tingkah laku remaja semata-mata merupakan kelainan tingkah laku sesuai dengan taraf perkembangan yang dialami atau tidak maka Y. Singgih D Gunarsa dan Singgih D Gunarsa menyatakan bahwa bentuk-bentuk kenakalan remaja digolongkan menjadi dua, yaitu :
2)   Kenakalan yang bersifat amoral dan asosial serta tidak dapat diatur dalam Undang-Undang sehingga sulit digolongkan pelanggaran hukum seperti :
a)    Berbohong 
b)   Membolos
c)    Kabur, keluyuran
d)   Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain
e)    Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk
f)    Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan
g)   Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan menggunakan bahasa tidak sopan
h)   Secara berkelompok makan di rumah makan, tanpa membayar atau naik bis tanpa membeli karcis
i)     Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomis maupun tujuan lainnya
j)     Berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya maupun orang lain.[19]
3)   Kenakalan yang dianggap melanggar hukum diselesaikan melalui hukum dan acapkali bisa disebut dengan istilah kejahatan. Kejahatan ini dapat diklasifikasikan sesuai dengan berat ringannya pelanggaran tersebut, misalnya :

a)    Perjudian
b)   Pencurian, penggelapan barang
c)    Penipuan dan pemalsuan
d)   Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, pemerkosaan
e)    Tindakan anti sosial : perbuatan yang merugikan milik orang lain
f)    Penganiayaan, percobaan pembunuhan
g)   Pengguguran kandungan.[20]
Sedangkan Hasan Basri mengutip pendapat Wright, membagi jenis-jenis kenakalan remaja  dalam beberapa keadaan, yaitu :
1)  Neurotic deliquency; remaja bersifat pemalu, terlalu  perasa, suka menyendiri, gelisah dan mengalami perasaan rendah diri. Mereka mempunyai dorongan kuat  untuk melakukan suatu kenakalan, seperti :
a)    Mencuri sendirian
b)    Melakukan tindakan agresif secara tiba-tiba tanpa alasan  karena dikuasai oleh khayalan dan fantasinya sendiri.
2)  Unsocilized delinquent; suatu sikap yang suka melawan kekuasaan seseorang, rasa bermusuhan dan pendendam. Mereka  tidak pernah merasa bersalah dan tidak pula menyesali perbuatan yang pernah dilakukannya. Sering melemparkan kesalahan dan tnggung jawab kepada  orang lain.
3)  Pseudo social delinquent; remaja atau pemuda yang  mempunyai loyalitas yang tinggi  terhadap kelompok atau 'gank' sehingga sikapnya tampak patuh, setia dan kesetiakawanannya baik. Jika melakukan sesuatu tindakan kenakalan bukan atas dasar kesadaran diri sendiri tetapi karena didasari anggapan bahwa ia harus melaksanaakan  sesuatu kewajiban kelompok yang telah digariskan.[21]
c. Ciri-ciri Kenakalan Remaja
Agar bisa membedakan kenakalan remaja dari aktivitas yang menunjukkan ciri  khas remaja,  perlu diketahui beberapa ciri-ciri pokok dari kenakalan remaja :
1)   Dalam pengertian kenakalan, harus terlihat adanya perbuatan tingkah laku yang bersifat pelanggaran hukum yang berlaku dan pelanggaran nilai-nilai moral.
2)   Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang asosial yakni dengan perbuatan atau tingkah laku tersebut ia bertentangan dengan nilai atau norma sosial yang ada di lingkungan hidupnya.
3)   Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja saja, atau dapat juga dilakukan bersama-sama dalam suatu kelompok remaja.[22]
d. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Berbicara masalah kenakalan remaja tidak akan terlepas dari pembicaraan mengenai faktor-faktor  yang menimbulkan kenakalan tersebut. Yang dimaksud dengan faktor-faktor tersebut adalah hal-hal yang melatarbelakangi, mendorong dan menguatkan timbulnya kenakalan remaja yang dikarenakan oleh sebab-sebab tertentu.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi kenakalan remaja adalah :
1)   Faktor dari individu anak.
