Senin, 26 Maret 2012

KEBIJAKAN KEAGAMAAN SULTAN AURANGZEB DI INDIA (1658-1707 M)

KEBIJAKAN KEAGAMAAN SULTAN AURANGZEB DI INDIA ( 1658-1707 M )
SULTAN AURANGZEB


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah tentang Aurangzeb tidak dapat dilepaskan dari kebesaran Dinasti Mughal yang didirikan oleh Zahirudin Muhammad, yang lebih dikenal sebagai Babur.[2] Ia dapat menyatukan India[3] yang pada awal abad XVI M merupakan daerah terpecah-pecah dan memiliki pemerintahan yang merdeka. Wilayah kekuasaannya terbentang dari Sungai Gangga sampai Oxus. Babur hanya berkuasa selama empat tahun, dengan demikian dia belum sempat melakukan pembaruan yang berarti bagi Mughal.
Penguasa Mughal setelah Babur adalah putranya, Nashirudin Humayun (1530-1540 M dan 1555-1556 M). Masa pemerintahannya kondisi negara dalam keadaan tidak stabil. Ia harus menghadapi berbagai pemberontakan, seperti pemberontakan Bahadur di Gujarat dan Sher Khan.[4] Humayun dapat dikalahkan oleh Sher Khan yang mengakibatkan Ia melarikan diri dan mencari suaka politik ke Persia.
            Sher Khan menobatkan dirinya sebagai raja Delhi dengan gelar Sher Shah. Ia melakukan pembaruan di bidang administrasi, keuangan, perdagangan, komunikasi, keadilan, perpajakan, dan pertanian di India.[5] Sher Shah merupakan satu-satunya penguasa yang berusaha menyatukan India tanpa membedakan ras dan agama. Pengganti Sher Shah adalah penguasa-penguasa yang lemah, sehingga Humayun dapat menguasai kembali Delhi pada Juli 1555 M, namun satu tahun kemudian Humayun meninggal  dunia karena kecelakaan, jatuh dari lantai dua perpustakaan Sher Mandal di Delhi.[6] Pendapat lain menyatakan bahwa Ia meninggal karena jatuh dari kuda ketika sedang bermain chaugan (permainan yang sangat populer di kalangan bangsawan India-Persia seperti hoki, hanya saja pemainnya menunggang kuda). Ia dimakamkan di Sahsaram.
Jalaludin Muhammad Akbar (1556-1605 M) menggantikan tahta ayahnya saat berusia empat belas tahun.[7] Ia adalah penguasa terbesar Mughal. Akbar memperluas imperium ini dari wilayahnya yang asal di Hindustan dan Punjab, Gujarat, Rajastan, Bihar, dan Bengal (Bangla).[8] Ke  arah utara Ia merebut Kashmir, Sind, dan Baluchistan. Sebelum akhir abad XVII M, imperium ini telah meluas sampai ke ujung utara dan merebut Bijapur, Golkunda, serta beberapa wilayah merdeka di India Selatan.[9]
Akbar mampu mendirikan negara kesatuan di India utara dan memperoleh dukungan dari mayoritas Hindu India. Sebagai raja, Akbar tidak berusaha menindas dan memaksa mereka untuk memeluk kepercayaan yang sama. Akbar sangat menonjolkan toleransi dan universalisme dalam pemerintahannya, sehingga tidak mengherankan jika dia menghapuskan jizyah yang ditetapkan oleh Syariah bagi dzimmi. Pada 1575 M, Akbar mendirikan Ibadat Khana (rumah ibadah), tempat berdiskusi dan berkumpul para ahli dari semua agama. Pada puncaknya dia memperkenalkan Din-e-Ilahi, yakni semacam sintesis dari berbagai agama. Pluralisme yang diterapkan Akbar sangat berbeda dengan komunalisme garis keras perkumpulan Syariah masa itu, sehingga Akbar dinilai telah murtad.[10]
Sepeninggal Akbar, Salim, putranya, naik tahta dengan gelar Nurudin Muhammad Jahangir Padsah Ghazi (1605-1627 M).[11] Meskipun  Jahangir juga melakukan penaklukan ke beberapa wilayah, Ia tidak sekuat ayahnya.[12] Pada 1615 M Ia menaklukkkan Mewar yang dikuasai Raja Amar Singh dan pada 1620 M dapat menguasai Bijapur dan Golkunda, sehingga seluruh Deccan (wilayah India yang paling selatan) menjadi miliknya. Jahangir masih meneruskan Sulh-e-Kul (toleransi universal) ayahnya, tetapi tidak Din-e-Ilahi. Meskipun Jahangir lebih ortodok dari ayahnya, dia mempunyai kebiasaan buruk yaitu mengkonsumsi minuman keras.