Yaitu faktor penyebab yang memang sudah ada dalam diri anak itu sendiri, tanpa pengaruh dari luar atau adanya unsur bawaan ataupun keturunan yang dibawa sejak lahir.
a) Teori Biologis
Tingkah laku sosiopatik atau delinkuen pada anak-anak dan remaja dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah  yang dibawa sejak lahir.
b) Teori Psikogenis
Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku delinkuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Antara lain faktor intelegensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial, kecenderungan psikopatologis dan lain-lain.[23]



2)   Faktor rumah tangga (keluarga)
Keluarga sebagai tempat kehidupan yang pertama dan tempat pendidikan yang pertama dan utama merupakan dasar fundamental bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.
Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga jelas mempunyai peranan paling besar dalam membentuk kepribadian remaja delinkuen. Misalnya, rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau ibu, perceraian diantara bapak dengan ibu, hidup terpisah, poligami, keluarga yang diliputi konflik keras, semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan  delinkuensi remaja. Sebabnya antara lain :
b)   Anak kurang mendapat perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri.
c)    Kebutuhan fisik maupun psikis anak-anak remaja menjadi tidak terpenuhi. Keinginan dan harapan anak-anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya.
d)   Anak-anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup susila. Mereka tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol diri yang baik.[24]
Sebagai akibat ketiga bentuk pengabaian diatas, anak menjadi bingung, risau, sedih, malu, sering diliputi perasaan dendam benci, sehingga anak menjadi kacau dan liar. Di kemudian hari mereka mencari kompensasi bagi kerisauan batin sendiri di luar lingkungan keluarga, yaitu menjadi anggota dari gang kriminal, lalu melakukan banyak perbuatan berandalan dan kriminal.
3)   Faktor dari masyarakat
Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan bentuknya akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap anak-anak remaja dimana mereka hidup berkelompok. Hal yang demikian itu karena hidup saling membutuhkan dan saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.
Agar semua pengaruh baik dari luar ataupun dalam suatu masyarakat tidak membawa pengaruh yang negatif, maka perlu adanya penjaringan dalam proses aktualisasi, misal dengan memberikan wawasan yang luas tentang kebudayaan, pendidikan yang lebih maju dan yang paling penting adalah penanaman ajaran agama.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap munculnya kenakalan remaja yang berasal dari masyarakat adalah :
a)    Kurangnya pelaksanaan agama secara konsekuen.
b)   Minimnya pendidikan bagi masyarakat, sehingga tidak bisa menilai pengaruh dari luar secara lebih selektif.
c)    Kurangnya perhatian dan pengawasan terhadap kegiatan remaja.
d)   Munculnya norma-norma baru di dalam masyarakat sebagai akibat dari perkembangan peradaban dan kemajuan teknologi.
e. Usaha Mengantisipasi Kenakalan Remaja
Juvenile Delinquency muncul sebagai masalah sosial yang semakin gawat pada masa modern sekarang, baik yang terdapat di negara-negara dunia ketiga yang baru merdeka maupun di negara-negara yang sudah maju. Kejahatan anak remaja ini teristimewa sekali erat kaitannya dengan modernisasi, industrialisasi, urbanisasi, taraf kesejahteraan dan kemakmuran.
Kenakalan yang dilakukan oleh remaja itu sangat mengganggu dan meresahkan masyarakat. Oleh karena itu perlu upaya untuk menanggulanginya. Usaha-usaha preventif lebih baik dari usaha memperbaiki kondisi yang terlanjur rusak dan membahayakan.