Jahangir berkuasa selama 22 tahun. Ia wafat 7 November 1627 M. Kekuasaan kemudian dipegang oleh Shah Jahan (1627-1658 M). Semasa berkuasa Ia menghadapi beberapa pemberontakan yaitu Khan Jahan Lodi (kepala daerah/raja muda Deccan) dan Jujhar Singh, putera Bir Singh Bundela dari Oricsha. Shah Jahan lebih taat kepada Syariah dibandingkan dengan ayahnya.
Tampuk kekuasaaan Mughal setelah Shah Jahan diduduki oleh Aurangzeb setelah menyingkirkan saudara-saudaranya.[13] Pada 31 Juli 1658 M, Aurangzeb menobatkan dirinya menjadi raja Mughal dengan gelar Abu al Muzafar  Muhyi al Din Muhammad Aurangzeb Bahadur Alamghir Padshah Ghazi  (1027-1118 H/1618-1707 M).[14] Setelah kemenangannya itu Aurangzeb tinggal di Delhi dan Agra. Ia segera melakukan penaklukan, yang terpenting adalah ke Palamau, daerah utara Bihar, yang dipimpin oleh Daud Khan, Gubernur Patna pada 1661 M, penaklukan Chittagong oleh Shayesta Khan, Gubernur Bangla pada tahun 1666 M. Selanjutnya menyerang Tibet melalui Khasmir.
Kekuasaaan Aurangzeb mendapat pengakuan dari negara-negara muslim lain. Sekitar 1661-1667 M, mereka mengirimkan dutanya ke India seperti: Sharif Mekah, Raja Persia, Balkh, Bukhara, Kasghar, Urganj (Khiva), Shahr-e-Nau, Gubernur Turki di Basrah, Hadramaut, Yaman, serta Raja Abessinia.[15]
Aurangzeb dikenal sebagai penguasa Mughal yang melakukan gerakan puritan dengan menerapkan Islam Orthodok. Ia menggantikan kebijakan konsiliasi Hindu dengan kebijakan Islam. Untuk itu Ia mensponsori pengkodifikasian hukum Islam dalam karya agungnya yang dikenal dengan Fatawa-e- Alamghir.[16]
Setelah memperkuat kekuasaannya, secara bertahap Aurangzeb menghapuskan semua praktek (tradisi) yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Ia juga menghapuskan delapan puluh  pajak yang sangat memberatkan rakyat, namun di pihak lain Ia menerapkan kembali jizyah yang telah dihapuskan Akbar.
Selanjutnya untuk menegakkan kehidupan religius di masyarakat, Aurangzeb berusaha menerapkan pola baru dengan mengangkat muhtasib (petugas pengawas moral), yang mempunyai kewenangan untuk mengontrol perjudian, prostitusi, pengguna narkotika, minuman keras, serta hal-hal yang merusak moral lainnya (1659 M).[17]
Hal  tersebut di atas pada umumnya dianggap menyulut kemarahan orang Hindu, yang berdampak pada timbulnya pemberontakan di masa itu. Dalam keadaan yang demikian pemberontakan itu dapat ditumpas, namun secara umum tidak semua dapat dipadamkan. Akhirnya Aurangzeb meninggal pada 3 Maret 1707  M dan dimakamkan di Khuld-e-Makan, 4 mil arah barat Daulatabad.[18] Penguasa Mughal setelah Aurangzeb adalah penguasa-penguasa lemah sehingga Mughal mengalami kemunduran.
 Figur Aurangzeb menurut R.C. Majumdar dan S.M. Ikram sangat mengagumkan. Ia taat beragama, gagah berani, kuat ingatan, keras kemauan, dan pantang menyerah, tidak seperti penguasa lainnya. Ia seorang sultan yang  saleh,  sederhana, dan menghindari kesenangan duniawi. Sebagai seorang raja Ia tidak pernah duduk di singgasananya.[19]
 Aurangzeb merupakan orang yang senantiasa menjadi perbincangan kalangan sejarah. Ia sebagai satu-satunya pengusa Mughal yang secara disiplin menerapkan syariat Islam. Pada masa pemerintahannya imperium Mughal telah sangat luas, melebihi masa Akbar, tetapi filosofi pemerintahannya berbeda dengan Akbar. Ia berusaha untuk memberi corak keislaman di India yang mayoritas beragama Hindu itu. Oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana kebijakan keagamaan yang diterapkan Aurangzeb di India dan pengaruhnya, mengingat agama merupakan masalah krusial yang rentan menimbulkan polemik.