Oleh karena itu perlu adanya usaha-usaha sebagai berikut :
1)   Membina dan meningkatkan kualitas keluarga. [25]
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak. Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga mempunyai peranan paling besar dalam membentuk kepribadian remaja. Orang tua harus  membina dan mengembangkan akhlak anak-anak mereka dengan baik dan membahagiakan. Waktu kedua orang tua dirumah perlu diintensifkan penggunaannya terutama dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya supaya rasa kasih sayang, perhatian dan pengarahan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
2)   Usaha mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja.[26]
Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para remaja, kesulitan-kesulitan apa saja yang biasa menjadi sebab timbulnya penyaluran dalam bentuk kenakalan.
3)   Usaha pembinaan remaja, meliputi : 
a)  Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
b)  Memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan pengetahuan dan ketrampilan melainkan pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran agama, budi pekerti dan etika.
c)  Menyediakan sarana-sarana dan menciptakan suasana yang optimal demi perkembangan pribadi yang wajar.[27]
Adapun dalam penanggulangan kenakalan remaja menurut  ajaran Islam juga dilaksanakan dalam  bentuk preventif  atau pencegahan. Pencegahan ini berupa nasehat-nasehat yang diambil dari QS. Luqman :  13-19, yang isi ringkasannya adalah :
1)   Menanamkan jiwa Tauhid
2)   Menghargai dan menghormati kedua orang tua
3)   Memelihara dan memperlakukan orang  tua dengan baik, sebagaimana sifat dan tindakan mereka terhadap anak
4)   Kejujuran
5)   Agar mendirikan sholat (ibadah)
6)   Mengajak kepada perbuatan baik dan mencegah yang munkar
7)   Supaya bersabar
8)   Melarang keangkuhan dan kesombongan
9)   Sederhana dalam  bersikap, berjalan dan berbicara. [28]
Tinjauan tentang Metode Dakwah
a. Pengertian Metode Dakwah
Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.[29] Sedangkan dakwah adalah ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran untuk kepentingan pribadinya sendiri bukan untuk kepentingan juru dakwah atau penerang.[30]
Jadi, metode dakwah adalah suatu cara yang dilakukan untuk menyampaikan ajakan, dorongan, rangsangan dan bimbingan kepada orang lain baik dalam bentuk tulisan ataupun lisan yang dilakukan dalam usaha untuk mempengaruhi orang lain baik secara individu ataupun kelompok supaya timbul pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang disampaikan tanpa adanya unsur paksaan.
Seorang muballigh atau da’i dalam menentukan  strategi dakwahnya sangat memerlukan pengetahuan dan kecakapan di bidang metodologi. Selain itu bila pola berpikir yang dipakai berangkat pada pendekatan sistem, dimana dakwah merupakan suatu sistem dan metode merupakan salah satu unsur atau komponennya, maka metode mempunyai peranan dan kedudukan yang sejajar dengan unsur-unsur lainnya, seperti; tujuan dakwah, subyek dan obyek dakwah.[31]
Dalam penggunaan metode perlu diperhatikan bagaimana hakekat metode itu, karena hakekat metode merupakan pedoman pokok yang harus dijadikan bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaannya. Selain itu dengan memahami hakekatnya, pemakai metode tidak mudah secepatnya memuja  terhadap suatu metode tertentu, karena keberhasilannya. Begitu juga sebaliknya, tidak akan tergesa-gesa menyisihkan suatu metode karena kegagalannya.
Hakekat metode tersebut antara lain ;
1) Metode hanyalah satu pelayan, suatu jalan atau alat saja
2) Tidak ada metode yang seratus persen baik
3) Metode yang paling sesuai-pun belum menjamin hasil yang baik dan otomatis
4) Suatu metode yang sesuai bagi seorang da’i, belum tentu sesuai dengan da’i yang lain
5) Penerapan metode tidak dapat berlaku untuk selamanya.[32]
Kelima hakekat metode tersebut, harus diperhatikan oleh seorang da’i dalam pemilihan dan penggunaan suatu metode dakwah. Hal ini bertujuan agar para da’i atau muballigh dalam memilih dan menggunakan metode dakwah tidak terpancang pada satu metode saja, yang terpenting adalah menggunakan metode dakwah yang efektif dan efisien.