B. Batasan dan Perumusan masalah
Penelitian ini memfokuskan pada kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb di India 1658-1707 M. Dengan alasan bahwa tahun tersebut merupakan masa di mana Sultan Aurangzeb menduduki tahta di Mughal dan menjalankan kebijakan-kebijakannya dalam berbagai bidang kehidupan.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari permasalahan kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb di India, maka perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi keagamaan India sebelum Sultan Aurangzeb?
2. Apa pokok kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb di India dan respon masyarakat terhadap kebijakan tersebut ?
3. Bagaimana  pengaruh kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb di India baik di bidang pemerintahan, ekonomi-sosial, pendidikan, karya satra, seni, dan arsitektur?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan manusia pada umumnya memiliki tujuan yang hendak dicapai, maka sesuai dengan judul yang telah dikemukakan di atas, tujuan pokok penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mendeskripsikan tentang kondisi sosial keagamaan sebelum Sultan  Aurangzeb
2.      Untuk mendeskripsikan tentang kebijakan Sultan Aurangzeb di India
3.      Untuk mendeskripsikan tentang pengaruh kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb
Adapun kegunaan penelitian ini dimaksudkan sebagai berikut:
Berguna sebagai informasi dan menambah wawasan tentang kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb di India, bagi  peneliti lain yang melakukan kajian serupa. Selain itu kajian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber sejarah periode Aurangzeb dalam bahasa Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka
Penulisan tentang sejarah kebijakan keagamaaan Sultan Aurangzeb di India pada kurun waktu yang telah disebutkan di atas menarik untuk dikaji. Hal ini mengingat tulisan yang bersangkut paut dengan pembahasan belum memadai, terlebih dalam bahasa Indonesia. Tulisan yang ada sebagian besar dalam bahasa asing. Selain itu, kajian yang ada biasanya berisi gambaran yang umum tentang sultan-sultan Mughal, bukan membahas secara rinci tentang kebijakan keagamaan Aurangzeb.
Untuk mendukung penelitian ini digunakan beberapa literatur yang dapat dijadikan sebagai acuan pokok:
Pertama, buku The History of India as Told by Its Own Historians karya Sir H.M. Elliot. Buku ini terdiri dari VIII volume dan diterjemahkan pada 1873 M dari bahasa aslinya, Persia.    Sejarah tentang Aurangzeb ditulis oleh sejarawan masa itu seperti Rai Bharmal dengan karyanya Lubbut al Tawarikh-e-Hind (ditulis sekitar 1108 H/1696 M); Mirza Muhammad Kazim, putera Muhammad Amin Munshi, penulis Alamgir Nama (1688 M); Khafi Khan dengan Muntakhab al Lubab; Muhammad Saki Mustaid Khan, dengan Ma’asir Alamgiri-nya (selesai ditulis pada 1710 M).
Kedua, buku yang ditulis oleh Elphinstone (Mountstuart), History of India: The Hindu and Mahometan Periods. Buku ini terdiri dari 12 bab dan diterbitkan oleh Jhon Murray pada 1857 M di London. Pembahasan tentang Aurangzeb terdapat pada bab ke-11 dan disistematisasikan secara periodisasi, sehingga sangat membantu penulis.
Ketiga, buku yang secara lebih spesifik membahas  tentang Sultan Aurangzeb adalah Aurangzeb and the Decay of the Mughal Empire, oleh Stanley Lane PooleBuku yang terdiri dari dua belas bab ini memuat tentang pemerintahan Aurangzeb di Mughal. Namun buku ini lebih banyak mengutip tulisan-tulisan sejarawan masa Aurangzeb yang telah diterjemahkan oleh Elliot and Dowson.
Buku lain yang cukup representatif membahas tentang Aurangzeb adalah karya K. Ali, History of India, Pakistan, and Bangladesh yang diterbitkan di Dhaka pada 1980. Dalam bukunya, Ali memaparkan sejarah India kuno hingga berdirinya Bangladesh. Sejarah yang ditulisnya disertai dengan pendapat dan kritikan untuk sejarawan yang telah menulis India. Karena itu buku ini memberikan cakrawala baru bagi penulis.

E. Landasan Teori
Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang ingin menghasilkan bentuk dan proses pengkisahan atas peristiwa-peristiwa manusia yang telah terjadi di masa lalu. Dengan penelitian sejarah ini diharapkan dihasilkan sebuah penjelasan tentang berbagai hal mengenai kebijakan keagamaan Sultan Aurangzeb di Dinasti Mughal pada masanya baik dari segi asal usul dan mengapa kebijakan itu berlangsung, bentuk kebijakan, dan pengaruh kebijakan tersebut.
Kalau kebijakan dianggap fenomena politik dan dimaknai sebagai distribusi kekuasaan, maka tidak dapat dielakkan bahwa kebijakan keagamaan Aurangzeb adalah sebuah proses politik. Akan tetapi pola distribusi tersebut jelas dipengaruhi faktor-faktor sosial, ekonomi, dan budaya.[20] Karena itu penelitian ini tidak hanya ditekankan pada politik an sich, tetapi lebih pada aspek non politik yang mempengaruhi terbentuknya kebijakan dan sekaligus dampaknya bagi masyarakat atau negara, sehingga diperlukan pendekatan ilmu sosial. Jadi secara singkat penelitian ini adalah penelitian sejarah dengan pendekatan ilmu sosial.
Pendekatan ilmu sosial yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan behavioral. Dengan pendekatan ini tidak hanya akan tertuju pada kejadiannya, tetapi tertuju pada pelaku sejarah dalam situasi riil. Bagaimana pelaku menafsirkan situasi yang dihadapi. Dari penafsiran tersebut muncul suatu tindakan yang menimbulkan suatu kejadian, dan selanjutnya akan timbul konsekuensi dari tindakan pelaku sejarah.[21] Dari pendekatan di atas maka akan dapat dikaji bagaimana Aurangzeb menginterpretasikan totalitas situasi yang dihadapi. Pada saat yang sama akan diterangkan pula manifestasi tindakan kebijakan keagamaannya dipandang dari segi tujuan, motif, rangsangan, dan lingkungan yang menyebabkan lahirnya kebijakan keagamaan dan pengaruhnya di masyarakat setelah adanya kebijakan tersebut.