Dalam  berdakwah juga harus melihat obyek dakwah yang terdiri dari beraneka ragam tingkat kemampuan berpikir dan pengalaman keagamaan, oleh karena itu metode yang  harus  dipakai harus disesuaikan pula dengan situasi dan kondisi obyek dakwah tersebut.
Dalam Al-Qur'an, Allah menerangkan tentang bagaimana metode dakwah yang harus dilakukan untuk menyeru orang atau umat kejalan Allah, yang merupakan metode terbaik dan merupakan prinsip dasar. Seperti tercantum dalam QS. An-Nahl :125;
ادع الى سبيل ربّك بالحكمة والمو عظة الحسنة وجادلهم بالّتى هي احسنقلى انّ ربّك هو اعلم بمن ضلّّ عن سبيله وهو اعلم بالمهتدين. (النحل: 125)
 “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl: 125) [33]

Pada ayat di atas, dapat dilihat bahwa metode mengajak atau menyeru manusia kejalan Allah swt, secara garis besar ada tiga cara yaitu : hikmah, al-mauidhah al-hasanah dan mujadalah bi al-lati hiya ahsan.
Ketiga metode dakwah itulah yang dijadikan sandaran yang akan ditempuh oleh para da'i, yang penyampaiannya disesuaikan dengan obyek dakwah, baik keadaan, tempat dan waktu.
1) Metode Hikmah
Hikmah menurut Al-Maraghi dalam kitab Tafsirnya, sebagaimana yang dikutip oleh Masyhur Amin, yaitu perkataan yang tepat lagi tegas yang dibarengi dengan dalil-dalil yang dapat menyingkap kebenaran dan melenyapkan keserupaan.[34] Sedangkan menurut  Toha Jahja Omar seperti yang dikutip oleh Hasanuddin, hikmah adalah bijaksana, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya dan kitalah yang harus berpikir, berusaha, menyusun, mengatur cara-cara dengan menyesuaikan kepada keadaan dan zaman, asal tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang oleh Tuhan.[35]
Kata hikmah mengandung tiga unsur, yaitu :
a)    Unsur ilmu, yaitu adanya ilmu yang shahih yang dapat memisahkan antara yang hak dan yang bathil, berikut tentang rahasia, faedah dan seluk-beluk sesuatu.
b)   Unsur jiwa, yaitu terhujamnya ilmu tersbut ke dalam jiwa sang ahli hikmah, sehingga ilmu tersebut mendarah daging dengan sendirinya.
c)    Unsur amal perbuatan, yaitu ilmu pengetahuannya yang terhujam ke dalam jiwanya itu mampu memoivasi dirinya untuk berbuat. Dengan perkataan lain, perbuatannya itu dimotori oleh ilmunya yang terhujam ke dalam jiwanya itu.[36]
Jadi al-dakwah bi al-hikmah mempunyai arti kemampuan seorang da'i di dalam melaksanakan dakwah dengan jitu karena pengetahuannya yang tuntas dan tepat tentang liku-liku dakwah. Ia tahu benar tentang waktu, tempat dan keadaan manusia yang dihadapi sehingga ia dapat memilih cara yang tepat untuk menyampaikan materi dakwah yang hendak diberikan kepada mereka. Ia juga tahu benar tentang tujuan yang hendak dicapai, sehingga ia dapat memilih materi yang tepat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan itu.
2) Metode al-Mauidzah al-Hasanah
Al-mauidzah al-hasanah menurut Ibn Sayyidihi, sebagaimana  dikutip oleh Masyhur Amin, adalah;
تذكيرك للانسان بمايلين قلبه من ثواب وعقاب.
“Memberi ingat (yang dilakukan) olehmu kepada orang lain dengan pahala dan siksa yang dapat menjinakkan hatinya.”
Jadi, al-mauidzah al-hasanah adalah memberi nasehat dan memberi ingat (memperingatkan) kepada orang lain dengan bahasa yang baik yang dapat menggugah hatinya sehingga pendengar mau menerima nasehat tersebut.[37] Sebab, kelemah lembutan dan menasehati (al-mauidzah) sering kali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar. Bahkan, lebih mudah melahirkan kebaikan ketimbang larangan dan ancaman.
Menurut Hasanuddin, mengutip pendapat dari M.A. Mahfoeld,   al-mauidzah al-hasanah adalah diukur dari segi dakwah itu sendiri. Hasanah dalam dakwah adalah sebagai krida ibadah kepada Allah swt, dan di dalamnya mengandung :
a)    Didengar orang, lebih banyak lebih baik suara panggilannya
b)   Diturut orang, lebih banyak lebih baik maksud tujuannya,sehingga
c)    Menjadi lebih besar kuantitas manusia yang kembali ke jalan Tuhannya, jalan Allah swt.[38]
3) Metode al-Mujadalah bi al-lati Hiya Ahsan
Metode al-mujadalah bi al-lati hiya ahsan yaitu bertukar pikiran dengan menggunakan dalil atau alasan yang sesuai dengan kemampuan berpikirnya.[39]
Seorang da'i harus terbuka, dapat mengendalikan emosi, menghargai pendapat orang lain apabila sedang berdebat atau berdiskusi, tidak hanya asal mengeluarkan argumentasi yang hanya membela diri saja karena merasa malu jika argumentasinya dikalahkan pihak lain. Namun di sini yang penting adalah mencari titik temu yang bisa diterima dengan akal atau logis.
Metode dakwah adalah cara-cara yang dilakukan oleh seorang muballigh (komunikator) untuk mencapai suatu tujuan tertentu atas dasar hikmah dan kasih sayang. Dengan kata lain, pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented menempatkan penghargaaan yang mulia atas diri manusia.[40]
Dengan demikian metode dakwah berdiri di atas landasan yang  demokratis dan persuasif. Demokratis yang dimaksudkan, bahwa seorang komunikator pada akhirnya menghargai keputusan final yang akan dipilih atau dilakukan oleh  pihak komunikannya. Muballigh sebagai komunikator dalam proses dakwah tidak ada satu niat sedikitpun untuk memaksakan kehendaknya, kendati hal itu mungkin saja dilakukannya.
Dalam kedudukannya sebagai juru penerang, maka seorang mubaligh itu benar-benar menyampaikan suatu fakta (statement of fact) terhadap audiens-nya, dan tidak ada kewajiban bagi dirinya untuk memaksa,[41] seperti  firman Allah dalam QS An-Nahl : 82 ;
فإن تولّوا فإنّما عليك البلغ المبين. (انحل: 82)
“Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan  terang”. (QS.An-Nahl : 82)[42]
Dan QS. Ar-Rad :40 ;
.... فإنّما عليك البلغ وعلينا الحساب. (الرعد: 40)
“… karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja,  sedang Kami-lah yang menghisap amalan mereka.” (QS. Ar-Rad : 40)[43]
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, dapat disimpulkan beberapa prinsip metode dakwah sebagai berikut :
1) Metode dakwah senantiasa memperhatikan dan menempatkan penghargaan yang tinggi atas manusia dengan menghindari prinsip-prinsip yang akan membawa kepada sikap pemaksaan kehendak.
2)   Peranan hikmah dan kasih sayang merupakan hal yang paling dominan dalam proses penyampaian ide-ode dalam komunikasi dakwah tersebut.
3)   Metode dakwah yang bertumpu pada human oriented menghargai keputusan final yang diambil oleh pihak komunikan, oleh karena itu dakwah merupakan penyampaian dan penerimaan ide-ide secara demokratis.