F. Metode Penelitian
Sesuai dengan maksud dan tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk mendeskripsikan dan menganalisis peristiwa masa lampau, maka dalam penelitian ini digunakan metode historis yang bertumpu pada empat langkah kegiatan yaitu: pengumpulan data (heuristik), kritik sumber (verifikasi), penafsiran (interpretasi), dan penulisan sejarah (historiografi).[22]
Keempat langkah tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1.      Heuristik (pengumpulan data)
Heuristik adalah suatu teknik atau seni, dan bukan  suatu ilmu,[23] oleh karena itu heuristik tidak memiliki peraturan-peraturan umum. Heuristik seringkali merupakan suatu keterampilan dalam menemukan, mengenali, dan memperinci bibliografi, atau mengklasifikasikan dan merawat catatan,[24] maka dari itu penulis mengumpulkan data yang sesuai dengan obyek penelitian melalui dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan dari buku-buku, majalah, artikel, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan obyek kajian dan pembahasan ini.
  1. verifikasi (kritik sumber)
Setelah sumber sejarah terkumpul, tahap berikutnya adalah verifikasi, yang lazim disebut kritik sumber, untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini harus diuji pula keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern.[25] Dalam tahapan ini penulis mengawalinya dengan tahapan membaca sumber-sumber sejarah.
  1. interpretasi
Dalam langkah ketiga ini tahap yang dilakukan adalah menganalisis dan mensintesiskan data yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah, kemudian disusun menjadi fakta-fakta sejarah yang berkaitan dengan tema yang dibahas.
  1. Historiografi
Sebagai tahap terakhir dalam proses penelitian ini, penulisan dilakukan secara deskriptif-analisis dan berdasar sistematika yang telah ditetapkan dalam rencana skripsi.
Dalam penelitian ini juga digunakan metode komparasi. Penjelasannya adalah bahwa sejarah sebagai pengungkapan peristiwa unik, yakni hanya sekali dan tidak berulang, namun apabila diperhatikan akan nampak kemiripan pola, tendensi, dan struktur antara peristiwa satu dengan yang lain.[26] Komparasi kebijakan Aurangzeb dengan para pendahulunya dapat menonjolkan kemiripan yang mengantarkan pada suatu generalisasi.

G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan penelitian ini terdiri dari lima bab:
Bab I yaitu Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan. Bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai penelitian secara umum.
Bab II membahas tentang kondisi keagamaan sebelum Aurangzeb. Dalam bab ini diuraikan tentang kondisi keberagamaan serta kebijakan keagamaan para penguasa Mughal sebelum Aurangzeb, yakni Babur, Humayun-Sher Shah, Akbar, Jahangir, dan Shah Jahan.
Sementara itu kebijakan keagamaan Aurangzeb diuraikan pada bab ke tiga. Pada bagian inilah dibahas tentang biografi Aurangzeb masa sebelum dan sesudah menjadi sultan. Hampir sebagian besar sisa hidupnya dihabiskan dalam pertempuran-pertempuran baik di perbatasan Afghanistan maupun Deccan. Selain itu dipaparkan juga pokok kebijakan keagamaan, dan respon masyarakat Hindu atas kebijakan tersebut, seperti Jat, Satnami, dan Bundela.
Bab IV mendeskripsikan tentang pengaruh kebijakan pemerintahan Aurangzeb terhadap kemajuan India. Pada bagian inilah dipaparkan mengenai pengaruh kebijakan Aurangzeb dalam bidang pemerintahan, ekonomi-sosial, pendidikan, karya sastra, seni, dan arsitektur. 
Bab V merupakan bab terakhir atau penutup yang berisikan kesimpulan dari uraian yang telah dikemukakan dalam skripsi. Selain  itu juga memuat saran-saran atas segala kekurangan dari karya tulis ini.

Selengkapnya Silahkan >>> DOWNLOAD

Tags:  KEBIJAKAN KEAGAMAAN SULTAN AURANGZEB DI INDIA ( 1658-1707 M )

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Sufi ~ Artikel Ilmu Tasawuf dan Sufisme All Right Reserved
Hosted by Satelit.Net Support Satelit.Net