4)   Metode dakwah yang berdasarkan hikmah dan kasih sayang dapat memakai segala alat yang dibenatkan menurut hukum sepanjang hal tersebut tetap menghargai hak-hak manusia.[44]


b.  Unsur-Unsur yang Menjadikan Terlaksananya Metode Dakwah
Metode merupakan salah satu perangkat dalam berdakwah. Cukup banyak metode yang telah dikemukakan oleh para da'i dalam menyampaikan dakwahnya, seperti ceramah, diskusi, bimbingan dan penyuluhan, nasehat dan sebagainya. Semuanya dapat diterapkan sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Tetapi harus digarisbawahi bahwa metode yang baik sekalipun tidak menjamin hasil yang baik secara otomatis, karena metode bukanlah satu-satunya kunci kesuksesan. Tetapi, keberhasilan dakwah ditunjang dengan seperangkat syarat, baik dari pribadi da'i, materi yang dikemukakan, obyek dakwah ataupun lainnya.
Adapun unsur-unsur yang menjadikan terlaksananya metode dakwah adalah :
1)   Subyek Dakwah
Subyek dakwah adalah orang yang melaksanakan dakwah atau yang sering disebut dengan muballigh. Di dalam berdakwah tidak hanya bersifat individu, akan tetapi dapat dilaksanakan juga oleh sekelompok orang disesuaikan dengan obyeknya. Dakwah tidak akan terlaksana jika tidak ada pelaksana dakwah walaupun faktor yang lain ada.
Untuk mencapai tujuan dakwah tidaklah mudah karena dalam berdakwah dibutuhkan berbagai sarana dan prasarana yang memadai. Begitu juga seorang juru dakwah harus mempunyai kriteria yang baik sehingga misi dakwah  benar-benar bisa tercapai sesuai tujuan.

2)   Obyek Dakwah
Obyek dakwah yaitu orang yang dituju oleh suatu kegiatan dakwah, baik dalam bentuk individu maupun masyarakat.
3)   Materi Dakwah
Materi dakwah adalah ajaran-ajaran Islam yang wajib disampaikan kepada umat manusia dan mengajak mereka agar mau menerima dan mengikutinya. Pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Namun secara global materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu :
a)  Keyakinan / keimanan (aqidah)
Aqidah merupakan fundamen bagi setiap muslim. Aqidah inilah yang menjadi dasar dan memberi arah bagi hidup dan kehidupan seorang muslim. Aqidah dalam Islam adalah bersifat i'tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Masalah aqidah ini secara garis besar ditunjukkan oleh Rasullullah saw, dalam sabdanya ;
الإيمان ان تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشرّه. (رواه مسلم)
“Iman adalah engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan percaya adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk. (HR. Muslim)”.[45]


Bidang aqidah ini tidak hanya membahas masalah-masalah yang wajib di-imani, akan tetapi juga masalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya syirik, ingkar dengan adanya Tuhan dan sebagainya.
b) Keislaman (ibadah)
Ibadah disini berarti hukum-hukum Islam yang mengatur peraturan-peraturan agama Islam baik dalam hal ibadah kepada Allah maupun muamalah, misalnya peraturan-peraturan pelaksanaan sholat, puasa, zakat, peraturan rumah tangga, cara bermasyarakat dan sebagainya.
c)  Akhlak, moral (ikhsan)
Akhlak atau moral merupakan pendidikan agar jiwa seseorang dapat menjadi bersih dari sifat-sifat tercela dan dihiasi dengan sifat-sifat terpuji, seperti rasa persaudaraan dan saling tolong menolong antar sesama manusia, sabar, tabah, pemurah dan sifat terpuji lainnya. Akhlak yang mulia ini merupakan buah dari iman dan amal perbuatannya. Pendidikan jiwa ini sangat penting, sebab jiwa ini merupakan sumber dari perilaku manusia. Jika jiwa seseorang baik niscaya akan baik pula perilakunya dan jika jiwa seseorang buruk akan buruk pula perilakunya.[46]


G.  Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan, maksudnya data yang dikumpulkan tidak berwujud angka tetapi kata-kata.[47]
Untuk memperoleh data yang obyektif dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode dengan rincian sebagai berikut :
1.    Penentuan Subyek dan Obyek Penelitian
a.    Subyek Penelitian
Subyek penelitian dapat disebut sebagai istilah untuk menjawab siapa  sebenarnya yang akan diteliti dalam sebuah penelitian atau dengan kata lain subyek penelitian disini adalah orang yang memberikan informasi atau data. Orang yang memberikan informasi ini disebut sebagai informan. Adapun subyek penelitian dalam penelitian ini adalah : pengasuh, ustadz, pengurus dan jamaah Jam'iyyah.
b.    Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah istilah-istilah untuk menjawab apa yang sebenarnya akan diteliti dalam sebuah penelitian atau data yang akan dicari dalam penelitian. Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah : metode dakwah yang terjadi di Jam'iyyah Ta’lim Wa al-Mujahadah dalam mengantisipasi kenakalan remaja.

2.    Metode Pengumpulan Data
a.    Metode Interview (wawancara)
Data utama dalam  penelitian ini  adalah interview. Metode Interview (wawancara) adalah suatu metode pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematik dan berdasarkan pada tujuan penelitian.[48] Pewawancara (interviewer) mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.[49]
Adapun tehnik interview yang digunakan adalah interview bebas terpimpin yaitu penulis menyiapkan catatan pokok agar tidak menyimpang dari garis yang telah ditetapkan untuk dijadikan pedoman dalam mengadakan wawancara yang penyajiannya dapat dikembangkan untuk memperoleh data yang lebih mendalam dan dapat divariasikan sesuai dengan situasi yang ada, sehingga kekakuan selama wawancara berlangsung dapat dihindarkan.  
Metode ini digunakan untuk memperoleh data secara langsung dari informan yang memberikan informasi tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti: sejarah berdirinya, perkembangan organisasi, metode yang digunakan dalam mengantisipasi kenakalan remaja, respon anggota terhadap kegiatan ini.

b.    Metode Observasi
Metode Observasi atau pengamatan yang dimaksud disini adalah observasi yang dilakukan secara sistematis. Dalam observasi ini penulis mengusahakan untuk melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat data itu apa adanya dan tidak ada upaya untuk memanipulasi data-data yang ada di lapangan.[50] Metode ini digunakan untuk mengecek kesesuaian data dari interview dengan keadaan sebenarnya.
Jenis observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi, dalam pelaksanaannya peneliti akan mengamati letak geografis, sarana prasarana dan  upaya-upaya Jam'iyyah dalam mengantisipasi kenakalan remaja.
c.    Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat agenda dan sebagainya.[51] Tujuan dari penggunaan metode ini adalah untuk memudahkan memperoleh data secara tertulis tentang kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dan hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas Jam'iyyah. Metode ini digunakan dalam upaya melengkapi dan mengecek kesesuaian data yang diperoleh dari interview dan observasi.
3.    Metode Analisa Data
Metode analisa data yang dipakai adalah metode kualitatif secara induktif.[52] Artinya : mula-mula data dikumpulkan, disusun dan diklasifikasikan ke dalam tema-tema yang akan disajikan kemudian dianalisis dan dipaparkan dengan kerangka penelitian lalu diberi interpretasi sepenuhnya dengan jalan dideskripsikan apa adanya.
Dengan demikian secara sistematis langkah-langkah analisa tersebut adalah sebagai berikut :
a.    Mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil interview, observasi dan data dokumen.
b.  Menyusun seluruh data yang diperoleh sesuai dengan urutan pembahasan yang telah direncanakan.
c.   Melakukan interpretasi secukupnya terhadap data yang telah disusun untuk menjawab rumusan masalah sebagai kesimpulan.

Selengkapnya Silahkan >>> DOWNLOAD

Tags: JAM’IYYAH TA’LIM WAL MUJAHADAH   KRAPYAK YOGYAKARTA  DALAM MENGANTISIPASI KENAKALAN REMAJA

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Sufi ~ Artikel Ilmu Tasawuf dan Sufisme All Right Reserved
Hosted by Satelit.Net Support Satelit.Net